A man that is born for the third time in a 'Manga world' along with her adopted daughter(which is actually an alien Btw)

ki km nu ... jibonr hoi huwa ktha bilake e likhim aji.. moi rimpa ... ghr mnuhr pra strart kru baba pra.. babak moi bhut vhl pw kiw nu moi jetia Niki vhl kri silu baba e muk hdai maf kri di sile ... deuta hle ene kuwa hb lage... ma ako Ulta tu moi jdi kiba ata vhl kru ... hdai hunab... hbai kb ktha nai botora nai ma ata e hapun muk ghr pra kheda... kiw nu moi jdi ghrt.... thaku silpa aru putwo Bea hb... Bea kio hb vhatii aru vhantii hdai moi mrm kru... vhl ktha kw ... asolte moi e akorii ...  ghr mnuh bilakr prti mur mrm besi ... jetia Niki vhati bemrt pri asil tetia moi sb phale sabo lagi sil... vhntik hostel lg kra ... dhan Ana , ghr Kam kra , current bill bhruwa, alohi ahi le teu lukok suwa, moi mne sbr mak hoi goi silu, babak suwa mne kedimn khub mod khai sili vhatii tensiont aru mur.. mur mne jetia moi pikash ata loi polai goi silu he u ako muk km khastii dia nasil hi .... tar ghr mnuh... e moi class 9 e tar le polai goi silu. He asil boro moi ako Assamese ki phuta kpal.. goi silu going silu Assamese lra ata juwa hle hoi... ki jnu hoi sil tar le Glu ... tar ghr mnuh e ako muk vhat u khabo b le  hanti dia sil... atia u mnt ase aitake mur mathaa tu jetia Niki  wallt Mari  tez uluwa ktha atia u sin ase  heuwta phali le dekhai Pai e sin tu thaki e gl.. kintu e htr Mami ek jni vhl asil ma babak phn kri mati sile . muk nib le koi sil... jdi aji he khn ghr thka hle jiyae nathaki lu heten... he mur lgt hule mur gat seka logale... moi ketia pahori b nuwaru bahut kostoo plu kunu  suwalir ene kuwa nhk... sex kre imñ Bea ke kre... cccee gin lage aku tar ghr mnuhr pra u Mar khabo lage... kak km moi e bilak ktha ... kune buji b... buji le u ... jnu kunu bai sikar kri b... ma baba e sake mon 2 baji sili he karone muk loi ahi le... loi ahar pasot u moi kimn mnuh e tiroskar kril o ... kimn e mur prtii Bea saku... atia u  thakil aru.... baba ma mnt bahut dhukh dilu sage moi maf khuji le sage muk e dekhaii maf kri b kintu teuluke ekh prithivt thoka loi ke mur kolonko loi e thaki b... moi vogoban r usart eta prathana jonom je teu luke muk mnr pra maf kri diok... ma ako mur pri mrm kmi gl jetia Niki lra tu pra ghurai Ani le. .... maie lra sabo lole.. babe ako mak gali dile mur suwali moi nomora loi khuwa ... ma e soritoo atia loi ke ngl... baba kintu hdai muk help kre prti tu time e te... aji loi ke poisa dorkar hle babak e kw moi... baba e mur account khuli di sil ... lgt loi goi poisa dorkar hle ... ulia bi buli jetia pa baba Delhi le gl gaoulia bank tu bule accpect nke..

"Tuan Akira dan Pangeran Kim, meminta kami untuk menjemput nona pulang. Nona, mari pulang bersama kami"
"Ya baiklah, aku akan pulang!" ucapku. Aku pun segera berjalan di depan menuju istana, sementara mereka terus mengikutiku. Bahkan Bai, dan panglima perang. Mereka berdua berjalan di samping kanan dan kiriku. Sementara pasukannya berjalan di belakang.
Sepanjang perjalanan, orang-orang memperhatikan kami dan memberi jalan. Sementara diriku yang masih sedih, aku terus menundukan kepala hingga tidak menyadari telah memasuki gerbang istana.
Dari kejauhan rombongan penjaga telah kembali, terlihat pula Rembulan berjalan dan menundukan kepalanya ke bawah. Akira dan Kim pun segera mendekati rombongan itu, begitu pula dengan teman-teman.
Begitu di dekat dengan Kim dan Akira, semua pasukan memberi hormat. Mereka merendahkan diri mereka, dan yang masih berdiri tegap hanyalah diriku yang menundukan kepala.
"Hormat pada Pangeran Kim" ucap pasukan.
Seketika itu juga aku mulai tersadar bahwa diriku telah tiba di istana, dan di depanku adalah Kim dan Akira.
Aku pun segera menoleh ke depan, melihat Kim dan Akira. Mereka menatapku dengan wajah kesal.
Tanpa sadar air mataku tak dapat di bendung lagi, air mataku menetes jatuh ke pipi. Aku pun mengusap air mata dengan kedua tangan.
Kim dan Akira yang tadinya berwajah kesal malah di buat bingung. Spontan diriku berlari ke Kim dan memeluk erat dirinya.
"Kim, aku sangat sedih! Kenapa dia pergi? Apa tidak ada jalan lain selain harus pergi?" ucapku dalam pelukannya.
Kim yang awalnya tidak mau membalas pelukan Rembulan, akhirnya dia membalasnya juga.
Kim pun menjauhkanku dari dirinya, aku mengusap air mataku yang jatuh ke pipi dengan kedua tangan.
"Apa yang terjadi?" tanya Kim padaku.
"Dia pergi, aku... aku sangat merasa bersalah. Ini semua salahku!"
"Ya baiklah, berhentilah menangis! Mungkin hanya itu jalan satu-satunya! Sekarang aku mau tanya padamu!"
"Apa?"
"Kamu mencoba melarikan diri dari kami ya?"
"Kami?"
"Ya kamu mencoba melarikan diri dari aku dan Akira. Apa itu benar?"
"Kata siapa? Aku tidak melarikan diri dari kalian!"
"Huh, kamu mencoba berbohong lagi ya?"
"Tidak, aku tidak berbohong. Aku hanya pergi sebentar, apa aku juga tidak boleh pergi? Apa ibumu memintaku tidak boleh pergi?" mulai berucap dengan nada meninggi.
"Ya, ibuku tidak memintamu untuk pergi. Tetapi tidak bisakah kamu setidaknya meminta ijin pada kami berdua?"
Aku pun merenggutkan wajah, "Hah, yang benar saja! Aku bisa menebak apa yang akan terjadi jika aku minta ijin sama kamu tau! Yang ada kamu ngak akan mengijinkanku"
"Tidak mencobanya, maka kamu tidak tahu apa yang akan terjadi kan?"
"Berisik! Apa maumu memintaku kembali ke istana? Aku ingin pulang, jikalau tidak ada yang penting aku kembali saja ke rumah!"
"Jadi, kamu sungguh ingin pulang? Kamu ingin melupakan kami berdua kan? Mengapa kamu begitu?"
"Rembulan, tidak apa jika kamu ingin pulang. Kapan kamu kembali?" tanya Akira dengan lemah lembut padaku.
Jelas Akira lebih perhatian dan baik dari pada Kim yang kasar dan menyebalkan.
" Ya mau gimana? Aku bahkan tidak bisa melihat ada seorang pria yang serius padaku. Lebih baik aku pulang, bukankah semua sudah membaik. Hanti gadis kecil juga mungkin sudah tahu siapa pelaku pembunuhnya!"
Kim pun mulai menatap sinis diriku, "Yah baiklah, kami akan pergi dan melakukan sesuatu untukmu. Sekarang apa yang kamu inginkan dari kami?"
"Pria pintar, boleh aku punya rumah sendiri? Aku ingin punya kamar sendiri seperti orang lain, ya seperti di rumahku"
"Hem, baiklah itu mudah. Aku dan Akira akan mengantarmu ke rumah barumu!", "Baiklah, kalian kembali saja ke tempat kalian masing-masing" ucap Kim pada pasukan dan panglima perang.
Kemudian Kim menunjukan tempat tinggal baruku. Aku berjalan di tengah diantara mereka berdua.
Saat berjalan kugandeng tangan Akira, yang membuat Kim cemburu. Kim pun mengandeng tanganku. Aku hanya tersenyum manis, ya setidaknya aku bisa membuat dia cemburu meski dia menyebalkan.
Kami berhenti di harem, tempat tinggal untuk seorang istri dari kerajaan ini. Tempat ini luas namun sunyi dan hanya beberapa pelayan yang nampak membersihkan tempat ini.
Kim pun menujukan tempat tinggalku, dan ia sendiri lah yang membuka pintunya untukku. Tempat yang indah dan luas, ada beberapa pelayan yang datang mendekati kami.
Mereka memberi hormat pada Pangeran Kim.
"Hormat pada Pangeran Kim, maaf tuan. Ada yang bisa kami bantu?" ucapnya mewakili beberapa pelayan lainnya.
"Ya, mulai sekarang kalian harus mematuhi dan melayani Rembulan. Dia akan menjadi nyonya muda disini"
"Baik Tuan, kami akan melaksakan perintah tuan!"
"Baiklah, silahkan pergi!"
"Baik tuan, kami undur diri", semua pelayan itu pun pergi dan kembali bekerja.
"Nah, Rembulan. Sekarang ini adalah tempat tinggalmu. Apa ini cukup untukmu? Kamu ingin yang lebih bagus, tinggal bilang saja!"
"Hem ya ini sudah cukup, mau duduk sebentar sebelum pergi?"
"Ya, baiklah"
Kami pun duduk di kursi, ruang tamu.
Aku duduk di tengah, sementara Akira dan Kim duduk di samping kanan dan kiriku.
"Kalian tidak bertengkar kan saat aku pergi?"
Akira dan Kim pun kembali saling tatap.
"Tidak" jawab Kim.
"Ya benar, kami tidak bertengkar!"
"Bagus kalau begitu, mungkin nanti aku bisa meninggalkan kalian dalam waktu yang lama"
"Hah, kamu ingin pergi? Kamu ingin meninggalkan kami ya?"
"Tidak, bukan begitu maksudku. Aku kan juga harus mengunjungi kakek dan nenekku, jadi aku harus meninggalkan kalian. Karna kalian tidak bertengkar lagi jadi aku tidak perlu mengkhawatirkan kalian",
"Hem.... kamu tidak akan pergi kan?" tanya Akira sambil memegang erat tanganku.
"Tidak, aku akan tetap disini bersama kalian. Jika kalian masih bisa aku pertahankan!"
Kim pun memegang tanganku, dan berucap "Apakah kamu akan menerimaku apa adanya? Aku menyebalkan kan bagimu, dan aku tidak seperti Akira",
Aku tersenyum manis, dalam pikirku Kim bukan hanya sekedar pria menyebalkan tetapi dia juga pria yang baik dan tulus padaku. Ia jelas berbeda dengan Akira, pria yang lembut dan baik padaku. Meski mereka seperti saling rival, tetapi sesungguhnya jika di lihat dari dunia nyata. Iblis itu lebih jahat, mungkinkah Akira adalah iblis yang baik?.
"Ya tentu saja, aku akan menerimamu. Ya aku tahu kamu menyebalkan tapi aku rasa aku akan sangat beruntung memiliki kalian berdua. Tapi bisakah kalian menghilangkan keraguanku? Kalian membuatku bingung!"
Akira dan Kim tersenyum, mereka tertawa kecil.
"Kami tidak akan membuatmu tenggelam dalam keraguan. Aku akan selalu ada di sisimu"
"Aku akan menjagamu sepenuh hatiku, ya meski aku menyebalkan. Aku bisa menjagamu, dan mencintaimu sepenuh hati ini"
Aku tersenyum, rayuan mereka berdua membuatku tersenyum. Benar-benar pria yang romantis.


Rembulan, nama seorang gadis dengan sebutan gadis aneh. Memiliki indera keenam membuatnya dijauhi teman satu sekolah. Kecantikannya pula membuat orang iri, cantik bersinar bagai rembulan malam. Suatu hari ia tidak sengaja melintasi ruang waktu yang membawanya ke negeri aneh, yang disebut Negeri Flower. Petualangannya dimulai di negeri itu,menemukan siapa dirinya yang sebenarnya dan sebuah alasan yang kelam mengapa ia tidak memiliki orang tua. Negeri Flower yang dikenal dengan negeri sejuta bunga, cinta, harapan dan petualangan yang akan mengubah hidup Rembulan selamanya.

Setelah selesai makan malam bersama Arjun.Kiran sudah kembali lagi kekamarnnya.Sekarang dia sedang asyik chat-chatan barsama Aris sampai kiran tak menyadari pintu kamarnya terbuka.

Arjun berdehem karena kiran tidak menyadari keberadaannya yang sontak saja membuat kiran melihat ke arah Arjun yang sedang berdiri bersandar di tiang pintu dan melipat kedua tangannya di dada sambil menatap kiran.

"Eh,,,mas Arjun.Kiran dengan cepat menyimpan ponselnya dan langsung turun dari tempat tidurnya."Apa mas Arjun perlu sesuatu? tanya kiran yang sudah gugup kembali bila berhadapan dengan Arjun.

"Tidak,,,,balas Arjun dengan santai."Gimana kuliah kamu? terus kenapa kamu tidak menghubungiku saat kamu sudah mau pulang? tanya Arjun balik yang sudah mendekati kiran dan menatapnya.

Kiran berpikir tak tau mau menjawab apa."Itu,,,itu mas,kia cuman gak ingin merepotkan mas Arjun aja.Jawab kiran memalingkan wajahnya dari arjun.

Arjun menghempaskan napasnya dengan pelan.Melihat kiran yang begitu gugup arjun tetawa kecil sambil geleng-geleng kepala."Kamu tidur gih,,!! jangan berlarut-larut.ucap arjun dengan penuh perhatian.

"I,,,iya mas,,,,,jawab kiran yang sudah semakin gugup dan segera naik kembali ketempat tidurnya.Arjun kembali menggeleng-gelengkan kepalanya yang terus saja melihat kiran.

"Aku kekamarku dulu.Kiran hanya mengangguk.Arjun pun segera keluar dari kamar kiran.

Setelah Arjun pergi kiran merebahkan tubuhnya di tempat tidur.Dia terus saja tersenyum mengingat Arjun yang terus saja perhatian padanya.

Arjun sudah berada di kamarnya.Dia mengambil leptopnya karena ada pekerjaan yang harus dia selesaikan.Namun pada saat dia sedang sibuk dengan leptopnya lampu di rumahnya tiba-tiba saja mati.

"Sialan ni lampu,,,,pake mati segala.umpat Arjun.Arjun mendengar suara teriakan kiran dari dalam kamar gadis itu.
"Kiran,,,,kenapa dia berteriak kaya gitu.Gumamnya.Matanya melebar mengingat sesuatu."Oh tidak,,,,Arjun langsung berlari dengan cepat ke kamar kiran.Dia baru sadar bahwa kiran phobia terhadap kegelapan apa lagi di dalam ruangan.
"Kiran....Arjun membuka kasar pintu kamar gadis itu dan menyalakan senter ponselnya.Arjun melihat kiran yang sedang duduk di tempat tidur sambil bersandar di sandaran tempat tidur dengan wajah ketakutan.
Arjun mendekati kiran dan langsung memeluknya.Dia dapat mendengar napas kiran yang sudah tak teratur dan keringat dingin di tubuhnya.
"Kamu jangan takut,,,ada aku di sini.kamu atur napas kamu kia,,,kata arjun yang sudah panik.Arjun meletakan ponselnya di atas tempat tidur dan memeluk kiran.
Kiran sedikit lega karena ada cahaya senter dari ponsel.Namun napasnya masih terasa sesak."Kia,,,kia merasa sesak mas.ucap kiran sambil mengatur napasnya.
Arjun menatap kiran yang ada di pelukannya dan mencium kepala gadis itu berulang-ulang."Kamu atur napasmu kia,,,kamu jangan takut,ada aku disini.Arjun terus memeluk kiran.Dia begitu kawatir dengan keadaan kiran.Dia takut terjadi seperti malam itu yang membuat kiran hampir tak sadarkan diri.
"Mana lagi ni palayan...kenapa mereka belum menyalakan generatornya.udah tau gelap kaya gini.Awas saja kalau sampai terjadi sesuatu padamu,aku akan memecat mereka semua.Arjun terus saja mengomel tanpa hanti.
Setelah beberapa lama lampu kembali hidup.Arjun pun bernapas lega dan menatap kiran yang masih di pelukannya."Kia kamu baik-baik aja? tanya arjun masih panik.
kiran mengangguk di pelukan Arjun."iya mas,,,kia baik-baik aja.
"Syukurlah,,,,Arjun memeluk kiran dengan erat.Dia begitu takut kalau sampai terjadi sesuatu pada kiran.
Jantung kiran yang memang sedang berdetak tak karuan malah berdetak semakin kencang.Mungkin saja arjun sudah dapat mendengar detak jantungnya.
"Kamu tunggu di sini dulu.Aku mau turun kebawah.kata arjun dan segera turun dari tempat tidur.
Arjun keluar kamar kiran dan segera ke lantai bawah dengan wajah yang begitu marah.
"Mba Ayu,,,,teriak Arjun yang dapat terdengar sampai kamar kiran.
Mba Ayu segera menghampiri Arjun yang sedang berdiri dengan berkacak pinggang.Terlihat wajah Arjun yang begitu marah.
"I,,,iya tuan.Ada yang tuan perlukan? tanya mba ayu dengan takut sambil menunduk.
"Panggil semuanya!! bentak arjun Yang membuat mba Ayu terlonjak kaget.Jantungnya serasa mau copot mendengar suara majikannya yang begitu menggelegar.Namun dengan cepat mba ayu memanggil semua pelayan termaksud satpan.

Sekarang mereka semua sudah berdiri di hadapan Arjun dengan tertunduk takut tak berani melihat wajah majikan mereka yang sedang marah itu.Saat tuan mereka tidak merah pun mereka sudah sangat takut bilah berhadapan dengannya apa lagi saat marah seperti sekarang ini.

Arjun menatap tajam semua pelayan yang sedang berdiri di hadapannya."Kalian tau kan saya paling tidak suka kalau sampai ada kesalahan.Kalian lihat lampu rumah ini padam  tapi kenapa kalian tidak segera menyalakan generatornya,,? Saya sudah perna bilang pada kalian semua,jangan sampai lampu di rumah ini mati.Tapi apa,,,,kalian semua tidak ada yang becus bekerja.Kalau sampai terjadi sesuatu pada istriku,,,,,saya tidak akan segan-segan memberikan kalian semua pelajaran.Bentak arjun menjelaskan pada semua pelayan sambil menunjuk kepada mereka semua.
Arjun begitu marah sampai wajahnya memerah.

Semua pelayan gemetar ketakutan sambil terus menunduk.Tidak ada yang berani untuk berbicara.
"Maaf kan kami tuan Arjun...kata mba ayu memberanikan diri.
Arjun mengurut pelipisnya dan kembali melihat semua para pelayan."Kali ini masih saya maaf kan,,,tapi kalau sampai terjadi lagi,,,awas saja kalian semu.Kata arjun dengan tegas 
Semua pelayan mengangguk patuh.Mereka menelan ludah mereka dengan susah mendengar perkataan Arjun.
"Bubar kalian semua. .suruh arjun sambil memijit pangkal hidungnya 
Semua pelayan dengan cepat meninggalkan Arjun.Kiran yang sedari tadi melihat dan mendengar semua perkataan Arjun terdiam membeku.Hatinya merasa senang arjun sangat mencemaskannya sampai dia memarahi semua pelayan.Namu kiran juga merasah takut dan kasihan melihat arjun yang begitu marah,cuman karena dirinya semua pelayan kenah amarah Arjun.

"Kia,,,,Arjun melihat kiran yang sedang berdiri di pertengahan tangga.Dia langsung menghampiri kiran yang sedang terdiam.
"Kia,,,kamu sedang apa di sini? kamu masih belum baik.ucap Arjun memegang pundak kiran.
"Mas Arjun,,, kiran tersadar dari lamunannya.
Arjun tersenyum menatap kiran."Ayo,,,ajak arjun menuntun kiran kembali ke atas.Kiran mengikut saja.
"Loh mas,,,kamar kiran kan di sana.kenapa mas arjun ngajak kia ke kamar mas Arjun? tanya kiran dengan polosnya.
Arjun tersenyum dan menarik napasnya pelan."Kamu tidur bareng aku di sini dan untuk seterusnya.Jawab Arjun dan mendudukan kiran di atas tempat tidur.
Kiran terkejut membuka matanya lebar."Tapi mas,,,,
"Udah,,,kamu tidur saja.!! Arjun membatu kiran agar kiran merebahkan tubuhnya untuk tidur dan kiran pun hanya menurut saja.
Setelahnya Arjun mencium kening kiran yang membuat kiran semakin terkejut tak bisah berkata apa-apa.

Arjun pun tertawa melihat kiran yang terus saja gugup bilah berhadapan dengannya.Dia pun juga segera tidur di samping kiran dengan masih memberikan jarak di antara mereka.Hasratnya begitu besar untuk menyentuh gadis itu namun dia tak ingin terburu-buru yang membuat gadis itu nantinya akan merasa takut terhadapnya.
"Ni jantung gak bisah diam bentar apa,,,selalu saja buat orang gugup.Gangguin orang lagi berduaan saja.Jadi kelihatan seperti orang bodoh.Batin kiran sambil tersenyum malu.Setelahnya dia pun tertidur dengan lelap.


😊😊😊😊😊

Di jodohkan di usia muda dengan seorang CEO yang memiliki sifat suka seenaknya sendiri,,dan juga tak memiliki rasa belas kasih membuat hidupnya berubah.

Dilla sedang mengeringkan rambutnya di kamar mandi, Ia memandangi cermin sembari terus menggesekkan handuk di rambutnya.
Tatapannya sangat menyiratkan keraguan akan sesuatu. Ia ingin mencoba tawaran Furqan dengan menaruh lamaran pekerjaannya di Halloturk namun masih banyak keraguan di benaknya mengapa dia belum berani melakukannya. Ia merasa jika dia telah berbuat curang bersama Mustafa. 
Mustafa, salah satu Pegawai yang sudah menempati jabatan Supervisor di Halloturk yang juga menggaet salah satu Perusahaan Korea sebagai investor di Halloturk. Beberapa kali Dilla dimanfaatkan Mustafa untuk bebuat curang. Mustafa beberapa kali melakukan kerja sama project dengan beberapa vendor, lalu dengan penawaran harga yag sangat jauh sehingga ada selisih harga yang mana menjadi keuntungan pribadi Mustafa, dimana dia memang telah melakukan kongkalikong dengan vendor tersebut agar ia mendapat jarah persenan dari project Halloturk yang sedang digarap vendor tersebut.
Namun di lubuk hatinya Ia tetap ingin melamar pekerjaan di Halloturk. "Pokoknya, sudah... aku jalani dulu!"
Tiba- tiba Dilraba mengetuk pintu kamar mandi. "Dilla... Apakah kau masih lama di dalam?" 
Dilla pun buru- buru menyelesaikan pekerjaannya, ia pun menyibakan begitu saja rambut yang baru dihandukinya itu.
Ia pun buru- buru membuka pintu kamar mandi.
"Sudah!"
"Aku kira kau ketiduran!" Dilraba tersenyum kecil sembari masuk beitu saja ke dalam kamar mandi.
"Kan masih ada kamar mandi yang lain!"
"Tidak! Aku mau buang hajat disini!" Dilraba pun masuk langsung duduk begitu saja di toilet angsanya.
Dilla hanya geleng- geleng.
Dilraba tersenyum- senyum sendiri saat sedang bab.
"Kau kenapa Dilraba?" Dilla merasa aneh melihat ekspresi sahabatnya tersebut.
"Aku lagi membayangkan Tuan Furqan!"
Dilla pun mendadak kaget. "Kau masih belum melupakan Tuan Furqan?"
"Tentu belum! Bagaimana kau bisa dengan mudah melupakan pria setampan dan sebaik Tuan Furqan!" 
Dilla menggeleng. "Kau tak bisa bermimpi sejauh itu!" ujar Dilla menasihati.
"Tuan Furqan sangatlah berbeda dengan pria kebanyakan! Dia telah membuatku langsung jatuh hati begitu aku mengenalnya!" 
"Hati- hati!" ujar Dilla memperingati.
"Kau tak perlu khawatir!"  ujar Dilraba sembari meqngedipkan matanya dengan senyuman yang penuh dengan ambisi.
Dilla khawatir akan apa yang terjadi dengan Dilraba bila benar- benar jatuh cinta dengan Furqan.
**
Thalita menelpon Sang Ayah. Ia langsung melakukan video call sembari tiduran di kasur kamarnya.
"Assalamualaikum Babeh!" ujarnya heboh.
"Eh... Anak perempuan Babeh yang paling cakep akhirnya nelpon juga!" balas Saud.
Tiba- tiba Rizky muncul di sebelah Ayahnya. "Pok Tata... lu kangen ama adek lu yang paling ganteng ini kage?!"
Thalita tersenyum sambil tertawa terbahak- bahak. "Bodo amet Dul... Lu gue tinggal mesti pacaran mulu ye?!"
"Pok... ge ga pacaran kok..." sanggah Rizky.
"Boong Lu! Dosa lu boong ame gue!" ujar Thalita.
"Tanya Babeh!"
"Iye Ta... ade Lo pacaran mulu! Babeh ampe geleng- geleng aja berani- beraninya ngado mahal ke cewek yang belum jadi mahramnya?!" ujar Said sembari melirik Rizky.
Thalita pun geleng- geleng. "Larang Beh! Atau kage usah dikasih uang jajan sekalian!"
"Enak aje main larang- larang! Ane pacaran juga ga ngapa- ngapain!" ujar Rizky menyanggah.
"Heh Tong! Kalo kage ngapa- ngapain nape lu pacaran!" ujar Thalita mengembang- kempiskan hidungnya.
"Babeh yakin sih Abdul pacaran ga ngapa- ngapain!" bela sang Ayah.
"Tetep aja Beh..." protes Thalita.
"Pok Tata nih jadi kompor meluduk mulu!" gantian protes Rizky.
"Untung pacaranya Rizky Abdullah Assegaf ini jebolan pesantren yang sholehah jadi Babeh setuju- setuju aja!" ujar Snag Ayah membela lagi anak laki- lakinya.
"Ck... Ck.... Ck... MasyaAllah- MasyaAllah Baba... Herneyse (terserah)!" ujar Thalita kesal. "Yang Sholehah nggak akan pacaran!" protesnya.
"Wallah... kita tak bisa mengukur kadar iman manusia Putri Baba!" tiba- tiba nada suara Sau berubah bernada lebih bijak.
"Pok Tata kage usah pake Bahasa Turki deh! Yang mentang Bahasa Turkinya faseh! Babbeh yang faseh Bahasa Arabnye aje biasa aje! Noh tiap maghrib ngimamin Sholat di masjid!" ujar Rizky.
"Eh... Bocah..." ujar Saud sembari memelototi Rizky.
Thalita tertawa kembali.
Tawa Thalita sepertinya mengundang orang di luar kamar sehingga suara tawa Thalita tersebut terdengar keras sampai dapur yang jaraknya jauh dari kamarnya.
"MasyaAllah... Thalita tertawa kenapa itu?" Zeynep mengurut dada.
"Tidak tau... Thalita Abla tertawa hingga sebesar itu!" ujar Dilan.
"Thalita tertawa memamg seprti itu!" ujar Sang Ibu, Cansu.
"Jika ada Baba.... dia pasti sudah ditegur! Perempuan tak ada malunya!" ujar Zeynep.
"Baba mengapa tak jadi pulag sih?!" ujar Zeynep.
"Bukan tidak jadi! Tapi ditunda sampai Sekrem Bayrami (Idul Fitri)!" bantah Cansu lagi.
"InsyaAllah Baba kan pulang hanti kalau liburan ya Anne..." ujar Zeynep tersenyum lebar.
Thalita keluar dari kamarnya dan pergi ke dapur.
"Anne..." ujar Thalita sembari tersenyum. "Ada yang bisa aku bantu?"
Dilan tersenyum. "Hayir, Abla..."
"Dilan... Abla akan membantu apapun yang Abla bisa!" ujar Thalita.
Zeynep mengangguk. "Thalita, kau bisa memasukan dagingnya ke dalam adonan ravioli ini!" 
Thalita mengangguk. "Tentu aku bisa!"
Thalita pun mengerjakan apa yang diperintah sang Kakak yaitu mengis adonan rabioli tersebut dengan daging dimana mereka akan membuat manti. Manti berbentuk seperti ravioli dengan isi daging, dan bumbu khas Turki.
Mereka pun memasak untuk besok sarapan karena adonan tersebut bisa dimakan pendamping sarapan besok pagi.
Kebiasaan di rumah- rumah Turki dimana anak- anak perempuan sangat dekat dengan Ibu mereka dan membantu memasak bersama- sama.
Thalita jarang memasak, ia bisa dibilang tak bisa melakukannya.
Sang Ayah bisa memasak namun tidak dengan sang anak perempuan. Wjar saja, kuliah ngekos dan biasa beli di luar dan tinggal masak nasi saja, di rumah ada pembantu yang memasak, itu membuat Thalita tak biasa memasak.
Ini pertama kalinya Thalita memasak bersama- sama dengan keluarga. Ia sendiri juga termasuk gadis yang tomboy dan lebih suka mengerjakan hal yang ekstrim dimana lebih identik dengan Pria seperti olahraga wall climbing, hiking, bahkan sesekali pernah paralayang.
**
Bandung, November 2013
Oktober ini tak pernah tiada hari tanpa hujan di Kota Bandung. Walau hari nampak mendung, tak membuat Thalita malas untuk berangkat kulian.
Ia dengan tergesa- gesa membereskan buku- buku referensi untuk skripsinya. Ia pun telah menyetrika hijab segi empat berwarna biru mendung polos. 
Sang sahabat, Acha mengirimnya pensan LINE.
ACHA: [Ta, gue mau mundur aja...]
THALITA: [Maksud lo Cha?]
ACHA: [Gue mau cabut kuliah aja Tha... Gue udah nggak sanggup lanjut kuliah deqngan keadaan keluarga yang lagi berantakan begini...]
Thalita mendadak syok akan pesan Acha, sahabatnya tersebut.
Thalita pun menelpon Acha. 
Namun Acha tak kunjung menjawab telepon.
Thalita pun merasa khawatir. 
Tiba- tiba sebuah pesan masuk dari Villea Asyakilla di LINE Thalita.
Thalita pun tiba- tiba detak jantungnya mau berhenti melihat notifikasi dari Villea di tengah kepanikannya terhadap keadaan Acha.
DEG
Batinnya. Villea kenapa ngirimin gue pesan LINE ya?
Thalita pun ragu- ragu ingin membuka pesan tersebut. Ia memberanikan diri membuka pesan tersebut.
Thalita menarik nafas lega ketika membuka pesan LINE tersebut.
Villea: [Ayo mainkan GET RICH!]
Thalita sangat bersyukur karena Villea tak mengirim pesan yang dia cemaskan yaitu menanyakan hubungan Thalita dan Reyhan yang sebenarnya.
Thalita dan Reyhan baru saja berlibur ke Jogja seminggu yang lalu bersama teman- teman himpunan mereka.
Meski liburan tersebut adalah liburan bareng- bareng dengan teman himpunan, namun Thalita dan Reyhan curi waktu untuk pergi berdua saja di sela- sela waktu yang tak terduga.
**

"Teruntuk calon suamiku di masa depan, Aku mencintaimu. Aku ingin menjadi Ibu dan madrasah pertama untuk anak-anak kita kelak." -‐------------------‐‐-‐------------------‐‐-‐------------------‐‐-‐---- Hidup Thalita Afifa Assegaf berubah 180 derajat ketika Ia menginjakan kakinya pertama kali di Turki. Ia tak menyangka jika Ia akan betah tinggal di Kota Istanbul dan membuatnya akhirnya benar-benar menetap di Istanbul. Demi menghapus kenangannya di Jakarta, Thalita pun melabuhkan Kota Istanbul. Bertemu dengan Furqan Athagul, CEO Perusahaan provider seluler ternama di Turki. Ia adalah seorang Pria yang bisa dengan mudahnya menaklukan hati wanita. Ketampanan Furqan sudah tak perlu diragukan lagi di seantero Turki, gadis mana yang tak jatuh hati. ** Keadaan Turki yang carut marut karena pertikaian politik membuat banyak kerusuhan dimana-mana, imbasnya banyak para imigran di Turki yang harus menerimanya. Thalita pun karena satu hal harus bertransformasi menjadi Thalita yang baru. ** Mata Furkan tak bisa lepas dari wanita berbaju merah tersebut, wanita itu mengibaskan rambut lurus panjangnya dan melengos di depan Furkan. Furkan sangat yakin jika wanita yang Ia lihat adalah wanita yang sama, wanita yang merupakan mantan tunangannya. Ia benar benar terkejut akan perubahan wanita itu. ** "Sayang, maafkan aku... Jangan pernah ucapkan selamat tinggal! Aku tak pernah siap dengan perpisahan sampai kapan pun denganmu!" ujar Furqan. Thalita menitikkan air matanya. "Aku mencintaimu, tapi aku tak sanggup selamanya bersamamu! Selamat tinggal!" Apa yang sebenarnya terjadi dengan Thalita dan Furqan? **

Ketika rombongan prajurit bayaran itu datang, Rhode segera berdiri di depan Anne. Saat menyadari keberadaan Anne dan Rhode, para prajurit bayaran itu segera menghunus senjata mereka. Kemudian, kedua pihak terdiam sambil memasang posisi bertahan.
Meskipun demikian, Rhode merasa tenang karena dia tahu asal para prajurit bayaran ini. Black Pine Ruins memiliki enam labirin dan enam jalan masuk yang berbeda. Dari arah kedatangan mereka, Rhode menebak bahwa prajurit-prajurit bayaran itu pasti masuk dari 'pintu depan', sementara Rhode masuk dari 'pintu belakang'.
Para prajurit bayaran tersebut menatap Rhode dan Anne dengan wajah yang terkejut. Mereka semula berpikir bahwa tidak ada orang lain selain mereka di rentuhuan ini. Tapi dugaan mereka salah.
"Ada apa ini? Apa yang terjadi?"
Tiba-tiba terdengar suara yang dalam dari arah belakang mereka. Seorang pria kekar yang menggunakan baju pelindung lengkap keluar dari kerumunan. Ketika dia menyadari keberadaan Anne dan Rhode, pria itu merasa agak terkejut. Kemudian, dia bertanya sambil mengerutkan keningnya.
"Siapa kalian?"
"Bukan urusanmu."
Rhode menjawab pertanyaannya dengan santai sambil mengangkat pedangnya. Pria itu mendengus ketika mendengar jawaban Rhode yang acuh tak acuk. Kemudian dia berdeham. Seketika, para prajurit bayaran yang lainnya segera berpencar dan mengepung Anne serta Rhode.
"Aku tidak peduli siapa kau, Nak." Pria itu berbicara dengan dingin. "Ku beri kau kesempatan terakhir untuk menurunkan senjatamu, maka aku akan mengampuni nyawamu. Kalau tidak, kalian bisa menjadi hanti di tempat ini selamanya." Para prajurit bayaran di sekitar Anne dan Rhode ikut mengangkat senjata mereka dan siap menyerang.
"Heh."
Rhode tertawa pelan.
Kemudian dia tersenyum dengan lebar. Rhode mengabaikan kepungan para prajurit bayaran sambil menatap pria tersebut dengan pandangan yang menghina.
"Maaf, tapi aku tidak mengerti apa yang kau katakan. Bahasa Nimusmu terlalu buruk sehingga aku tidak bisa memahami. Mungkin jika kau tidak bertingkah seperti orang barbar, aku bisa mengerti apa maksudmu."
Sebagai pemain veteran Dragon Soul Continent Online, Rhode memiliki pengetahuan yang luas tentang berbagai daerah yang ada di dalamnya. Dia tahu apa yang disukai dan dibenci dari penduduk-penduduk daerah tertentu.
Hal yang paling dibenci oleh para penduduk Daerah Leilakala adalah jika mereka dipanggil dengan sebutan barbar. Selain itu, mereka juga benci jika seseorang mencemooh bahasa mereka. Orang-orang terkadang sulit memahami ucapan mereka karena aksen bicara yang kental. Dan bagi mereka, itu merupakan hal tabu yang tidak boleh disinggung. Mereka tidak rela jika seseorang mencemooh bahasa Nimus mereka yang buruk.
Sementara itu, penghinaan Rhode justru menyinggung kedua hal yang paling dibenci oleh penduduk Leilakala.
Ketika mendengar ucapan Rhode, sontak saja para prajurit bayaran termasuk si pria kekar menjadi marah. Meskipun demikian, Rhode tidak gentar sama sekali. Dia bahkan tidak menganggap mereka sebagai manusia.
Bagi Rhode, mereka hanya sekumpulan 'EXP berjalan'. Tidak lama lagi, mereka akan berubah menjadi EXP yang akan diserap olehnya. Oleh karena itu, Rhode tidak perlu repot-repot mengenal siapa mereka. Yang dia harus lakukan hanyalah menghabisi mereka secepat mungkin.
Di dunia ini, Rhode telah membunuh banyak orang. Tapi dia tidak menyangka bahwa dia mampu membunuh orang lain semudah ini. Dari sekian novel online yang pernah dia baca, sebagian besar karakter utama selalu merasa bersalah saat membunuh seseorang. Tapi Rhode tidak pernah merasa bersalah sedikitpun. Mungkin karena dia sudah terbiasa membunuh orang dalam game. Bisa saja Rhode tanpa sadar menganggap bahwa dunia ini adalah versi Dragon Soul Continent Online yang lebih canggih dan dilengkapi dengan berbagai fitur tambahan seperti rasa sakit, jeritan yang mengerikan, dan juga efek spesial pada mayat.
Oleh karena itu, Rhode merasa biasa saja saat dia membunuh orang lain. Dalam game, tidak ada pemain yang merasa bersalah saat dia membunuh seorang NPC.
Saat dia sudah bersiap-siap menambah poin EXP dengan membunuh orang-orang yang ada di hadapannya, Rhode mendadak terkejut. Dia melihat si pria kekar memberi isyarat kepada anak-anak buahnya untuk menahan serangan mereka.
Pria itu juga marah saat mendengar ucapan Rhode tadi, namun dia bukanlah pemimpin kelompok yang bodoh. Dia menyadari sesuatu yang aneh.
Bagaimana cara mereka berdua sampai ke tempat ini?
Seingat pria kekar itu, dia tidak pernah bertemu dengan Anne dan Rhode selama perjalanan menuju tempat ini. Anak buahnya tidak mungkin diam saja saat menyadari keberadaan dua orang asing di tempat ini selain mereka. Satu-satunya kesimpulan yang bisa diambil adalah dua orang ini pasti melewati jalan yang berbeda dengan mereka untuk sampai ruangan ini. Kalau tidak, dia dan kelompoknya pasti sudah bertemu dengan mereka terlebih dahulu.
Jadi, mereka datang ke sini melewati rute lain.
Kesimpulan itu masuk akal. Sebelumnya, beberapa anak buahnya telah memberitahu bahwa mereka menemukan beberapa pintu masuk di luar reruntuhan ini. Dia memilih memasuki pintu depan karena dia tidak yakin jika rute lainnya lebih aman.
Tapi, situasinya saat ini menjadi merepotkan.
Pria itu menatap Rhode dan Anne. Dia bisa melihat beberapa luka goresan di tubuh kedua orang itu. Itu membuktikan bahwa Rhode dan Anne juga sempat bertarung selama perjalanan menuju tempat ini. Kalau benar begitu, pria itu mungkin perlu mempertimbangkan lagi kemampuan mereka. Dia membawa 60 orang bersamanya. Dalam perjalanannya menuju tempat ini, pria itu harus rela kehilangan setengah anak buahnya. Sementara itu, mereka hanya berdua dan luka-luka mereka juga tidak terlihat parah.
Kalau analisanya benar, maka dua orang di depannya ini pasti sangatlah tangguh.
"Namaku Carmen, pemimpin dari kelompok prajurit bayaran Diamond."
Pria itu pun mulai mengenalkan diri.
"Kelompok prajurit bayaran Diamond dari Leilakala? Pantas saja aku tidak bisa mengerti ucapanmu."
Rhode tetap bersikap menghina walaupun Carmen telah mengenalkan dirinya dengan sopan.
"Tapi jujur saja, nama itu terdengar agak vulgar…"
Carmen mengepalkan tangannya dengan penuh amarah. Dia sangat ingin memukul wajah Rhode yang cantik. Tapi Carmen ingat bahwa dia memiliki misi di tempat ini dan misi itu jauh lebih penting daripada meladeni kekurangajaran Rhode.
"Aku adalah pemimpin kelompok prajurit bayaran Starlight dari Kota Deep Stone. Namaku Rhode."
Rhode sedikit mengangkat kepalanya dan memandang Carmen dengan angkuh.
"Kuharap kau bisa mengingat namaku dengan baik, Tuan Carmen."
"Pffttt…Ahahahaha!!"
Anne tiba-tiba tertawa. Dia merasa terhibur saat Rhode menghina Carmen dan anak-anak buahnya. Anne sudah sering mendengar umpatan-umpatan umum seperti "Dasar Bajingan!" ataupun "Kubunuh kau!", tapi ini adalah pertama kalinya dia mendengar hinaan gaya baru dari Rhode.
Tawa Anne membuat prajurit bayaran semakin marah. Beberapa dari mereka mulai mengayunkan senjata mereka dengan tidak sabar sambil menatap Carmen. Mereka menunggu perintah Carmen untuk membunuh kedua orang di hadapan mereka!
"Tuan Rhode, ya?"
Carmen mengabaikan hinaan Rhode. Dia juga marah, namun akal sehat Carmen memperingatinya agar tetap tenang. Bagaimanapun juga, tingkah laku Rhode terlihat aneh. Saat ini, Rhode dan Anne dikepung oleh anak-anak buah Carmen, tapi entah kenapa dia sama sekali tidak terlihat gentar dan terus menghina Carmen. Apakah Rhode sudah gila? Dan sekarang Anne juga ikut menertawakan mereka. Mereka terlihat terlalu santai di tengah kondisi yang terdesak.
Apakah mereka benar-benar sekuat itu ataukah mereka hanya mencoba untuk menggertak Carmen dan anak-anak buahnya?
Carmen pun langsung menuju ke inti pembicaraan.
"Kelompok kami dipercaya menyelesaikan sebuah misi."
Dia menunjuk ke arah Sphere of Mystery di tangan Anne.
"Kami mengorbankan banyak waktu hanya demi mendapatkan benda itu. Kalau bisa, aku harap kau bersedia menyerahkannya pada kami. Tentu saja, kami dari kelompok prajurit bayaran Diamonds akan memberimu bayaran yang layak."
Carmen mengeluarkan kantong uang dan menunjukkannya pada Rhode. Di bawah cahaya redup, Rhode bisa melihat beberapa koin emas dan berlian di dalam kantong itu.
"Jika kau menyerahkan benda itu, maka seluruh kantong ini akan menjadi milikmu."
Rhode tertawa setelah mendengar penawaran Carmen. Dia menggeleng sambil meletakkan tangan kanannya di pinggang.
"Hanya dengan uang seperti itu, kau berharap bisa membeli Sphere of Mystery dari tanganku? Maaf Tuan Carmen, tapi aku tidak sebodoh itu."
Rhode mengangkat bahunya.
"Maaf, tapi benda ini sudah terlanjur menjadi milikku. Dan aku tidak akan menyerahkannya kepada siapa-siapa. Jika kau menginginkannya, rebutlah jika kau bisa."
Rhode tiba-tiba mengulurkan tangannya dan membuka spatial bag.
"Anne."
Anne segera melempar Sphere of Mystery ke dalam spatial bag yang telah dibuka oleh Rhode.
"Tangkap mereka! Rebut benda itu!"
Kesabaran Carmen sudah habis. Dia segera menghunus senjatanya dan meneriakkan perintah kepada anak-anak buahnya.
Seketika, para prajurit bayaran meraung marah dan menyerbu Rhode dan Anne sambil mengangkat senjata mereka.
Di saat yang bersamaan, spatial bag di tangan Rhode mendadak melebar dan menelan Sphere of Mystery ke dalamnya.
Ruangan itu tiba-tiba menjadi gelap gulita.


Rhode adalah pemimpin guild legendaris yang paling berpengaruh dalam game Virtual Reality Multiple Player, Dragon  Soul Continent. Demi mengatasi rasa kesedihan karena adiknya meninggal dunia,  dia memainkan game tersebut selama tujuh tahun. Selama ini, Rhode berusaha mengurangi kesedihannya lewat game, tetapi sayang, hidupnya kembali hancur saat mendengar kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan pesawat.
Satu bulan setelah insiden itu, dia memutuskan untuk keluar dari game dan kembali ke dunia nyata. Sebagai perpisahan, Rhode melawan Boss monster yang paling kuat dalam permainan bersama dengan teman-temannya.
Akhirnya, dia bisa mengalahkan boss monster tersebut dengan mengorbankan nyawa avatarnya. Rhode  tersenyum saat avatarnya menghilang. Tetapi, dia malah tidak hidup kembali dalam platform game tersebut.
....
“A.. Apa...!”
Rhode terdiam dan menatap langit-langit yang terlihat asing.
Dan setelah itu, pemain legendaris yang berhasil mengukir sejarah selama 3 era menghilang begitu saja. 


Aliran tenaga telah ditarik keluar daripada tubuh Song Shuhang, terus hilang. Ia merupakan tenaga yang dimiliki oleh roh hantu. Setelah roh hantu ditarik ke arah kedalaman abyss, seluruh tenaga yang tersimpan di dalam badan Song Shuhang yang dimiliki oleh roh hantu itu juga turut hilang.
Sebagai akibatnya, cecair sebenar di dalam tubuh Song Shuhang memasuki keadaan yang teruk. Dia berasa seperti sesuatu di dalam dirinya telah diambil keluar, meninggalkan dirinya kosong. Setelah itu perasaan lemah meluru ke dalam kepalanya.
Pada masa yang sama, dia tidak boleh merasakan kehadiran roh hantu lagi.
Adaklah roh hantunya telah mati?
Roh hantu telah menemaninya sejak hari dia melangkah ke jalan pertapaan dan mengalami pelbagai jenis kesusahan bersama dengannya. Ia berjaya berkembang dan bertukar menjadi roh hantu bertaraf tinggi daripada roh hantu bertaraf pertengahan dengan susah-payah. Ia mempunyai potensi untuk menjadi hantu abadi pada masa depan, menjadi pasangan yang akan menemani Shuhang seumur hidupnya. Tapi sekarang, ia telah mati dengan tidak dijangka?
"Shuhang, apa yang berlaku kepada awak?" suara Abang Senior Tiga Alam kedengaran bimbang. 
Sejurus kemudian, sura Enam Belas Dari Puak Su, Yu Jiaojiao dan Biarawan Dao Mendatar juga kedengaran. 
Walau bagaimanapun, Song Shuhang terlalu lemah ketika ini, sangat lemah sehingga tidak boleh membuka matanya.
❄️❄️❄️
'Adakah roh hantu saya benar-benar telah mati?'
Song Shuhang tidak mahu berputus asa dan mula memeriksa tubuhnya. Dia memeriksa setiap inci tubuhnya, namun 'tenaga simpanan tambahan' milik roh hantu itu turut hilang. 
Ia sangat berbeza berbanding ketika cendekiawan berkilauan itu menghalang hubungan antara dirinya dengan roh hantu. Kali ini, nampaknya roh hantu itu benar-benar telah hilang...
'Tidak, nanti dulu!'
Song Shuhang menghulurkan tangannya dan menyentuh dadanya. Kemudian, dia menghela nafas dalam dan cuba untuk bertenang. Setelah beberapa ketika, dia memeriksa tubuhnya semula.
Daripada apa yang dia boleh rasakan... walaupun sangat lemah dan agak 'tidak lengkap', kontrak yang ditandatangani bersama dengan roh hantu itu masih ada.
Oleh sebab kontrak itu tidak hilang, maksudnya, roh hantu itu juga tidak hilang.
Song Shuhang menghela nafas lega.
Roh hantu itu bukanlah mati, tapi ia telah ditarik ke dalam dasar abyss oleh kuasa yang menakutkan itu. Inilah sebabnya dia tidak boleh mengesan kehadirannya lagi.
Kali ini, hubungan yang putus antara dirinya dengan roh hantu itu lebih teruk daripada apabila cendekiawan itu menghalangnya. Bukan perkongsian deria sahaja yang terputus – bahkan tenaga tersimpan tambahan di dalam tubuh Shuhang yang dimiliki oleh roh hantu itu juga hilang. 
Ia adalah sebab utama dia berasa badannya kosong. 
Walau bagaimanapun, roh hantunya masih hidup kerana kontrak itu masih wujud.
Selagi roh hantu itu masih hidup, dia akan mempunyai peluang untuk menyelamatkannya. 
Setelah menghela nafas lega, Song Shuhang mengendalikan <Teknik Tiga Puluh Tiga Binatang Suci> untuk pulih daripada rasa lemah yang menyelubungi seluruh tubuhnya.
Pada masa yang sama, dia teringat dasar abyss yang dia lihat tadi... apa nama tempat itu?
Kekuatan yang menarik roh hantu telah memberikan Song Shuhang tanggapan sesuatu yang melepasi konsep 'ruang'. 
Kuasa jenis apa yang melepasi kuasa ruang?
Song Shuhang bukannya seorang pertapa yang tidak berpengalaman lagi. Sekurang-kurangnya, dia tau yang kuasa ruang merupakan sesuatu yang hanya boleh digunakan dengan bebas oleh Penguasa Tribulasi Tahap Sembilan sahaja. 
Kalau begitu, kekuatan yang menjangkaui Penguasa Tribulasi Tahap Sembilan adalah...
Apa yang akan menjangkaui ruang...? Mungkin... masa?
❄️❄️❄️
Sebaik sahaja Song Shuhang sedang berfikir dalam, pagar ruang kecil muncul di tengah-tengah tapak tangannya. 
Sejurus selepas itu, kristal berkilauan jatuh ke dalam tapak tangannya. Sama seperti orang yang menyentuh tubuh roh hantu beberapa ketika dahulu, serpihan ini juga merupakan serpihan khazanah magis yang bertaraf Penguasa Tribulasi.
Kemudian, secebis maklumat dihantar daripada kristal berkilauan ke otak Song Shuhang.
'Gerak kaki <Pecutan Samawi>. Tubuh samawi yang bergerak dalam bulatan siang dan malam tanpa rehat, berulang-ulang kali. Seorang lelaki mulia boleh mengikuti, bertenaga dan berusaha untuk peningkatan diri sendiri. '
Ia merupakan sejenis gerak kaki cendekiawan daripada cabang yang sama seperti <Perjalanan Sepuluh Ribu Batu Orang Mulia>. Selepas seseorang berjaya berlatih <Perjalanan Sepuluh Ribu Batu Orang Mulia> sehingga mencapai tahap mahaguru, mereka boleh berlatih teknik seterusnya juga.
Gerak kaki <Perjalanan Sepuluh Ribu Batu Orang Mulia> sesuai untuk serbuan jarak jauh, seseorang tidak akan tercungap-cungap walaupun selepas berjalan beribu-ribu batu. Ia juga agak bagus untuk mengelak serangan jarak dekat. Selepas berlatih hingga ke tahap mahaguru, pengguna akan menjadi ringan seperti, melompat di atas permukaan air seperti pepatung.
Selain itu, <Pecutan Samawi> juga merupakan sejenis gerakan kaki yang bergantung kepada perlembagaan berkuasa pengguna tersebut. Oleh sebab itu, ia mampu memecut dengan pantas. Ia merupakan teknik pertapaan yang menggabungkan penguat badan dan pecutan laju.
Ia merupakan hadiah terakhir yang ditinggalkan oleh cendekiawan berkilauan itu buat Song Shuhang. Semasa saat-saat terakhirnya itu, dia merangsang semua tenaga yang tinggal di dalam khazanah magis Penguasa Tribulasi dan membuka pagar ruang, lalu menyerahkan teknik pertapaan kecil ini kepada Song Shuhang.
Setelah teknik itu diserahkan, kristal itu akan hilang kilauannya dan bertukar menjadi serpihan gelas. 
Song Shuhang mengeluh lemah.
Pada masa ini, beberapa suara kedengaran di sebelah telinganya.
"Saya rasa kita perlu pastikan Shuhang makan pil ubat untuk memulihkan kekuatan fizikalnya," kata Yu Jiaojiao.
Enam Belas Dari Puak Su, "Mungkin kita perlu suapkan pil ubat itu untuk membuatkannya menyimpan qi sebenar dan tenaga rohani juga?"
Abang Senior Tiga Alam berkata, "Saya nampak yang aura seluruh badan Shuhang berada dalam keadaan yang teruk. Saya mungkin juga akan menggunakan tenaga untuk menyelesaikan aura yang teruk di dalam badannya ini."
"Awak sudah tersilap! Selepas saya memeriksanya, saya mendapati yang kawan kecil Shuhang sangat lemah kerana dia telah menyerap sejumlah besar 'cecair sebenar asal' dalam masa yang singkat. Nampaknya, dia memahami sesuatu di sini di sebelah perigi purba. Kali ini, giliran saya pula untuk bertindak." Biarawan Dao Mendatar ketawa dan berkata, "Oleh sebab dia kehilangan banyak cecair sebenar asli, dia akan dipenuhi dengan tenaga hanya setelah saya memberinya kekuatan yang berbaloi selama setahun!"
Setelah dia mendengar kata-kata ini, Song Shuhang menggunakan seluruh kekuatannya untuk membuka matanya dan berkata, "Biarawan Dao...kasihanilah saya!"
"Eh? Kawan kecil Shuhang sudah bangun lah," kata Biarawan Dao Mendatar dengan menyesal. "Kawan kecil, tubuh awak kehilangan banyak tenaga asli. Oleh itu, awak perlu mendapatkan kekauatan saya untuk mengembalikan tenaga asli yang awak hilang."
Song Shuhang ketawa kosong dan berkata, "Terima kasih atas perhatian awak, Biarawan Dao. Namun, tidak perlulah untuk awak berikan kekuatan awak kepada saya. Tambahan pula, saya tidak mempunyai apa-apa dengan saya yang saya boleh tukarkan."
"Mungkin awak boleh membenarkan... ahahaha." Biarawan Dao Mendatar berhenti setengah jalan dalam ayatnya. Pada mulanya, dia hampir menyatakan 'Mungkin awak boleh benarkan Wanita Bawang untuk mengiktiraf saya sebagai gurunya'. Lagipun, inilah objektif sebenarnya!
"Apa-apa pun, terima kasih atas perhatian awak, Biarawan Dao. Tapi awak tidak perlu bimbang. Saya hanya perlu duduk dalam meditasi sebentar untuk pulih." Song Shuhang menghulurkan tangannya dan mengeluarkan porsyen 'Serbuk Qi Sebenar Tasik Salji Edisi Ke-7' daripada dompetnya dan memakannya, mula memulihkan cecair sebenar dalam tubuhnya. 
Enam Belas Dari Puak Su duduk di sebelahnya dan bertindak sebagai perlindungnya.
❄️❄️❄️
Roh hantu telah ditarik pergi oleh kuasa zalim itu, ditarik seperti mee, kemudian diratakan, kemudian kembali menjadi mee semula dan sebagainya.
Tidak tahulah berapa lama proses ini berlangsung tapi akhirnya, kekuatan itu hilang.
Sebagai akibatnya, roh hantu telah dicampak keluar daripada proses 'teleportasi'. 
Sejurus kemudian, ia menyedari dirinya berada di atas rumput. 
'Saya berjaya hidup? Saya fikir, saya pasti akan mati kali ini!' roh hantu ini berdiri dan memeriksa tubuhnya. Mujurlah, tidak seperti ada sesuatu yang hilang... sebenarnya, keadaannya lebih baik daripada sebelu mini kerana dua luka dalam di belakangnya akhirnya telah hilang. Ia merupakan sesuatu yang perlu diraikan!
Seterusnya, ia membuka tapak tangannya dan mendedahkan secebis khazanah magis tahap Penguasa Tribulasi. Pada masa ini, cebisan itu telah kehabisan seluruh tenaganya, lalu bertukar menjadi kristal putih.
Mujurlah, tenaga terakhir yang ada di dalam cebisan itu melindungi tubuhnya dalam ruangan yang bercelaru, membenarkannya untuk mengelak daripada berkecai menjadi cebisan.
Namun, apa tempat ini? Roh hantu Shuhang menoleh kepalanya ke belakang dan memandang sekeliling.
Ia boleh mendengar nyanyian burung dan bauan bunga-bungaan, ada juga pokok yang tinggi. Tenaga rohani di dalam cebisan dunia ini sangat kaya. Roh hantu tidak perlu melakukan apa-apa, hanya perlu duduk diam, tenaga tersebut akan dituang berterusan ke dalam badannya, memulihkannya dan menguatkan tahap pertapaannya dalam proses tersebut.
'Apa jenis alam abadi yang telah saya masuk ini?' roh hantu itu terfikir sendirian.
'Apa-apa pun, lebih baik saya hubungi tubuh utama dahulu'
Kali ini, tubuh utama perlu ditenangkan dengan lembut. Tambahan pula, ia akan dipujuk selama tiga jam... tidak, sekurang-kurangnya lima jam untuk memulihkan hati yang telah luka!
Namun sejurus kemudian... roh hantu itu tergamam.
Ia sebenarnya gagal untuk menghubungi tubuh utama. Pada masa ini, tiada Penguasa Tribulasi Tahap Sembilan yang menghalang hubungan tersebut. Ia masih gagal untuk merasa kehadiran tubuh utamanya. Ia berasa yang mereka berada dalam dua dunia yang berbeza. 
Situasi ini agak ganjil. Kontrak antara roh hantu dan tubuh utama masih lagi ada... kalau begitu, kenapa ia tidak boleh berhubung dengan Song Shuhang? 
Selepas pemeriksaan yang teliti, roh hantu itu mendapati yang kontraknya agak... 'tidak lengkap'?
Apa yang baru sahaja berlaku ini?
Roh hantu itu menggaru kepalanya, tidak memahami apa yang tidak kena dengan keadaan terkininya ini.
'Lupakanlah. Lebih baik cari tempat dengan kehadiran manusia dahulu dan tanya orang yang tinggal di sini tentang tempat ini.'
Tidak tahulah sejauh mana tempat ini daripada China. Siapa tahu berapa lama ia akan mengambil masa untuk pulang ke Bandar Wenzhou dan mencari Song Shuhang...
Oleh itu, roh hantu itu terbang tinggi ke langit, melihat kawasan di bawah daripada atas.
Ia terus terbang dengan lebih tinggi, hingga mencecah hujung langit.
Sejurus kemudian... ia mendapati dari jauh seni bina yang rumit kelihatan di banyak tempat.
Ia menemui yang seni bina itu sangat dikenali.
Lagipun, dirinya dan tubuh utama telah melepasi beberapa kali di dalam tempat itu baru-baru ini.
Tidak silap lagi, tempat itu ialah... Pavilion Air Sejernih Kristal!
"Oleh sebab Pavilion Air Sejernih Kristal ada di sini, saya harap untuk dapatlah berhubung dengan tubuh utama melalui Mahaguru Pavilion Chu atau Kakak Senior Ye Si." Roh hantu itu terbang ke depan menuju ke arah Pavilion Air Sejernih Kristal dengan kelajuan yang tinggi.
Namun, sebaik sahaja dia berada di dalam perjalanan, tiba-tiba ia terfikir tentang beberapa perkara.
Bukankah Pavilion Air Sejernih Kristal terapung di angkasa? Bila pula ia kembali ke Bumi? Mungkinkah Mahaguru Pavilion Chu penat melihat bintang di angkasa dan membuat keputusan untuk memindahkan semuanya ke Bumi?
Oleh sebab ia mewarisi sifat berhati-hati Song Shuhang, roh hantu itu perlahan-lahan mendekati Pavilion Air Sejernih Kristal.
"Hello, apa khabar?" Tiba-tiba suara seorang wanita kedengaran daripada belakang.
Roh hantu itu juga berasa takut. Walaupun ia mempunyai penglihatan 360 darjah, ia tidak perasan seseorang telah mendekatinya daripada belakang.
Namun, sebaik sahaja ia mendengar suara itu, ia menyedaru yang ada seorang wanita cantik muncul di sebelahnya.
Wanita itu terapung di udara dan rambut panjangnya mencecah kakinya.
"Mahaguru Pavilion Chu?" Roh hantu itu menyedari yang wanita di depannya itu adalah Mahaguru Pavilion Chu.
Walaupun wanita itu kelihatan lebih muda dan tidak mempunyai aura malas di sekitarnya, roh hanti itu pasti ia Mahaguru Pavilion Chu, iaitu mahaguru Pavilion Air Sejernih Kristal. 
"Eh? Awak kenal saya ke?" kata wanita itu sambil tersenyum. "Kalau begitu, kenapa awak curi-curi mendekati Pavilion Air Sejernih Kristal kami?"
"Mahaguru Pavilion Chu, awak tak kenal saya ke?" Roh hantu itu meneka dalam hatinya. Walau bagaimanapun, dia masih bertanya soalan ini.
"Kita kenal ke?" Mahaguru Pavilion Chu bertanya dalam kebingungan.
Kali ini, roh hantu itu tidak terus menjawab. Sebaliknya, ia memandang Mahaguru Pavilion Chu dengan dekat.
Ada mutiara kristal sebesar telur melekat di pakaian rohani Mahaguru Pavilion Chu.
Roh hantu itu melihat wajahnya sendiri yang terpantul di mutiara kristal itu...
Pada masa ini, 30% ciri-ciri mukanya menyerupai tubuh utama itu, manakala 70% lagi menyerupai cendekiawan berkilauan itu. 
'Kenapa pula penampilan saya boleh berubah?'
Setelah melihat yang roh hantu itu tidak membalas selepas beberapa ketika, Mahaguru Pavilion Chu bertanya lagi, "Awak siapa?"
"Penzalim Pedang Lengkung Song-" roh hantu itu mengangkat kepalanya dan mengetap giginya, lalu berkata, "Nama Saya Song Satu!"
Bahagian 'Penzalim Pedang Lengkung' itu perlu dibuang. 


Satu hari, Song Shuhang dimasukkan dalam satu kumpulan perbualan yang terdiri daripada orang-orang tua yang menghidap penyakit mental. Mereka memanggil setiap ahli sebagai Rakan Dao dan pelbagai nama panggilan yang lain seperti Mahaguru Istana, Ketua Gua, Raja Agung, Mahaguru Abadi dan lain-lain. Haiwan peliharaan ketua kumpulan yang telah lari dari rumahnya itu juga dipanggil dengan panggilan Anjing Raksasa. Perbualan harian mereka biasanya melibatkan tentang cara menapis ubat, meneroka ke kawasan tinggalan sejarah atau berkongsi pengalaman tentang teknik-teknik untuk kemahiran tertentu. 
Selepas beberapa lama dia berada dalam kumpulan perbualan itu, tak semua benda seperti yang disangka...

"Ding! You've unlocked the task [Manga Artist]."
"Task requires publishing an installment of a series of manga novels and publish a single volume."
"Upon completion, you will receive the title [Manga Artist] (Drawing skills +3, design +3, scriptwriting +3.)"
There was only one phase for this task and finishing it would reward him 100 points.
Possessing a manga novel series and publishing one volume was enough to retain the title of a manga artist.
The title also came with three additional attributes.
Drawing skills, including the basic foundations and techniques, had been learned by Meng Fan after receiving the drawing skill attributes. Moreover, this drawing technique bonus didn't just include animation techniques, but other types as well. Only Meng Fan's current jobs were all related to manga.
Drawing skills would give him the abilities of a well-rounded artist.
The design included character design, environment design, stylizing, and more.
Screenwriting included dramas, adaptations, plot designs, segmentations and so on.
From the description, it was the full set of skills needed to produce a series of manga novels.
Meng Fan understood that the success of a manga would be inseparable from these three attributes. If he could attain these add-ons, it would be incredible. These attributes were also what every animation and manga student dreamed of.
If there was another related attribute that was more refined that came later, then it would be even more perfect.
Meng Fan had chosen to study drawing, specifically animation as his major. Obviously, he didn't want to just be an illustrator to get by. His ultimate goal was to become an anime practitioner.
He wanted to partake in the production of animations, as well as creating his own manga. These were all within Meng Fan's scope of pursuit.
He began to design his first manga early on already. In high school, the results had come to an eventual end. Meng Fan became in awe of manga creating.
Since he began college, Meng Fan did not give up his dream of creating a manga, only he never thought about it or tried to start one. He needed more power to prepare for the day his drawing abilities and his scriptwriting skills were at a satisfactory level. His specific field-based research had been enough to support at least half of the manga... So once he felt that everything was up to par and the timing was right, he would then begin the process of creating a manga.
After being reincarnated, because of the rewards the task [Illustrator] had netted, Meng Fan was very clear as to where his current drawing skills stood. Presently, Meng Fan's skills could certainly support the production of a manga, his drawing techniques, in particular, were enough to exceed half of the professional manga artists out there.
As for design, he was always been a leader in this aspect.
Those things, coupled with his hand speed, could mostly solve the two important factors of efficiency and perseverance.
Although [Illustrator] had awarded him with imagination, Meng Fan felt that what he lacked most was scriptwriting. This was the most important ability, far more important than drawing skills.
Now that there was an achievement task that could increase his scriptwriting skills, he was not prepared to begin a manga. Should he still go for it?
Of course!
To Meng Fan, it was a simple task.
One, it wasn't hard to create a series. Nowadays, Hua Xia's manga network was vast and made it easy for anyone who wanted to upload their manga series. Even if the system didn't recognize an online series, Meng Fan had a way of finding a manga network to officiate his series. The System couldn't have requirements for manga publishing studios right.
Two, it was also not difficult to issue a single volume. Finding a serialized website or a publishing house to help Meng Fan with the publication would be quite difficult, but worst case Meng Fan could pay to publish it himself. The system probably didn't require someone else to pay right? And he couldn't be too picky when it came to publishing platforms… right?
After publishing, he could probably kiss the idea of selling it goodbye. He could just give it out.
In the end, it was not difficult to produce a manga with his current drawing skills and imagination. It wasn't hard to create one, but its quality was a different topic.
The only thing that Meng Fan did not understand was how he had triggered the task. What was the trigger mechanism of the System?
If Meng Fan or Qin Jiao suggested the idea of creating a manga could trigger the task, then that would be understandable. But this was somebody else's business.
Was it because they mentioned creating a manga? But that doesn't make sense. Mr. Ma's professional class mentioned manga creation at least five times in each lecture, yet it did not trigger a task.
Or was it because the system heard that someone else wanted to create a manga and decided it was time Meng Fan made one too and tossed him a mission?
"What's wrong with you?" Qin Jiao noticed Meng Fan's sour look after agreeing.
"I'm not happy. What else could be wrong?"
After the task was triggered, Meng Fan's heart was prancing with joy, but he couldn't say so. He pretended to dissolve his grief and anger into an appetite, making Qin Jiao speechless.
Qin Jiao was powerless as well. "If you eat like this, nevermind ten kilometers, you won't lose any weight even if you run twenty kilometers a day!"
"I do run twenty kilometers a day, but it's the first time you're actually paying for a meal you invited me to!" Meng Fan continued to scarf down the food on the table.
"You're hopeless! Fine, eat as much as you can!"
"Where are you going?"
"The bathroom. What, are you scared I'm going to run?"
"Yes!"
"Then why don't you come along?"
...
It was 9 in the evening, and Ah Feng and Cai had just left the dormitory building to pull an all-nighter at the internet cafe. They hadn't walked far when they were stopped by someone.
"Young master Hu!"
The two shouted out a name that disgusted them but had sounded sweet to Hu Ting Song. They smiled and approached him, asking, "Do you need something from us?"
Hu Ting Song had a solemn expression as he pulled out a handful of cash. "Help me teach someone a lesson. Here's two thousand HXB for you guys to buy a smoke, as long as you don't use a knife I can help you cover it up."
The two smiled, insulting him in their minds.
'If you want us to teach someone a lesson, then we'll teach someone a lesson. Who uses a knife for that? We're not dumbasses.'
They took the money. "Who did our big brother dirty? One word from you is enough!"
Hu Ting Song bit his teeth and forced out two words. "Meng Fan."
"Who? That fat ass from the animation department?"
Ah Feng stuffed the money he had just received back into the hands of Hu Ting Song. His face turned bitter. "Young master Hu, anyone else would be fine, but him, we really can't!"
They both remembered the night they had run into Meng Fan when they were 'helping' Zhao Chang Gui straighten out Chen Da Qiang. The two wanted to cry at the thought. That feeling of being suppressed by one hand and the pain that followed at any point could not be understood by most people!
They thought about it again and understood why Hu Ting Song was so desperately looking for trouble. It seemed that the victim from the story of "Three thousand is more badass than ten thousand" on campus had been the guy standing in front of them!
Yes, this iron hero could f*cking run ten kilometers. Was that not terrifying!?
Hu Ting Song creased his brows. "You guys are still afraid of him?"
The two nodded in admittance. Cai thought for a moment. "How about, you think about some other ways to deal with him?"
...
Meng Fan still followed his original plan for the evening stream. There were no more novel illustrations, so he decided to draw some mecha. It was just that he had interacted only with Hua Xia's historical culture growing up. Since he also enjoyed it too, the 'mecha' gear had been heavily influenced by ancient Hua Xia history toward the direction of armor.
It was cool to engrave a Gundam with inscriptions of traditional thunderclouds and weavings. It was also convenient to add a yin yang based formation on a transformer!
Meng Fan ended the stream at nine o'clock sharp and continued to ponder his manga job in the studio.
As he thought about it, he took out his phone once again and began to sort through the ideas and inspirations he had collected over the years.
As he sorted through them, Meng Fan discovered he had actually made quite a lot of preparations to create his own manga. 
If anything, just the research alone was enough to support a historical type manga's character, style, and environment design.
And Meng Fan believed it was possible to begin from this aspect.
Although the achievement task of [Manga Artist] made Meng Fan ecstatic to complete it and gain its attributes, it could also be attained quickly. Meng Fan thought it through; he thought that the final product had to have a certain level of quality.
They weren't strict requirements, but he should at least be able to show it off. No matter what, it had to be worthy of his own drawing skills!


To reward Meng Fan for his bravery before his heroic death, the cosmos rewarded him with a 'system', sending him back in time to three months ago, alive.

As the ships gradually approached the city, Manga found himself forgetting all the stuff that weighed heavily on him. A lot was lying on him, and the pressure was mounting.

The first massive mobilization of the Kingdom of Tristan. The first airborne attack in this world. To say that the pressure was mounting would be an understatement. 

However, at that moment, Manga stripped off all those unnecessary thoughts. In his head, the only thing that was running was the tactics of the war, the size of the opposition and the weapons at his disposal. 

He cradled the assault rifle he was holding in his hands tightly. The city was getting closer and closer.

Suddenly, massive boulders came at them in the air. Manga guessed they were within the range of the enemy's trebuchets.

Looking at the boulders, Manga smiled before giving the signal. 

Mounted on the bow of the ship were 2 turrets of heavy machine guns. The turrets had an ammo box that could hold more than a thousand rounds. The Guns were placed on rotating mounts that could turn any direction for 360 degrees. This was part of Barda's new additions. 

When the trebuchets were coming at them, Tristan forces unleashed the destructive power of the machine guns on the boulders, shredding them before they got close. 

Watching this happen, everyone on the ships was inspired. Siege towers were always a dreaded part of any war. Evasion was largely based on luck, but seeing that there was a way to deal with them finally, they were overjoyed. 

Manga smile as he watched the boulders disintegrate in the air. However, the smile quickly faded as he watched a boulder tear through the air, seemingly unaffected by the hot rounds. 

The moment the boulder struck the ship's capsule, it exploded. With the explosion came the concussive soundwave which knocked everyone in the lead ship down, some even blown completely off the ship.

Manga tried to get up even though his ears were ringing and he was disoriented. Looking around, many of his men were also in similar condition. 

Next came the onslaught of ballistae bolts. They were being fired at the ships and the capsules. 

"The capsules will hold," Manga said as he finally got up. However, a bolt struck a wooden pole next to him. Looking closely, the bolt had a small trinket on top of it that looked like a chicken egg.

Before he could investigate, dark purple gas started coming off the little ticket. Suddenly, Manga found himself unable to breathe no matter how hard he coughed. His throat and nose were being corroded. 

He backtracked as fast as he could trying to get some distance between him and the bolt. As he did, he raised his rifle and started firing at the bolt, he needed to get the thing off his ship. 

It took him an entire clip to completely shatter the bolt and send the package off the ship, but he managed to. He was lucky the bolt had struck the edge of the ship, had it struck the inside, someone would have had to carry it off the ship. 

However, Manga's breathing system was completely corroded, and every breath he took was a pain. He was wheezing and bloody form coming out of his mouth, gaping at death's door. 

A delicate hand landed on his shoulder and started digging its way underneath his armor. Commander Manga was freaked by this, thinking that this was an assassin coming to finish the job. He neither had the strength nor the will to fight him off. Might as well make it quick. 

After a long wait, Manga realized he was not dying. Matter of fact, his breath was back to normal. For a moment he wondered if he was hallucinating, but this could not be a hallucination, could it?

Waking up, he found that he was back on the battlefield. The man that had man-handled him was crouching over another soldier, holding his neck as well. Looking at where the gas had been, Manga was shocked to see 2 figures, each holding a staff, with their arms outstretched. 

The gas that had landed on the ship was being blown away, and there were healers on the job. That must have been how he was back to full compliment. 

Each city-state contributed a part of its elite warriors to this first deployment. They were going to be the best in Tristan. Lord Abu had contributed 10,000 mages. Of these, 2,000 were healers.

For his entire fleet, Manga had 400 ships under his command. As per the arrangement, each ship formed a unit of 250 warriors. Among these, there were 25 mages, 5 being healers. 

For his attack, Manga had deployed 200 ships while the remaining 200 were left as reserves. He would be receiving more reinforcements soon, but for now, he was being cautious. 

Leading up to the attack, Manga had organized his forces into 4 grounds of 50 ships. These ships would attack from the north, east, west, and south, surrounding the city with no way out. 

Manga did not employ some fancy formation for the assault, opting to form a straight line. This was largely due to the shape of the airship. Formations would do more harm than good, causing the ships to obstruct each other. 

There was also the fear factor. He wanted them to see the might of fifty ships coming at them, spread out and covering more ground. 

Finally, Manga had had to consider the siege towers. Grouping together just gave the attackers a juicy opportunity to take out many people at a go. Spreading also gave the ships some form of maneuverability in case they needed to evade. 

The mages that were on high demand, other than healers, were wind mages. Even on this ship, Manga had only gotten one, and he was doing his best to keep the corrosive gases out. 

At the same time, the concussive sounds were still going off all around the ships. It seemed the siege weapons were enchanted with sound magic. There was little they could do about that now. 

Manga realized that among the infected he was among the first to recover. This was no accident since the healer had run to him first as the commander. The bolt had landed around the bow of the ship, which meant the ship's forefront was incapacitated. 

Realizing that he shouldn't be laying around, Manga shot up and ran for the machine guns. He had never used them before but he guessed they were the same as what he was used to. Looking at the crosshair, he guessed its purpose. Aiming, he fired. 

Nothing happened. "D*mn it, why is there a safety switch for everything?" He shouted as he looked for a lever, experiencing Deja Vu. 

Finally, the gun responded. Commander Manga was shocked by the power of the gun as it seemed to come alive. Once as a boy, he had jumped on a bull and tried to ride it. That was a bad mistake that almost cost him life. 

This felt the same as it was back then. The machine transformed into a beast that would not be controlled. The commander was not distraught but thrilled. He unleashed hell as the sweet sound of the rifle drowned out the concussive sounds. 

All this felt so unreal and off this world. To Manga, those people on the ground were no longer people but targets, blobs that he needed to hit. Seeing them explode did not disgust him as it should have but rather excited him, as it reported to him of his successful kill. 

With his people coming to, and the ships making ground, they were finally on top of the walls. The machine guns laid waste of the walls and those people on it, totally suppressing anyone who dared lift a finger. 

Once they were over the city walls, ropes were thrown over the hulls. With Manga at the lead and the ship's machine guns covering them, the warriors descended from the ships using the ropes and engaged the enemy. 

Manga could remember this part well, not long ago he had been in a similar situation, only this time, he had gone off the ship willingly. It felt good to land willingly.

Looking ahead of him, Manga saw that the enemy's armies had amassed to receive them. Poor buggers, the ships had made quick work on their formations, and they were now in disarray. 

Manga did not rush to charge but waited until everyone was off the ship. Now all that remained were the ship operators, the healers, and the ranged attackers. These included the bowmen, the crossbow, machine gun, and ballistae handlers, and mages. 

With the ships leading the charge, The commander let out a loud shout as he charged at the enemy. The target was the marble building overlooking the city. The palace of Yuniah.

This guy is a friendly neighborhood intergalactic spy. Unfortunately, his life is in jeopardy due to his career choice, but his enemies are too wide and too galactic he cannot evade them. So he goes nuclear. 

To start over, he kills his old life but wakes up in an android. Moreover, he also hatches a brilliant plan to make his former life completely disappear, so that he may be considered well and truly dead. 

It's a deadly plan with very low chances of survival but it's all he's got. Will he make it, and more importantly, what kind of new life will he make for himself? 

This is a journey of love, war, and magic. You will also find plenty of Kingdom building going on. A new world and a new lease of life, with nightmares he cannot even begin to fathom. 

However, the man quickly realizes that with his power he had more to offer than just espionage. With his strength, he might just be powerful enough to save the universe.

So, I'm now 5 years old. I'm in Year 1. If I was in Japan, I wouldn't even be going to school. Jesus, my classes are horrible. Everyone keeps treating me like a girl. Heck, even the teachers treat me like one. Well little problems. My friendship with James and Alma is going great. We really bonded over this year. My quirk has also seen some significant growth. I tried infusing the wind element into a paper throwing star, caused it to slice through a curtain. Definitely dangerous. I also find that I could make potions. I thought of Minecraft potion effects and thought 'hey what if I infuse energy and fire element into a water bottle.' First try I caused it to evaporate. Second produce a fire water, drank it by accident and it was like eating concentrated ghost chilli pepper. My tongue is still numb. Milk didn't really work on it. However, I could now produce pepper concentrate on the go. Bound to be useful. The third try, I created a fire resistance potion. Naturally(with me being the avatar) I'm resistant to passive flames. I tested it on an insect. I thought it worked but all it did was make the insect unable to feel temperature. I created a temperature numbing drug. Not bad if I do say so myself. I kept trying until I finally succeeded. Those insects' sacrifices would not be forgotten. My next test was to see if it worked on objects. So, I poured the potion onto a teddy bear and then using my expert control. Almost burned down my house. Yeah, didn't expect for things to go so outta control. Luckily only my bedroom got damaged before mother put out the fire. However, most thing in the room are either water damaged or burn damaged. She decided to flood my room with me in it. She's must me great at her hydro-kinesis. The teddy did survive, so I successfully crafted a potion  of fire resistance. But I won't be doing any more of this. Partially because I might damage the house. But mostly because mother used this as an excuse to sleep with me in the guest bedroom. My father was looking ecstatic, sacrificing his only son just to get some peace 


More importantly, the lives of Kouta's parents. Suggesting that Midoriya's 16 at the time (when they went to their camp outing Midoriya must be 16 at least. Otherwise they did so much in less than a school grade, which  is bullshit.) Kouta's parents must have died when Midoriya was 14. If I am almost the same age as the deku, I have to be able to take on an A/S-rank villain in 9 years. No sweat, Muscular is only like a diluted version of All-Might, Japan's Number 1 hero. Awww Shit. Well I must hope that I'm the same age, but I in some ways, to be part of the MHA world, I kinda need to be in Midoriya's class. 

That aside, time to create a manga and a light novel. Why you may ask, not to get money, but also to make a name and to get some influence. Okay, also money. With my memory retention, I can remember all light novels and plots I have ever seen. And with the manga market saturated with hero manga based on real life. My manga will be an 'original' and 'creative' masterpiece. I can't wait. I'll start with In Another World with My Smartphone. I want publicity, but it doesn't have to be good publicity. My manga will be Dragon ball. This is a classic. With its classical art style and gags, this'll win over the public. Now to convince my parents to get me The Technology.

"Mama, can I have tablet to draw on and watch cat videos." I say in a girlish voice.

"Sorry honey, but I don't think you old enough to have one." She says apologetically.

"Pwease, mama (activate puppy eyes) I really want it. Remember I love you thisssss much" widening my arms in a cute manor.

 She suddenly bolts out the door. Crap, did I overdo it. Well I better write down ten chapters for the light novel. I can't wait for the reaction.

~7 minutes later~

*Thud*

What the heck was that. Shit is it robbers. I quickly scramble out of the guest bedroom, checking every corner while I make my way to the front door. What I see next is a silhouette, holding a package, with a crazed look in their eye. Painting, she steps forward. Aw crap. I scrabble back, by back hitting the wall. My father peeks around a corner, he looks ready to pounce. Suddenly, the intruder takes a long, hard stare at hi. Their eyes meet, next second my father disappeared. Goddess damn it. Useless. It crouches down.

"Hello, daughter. Let's have some fun. Hehehehehe."

Oh No

~2 hours later~

 2 hours playing with that demon. Dressing me up in idol clothing she bought online, tickling me all over and recording the whole thing. I stumble out of the room, shaken by the hellish routine, this must be child abuse. Thankful, I got the top-of-the-line tablet which has 8192 levels pen pressure, 21.5" HD IPS Display, ultra-light-weight pen and drawing software support. This thing's perfect for drawing manga. Time to download a manga drawing app and start make manga. Then I need to contact a publisher. Better wait for a few years then contact them, it a bit unbelievable that a 5-year-old is pumping out manga.

2 hours playing with that demon. Dressing me up in idol clothing she bought online, tickling me all over and recording the whole thing. I stumble out of the room, shaken by the hellish routine, this has to be child abuse. Thankful, I got the top-of-the-line tablet which has 8192 levels pen pressure, 21.5" HD IPS Display, ultra-light-weight pen and drawing software support. This thing's perfect for drawing manga. Time to download a manga drawing app and start make manga. Then I need to contact a publisher. Better wait for a few years then contact them, it a bit unbelievable that a 5-year-old is pumping out manga.

I quickly show the manga I created to my mother and father; they are really impressed with the design as well as the story. They especially like the idea of a kid with a monkey tail and think that a world without quirks is pretty much original. It seems like my mother has some connection with publishers in japan, who knew. She said she would give them a call to see if they would be interested in it while also open a bank account for me.

Crackedhouse Studio Editor POV

Crackedhouse Studio, despite the naming sense, is one of the most well respected and influential publishers for Manga, Light novels, magazines and novels. However, anything that interests may be given some support. With branches in major countries around the globe, it allows them to meet with artists. It's an expensive but beneficial to their company in finding new authors.

Although it's competitors, DreamPlanet, slowly gaining popularity, mainly due to their new releases of a few light novels and Manga. Their names are In Another World Without A Quirk, Reincarnated As A Quirkless Sword; Watch Me Rise To The Top, My Wizard Academia and  their most popular manga The Quirk Stealer Skill Is Overpowered. While Crackedhouse Studio struggles to fin an exceptional manga to blow their opposition out of the water, DreamPlanet might steal their spot as number one.

Great, the manga chapter for Hero In Parallel World is late. How am I gonna explain this to the Bossman. God this is a disaster. With the pressure of DreamPlanet, Bossman demanded a decrease for the deadline. We're overburdened. One slipup when he's in a bad mood and I might lose my job. I don't want to work in a black company. Great, another phone call, I hope it's about when I'll get the new chapter.

"Hello this is Okuma Kaori of Crackedhouse studio how may I help you" droned Kaori

"Hello, my name is Shiro Teichi. My daughter created a wonderful manga and would like for your company to publish it. He's a genius 5-year-old. The manga's named Dragon Ball and is likely to gain a lot of popularity. I'll hope (for your sake) that you consider publishing this. Fufufufu." says Teichi.

Shiro Teichi. THE SHIRO TEICHI! The supervillain that devastated Endeavour, hospitalising him. " Y-yes, we would l-love to publish this manga, please submit them to our site and if they meet the criteria, we'll publish it."

"Great, it'll be published under pseudonym called Avatar_Rio. My daughter thought it's fantastic and you do too. Also, you don't have to be so worried. I don't bite... often." replied Teichi before hanging up.

I must tell the Bossman. This is huge.
 
Bossman (will not be named) POV

Kaori just came in panicking. Apparently, THE Shiro Teichi just called saying her daughter, under the fake name Avatar_Rio, wants to upload a manga called 'Drakon Balls' or whatever. I swear the stuff this girl comes up with makes my blood boil. Perhaps it's time to let her go, she's too much of an annoyance. Huh what's this. Somebody called Avatar_Rio just uploaded a manga called Dragon Ball. F@£%. I don't want to piss that woman off. Hopefully decent to the point where i won't get in trouble for publishing it.

~10 minutes later~

This manga is pure genius. It comedic with old school manga style, classic gags and the overall simplicity that you can't find in modern day manga make it wonderful. A 5-year-old created this; I must send somebody to meet this prodigy. I would go myself, but 'that' woman creeps the hell out of me. Kaori looks like you just saved you job.

MC's POV

~2 weeks later~

Looks like they accepted 'my' manga. Time to rake in those Jane Austens (£10 notes). It seems that today I will be meeting with an Editor of Crackedhouse studio. Can't wait. Suddenly, I'm grabbed from behind and before I know it, I'm wearing a summer dress. Ugh. Why does she want to dress me up now. It's bad enough that she makes me get these girly hairstyles... No. Nonononono. I will not meet the editor dressed like this.

*Doorbell rings*

FFS. Why does she want to take away all my dignity.

My father opens the door and invites in the editor. Right now, I am being restrained on my mother's lap.

"Hello, my name Okuma Kaori and I'm the editor sent from Crackedhouse studio. I'm here to speak to the daughter of Shiro Teichi, also known as Avatar_Rio. I'm assuming that the child on Shiro Teichi lap is her darling daughter" Kaori says, giving a bright smile.

What? Is she talking about me. I'm a boy, a boy. What has this woman told you. This defamation and slander. I demand restitution.

"Excuse me Ms, but I'm a boy, a BOY. Not a girl. Ask my father." I reply

I look to my father, All eyes are on him. Hopefully he'll sort this all out. Oh no. The look on my mothers face. It's like she's daring him to agree with me. You can do this, you feel great, you can win this. I keep chanting this over and over. Hoping that this might somewhat negate the inevitable.

"Shiro Kawa is my daughter" he whimpers

"Excuse me husband, I don't think I've heard you. Speak clearly"

"I said Shiro Kawa is my daughter"

The look on my father's face is so pathetic. My mother's face looks proud and happy, grinning from ear to ear. Father... you goddess-damn defeatist.

"Anyway, I'm here to discuss your contract. You will receive £110 for every page drawn and 9.5% royalty when your book is sold. This contract will last a year. At the end of the year it will be renewed. This is so that the amount of money you receive will increase after each year. However, this is dependent on whether or not your manga receives a good response." Kaori states

"What is my anga does bad? Will it be cancelled" I say, tilting my head to the right." Also isn't £110 a little too musch. I'm not complaining but I ant to know why so much."  Rio says (spelling on purpose to make him sound cute to get her off guard)

"The reason is because my boss believes that this manga would do well and that in the future, we will be exclusive partners. And if your manga gets cancelled you could try your luck at another company. But between me and you. I think that this manga is doing great." She replies giving a customer service smile.

There is a total of 519 chapters worth of Dragon ball, with the first 194 being adapted into Dragon ball and the 325 being adapted into Dragon ball Z. The first chapter of dragon ball was 30 pages. That alone is £3,300 but is also an exception. Let's say the average amount of pages was 14 per chapter for the whole of Dragon Ball series(194-1 so 193). I would make £297,220, without royalties, minimum. The Dragon Ball Z chapters also consisted of say 14 pages. I would earn £500,500, without royalties, minimum. I would have to pump out one chapter every week for their magazine and they would adapt every 12.1 chapters into a volume meaning each volume has 192 pages in it. Not bad. I cannot even imagine what the royalties are going to be. And i could easily handle the drawing. Thanks to my adaptable body, I could easily finish a chapter in a day(I don't have to story board and stuff. With memory retention, I can cheat a lot of this.) . This would only decrease as my body becomes more adapted to drawing. So, there is really no downside. Plus, I do not have to waste time story boarding and stuff so that cuts out a lot of it. And all I must do is send in a chapter to make it into their weekly magazine. So, it's 58 chapters per year. Perfect, I knew memory retention was a good choice. However, I do want more royalty.

"Ms, can I get 18% royalties and I'll sign the contract right away."

"Hmmm. Let me make a call and see what I can do." Says Kaori walking out the room. Minutes later she returns. "Okay seems like that's acceptable know time to go over the Blah Blah Blah Blah Blah" [Author goes into the contract, stating a lot of things. Not important.]

As Ms Okuma Kaori leaves, I feel accomplished. With this I'll easily be able to afford my endeavours. But I feel that she thinks I'm a girl. I need to fix that. Picture won't help. If I send them, she might get arrested. I might need to get my birth certificate. But mother locked that down tight. Problem for another day. I'll tell them about the light novel in a few years. Let me create a collection. I doubt anyone will come up with these ideas. And if they do, I'll sue them. Tell them they ripped of my idea and show the a few of the novels. I'll definitely win. Plus, I have my mother. They regret releasing her.

Truck-kun, goddess, reincarnation, avatar powers, Kacchan, izuku, the might, trap, my hero academia.
These word mean something. But I'm not sure what. This is my first novel published. And I have very little clue on what to do.

hanti manga

MANga

rimpaa

Rembulan: Discover Of The Moon

Perjuangan cinta yang suci

I Love You, Goodbye

Memanggil Pedang Suci

SEMBANG GRUP PERTAPAAN

My Extraordinary Achievements

Information Grid as a Cheat

Avatar : My Hero Acadamia Bender

People search hanti manga also like: