Yola menatap layar laptop yang menampilkan wajah tampan sang suami. Rasa rindu yang kini tersimpan seolah bertambah menumpuk saat melihat wajah belahan hatinya.
"Jadi intinya kamu sedang meminta ijin padaku untuk masuk ke agen internasional?" Tanya Abdul dengan raut wajah datar, dan tatapan menghunus tajam pada sang istri yang sangat ia rindukan.
Perlahan Yola menganggukkan kepalanya, lalu terlihat helaan nafas panjang dari Abdul yang terlihat berpikir dengan keras.
Bagai mana tidak, istri yang dicintainya berada dalam bahaya besar, sedangkan ia tak mungkin meninggalkan tanggung jawabnya di pondok pesantren serta di kantor milik ayahnya.
"Sayang, bagai man kondisi kesehatanmu? apa itu tidak menganggu?" Tanya Abdul.
Lagi, Yola hanya menggeleng dengan mata yang menatap sang suami.
"Aku kangen kamu." Ucap Yola melenceng dari topik pembicaraan yang sedang mereka bahas.
"Aku lebih dari sekedar kangen sama kamu, tapi saat ini kita sedang membahas hidupmu disana. Hidup mu yang mengarah pada bahaya."
Yola menggembungkan kedua pipinya, membuat Abdul terkekeh pada apa yang ia saksikan. Sungguh seandainya ia punya sayap maka saat itu juga ia terbang ke negara A dimana sang istri kini berada.
"Lalu bagai mana?" Tanya Yola sambil menyandarkan tubuhnya di kursi.
"Beri aku waktu, dan tolong katakan pada Martin jika aku ingin bicara padanya." Jawab Abdul.
"Baiklah, akan aku sampaikan." Balas Yola, namun raut wajahnya masih nampak sedih
"Ada apa lagi?" Tanya Abdul dengan tersenyum.
"Aku kangen... kangen... kangen... kangen..." Kata Yola merajuk.
"Lebay!"
Sontak Yola lalu menoleh ke belakang di mana Fatih tengah berdiri di belakangnya dengan membawa gelas berisi coklat panas.
"Kamu belum merasakan jatuh cinta, lihat saja nanti kalau kamu kamu jatuh cinta aku yakin lebih lebay dariku." Tandas Yola sedangkan Fatih hanya mencibir tanpa menjawab lalu duduk di samping Yola. Sedangkan Abdul hanya tersenyum melihat kelakuan dua saudara itu.
"Apa kabar Fatih?" Tanya Abdul.
"Alhamdulilah aku baik, kamu apa kabar? udah dapat calon istri baru?" Fatih sengaja menggoda Yola yang langsung cemberut sambil menatap tajam ke arah Fatih.
Abdul terkekeh, "Alhamdulilah, hanya satu yang selalu di hatiku, Yolanda Mahendra." Jawab Abdul membuat Yola langsung tersenyum senang, dan menjulurkan lidahnya pada Fatih.
"Abdul, kamu kan seorang penerus pemilik pesantren, aku rasa kamu bisa memiliki lebih dari satu istri..Aduh!!!!" Fatih langsung mengasuh saat tangan Yola menjewer kuping Fatih dengan sangat keras.
Abdul tertawa terpingkal-pingkal melihat bagai mana istrinya menjewer Fatih yang sedang menggoda dirinya.
"Sayang, sudah. kasian Fatih bisa putus telingganya kalau kamu jewer dia seperti itu." Lerai Abdul.
"Lagian mulutnya, bikin panas hati." Jawab Yola ketus.
"Maaf... lagian, kamu lebay."Kilah Fatih.
"Biarin, sama suami sendiri, justru kalau aku ga kangen itu yang bahaya." Kata Yola
"Fatih, titip istriku." Kata Abdul.
"Siap!" Jawab Fatih.
"Sayang, aku harus segera berangkat ke kantor, kamu hati-hati, dan jangan lupa sampaikan pada Martin."
"Baiklah, kamu hati - hati ya, jangan lupa sarapan."
"Iya, kamu juga jaga kondisi, aku mencintaimu."
"Aku juga mencintai kamu, suami aku." Kata Yola dengan nada manja.
Abdul tersenyum lembut, lalu memberikan ciuman jarak jauh untuk istri tercintanya sebelum mengucapkan salam dan menutup sambungan video call mereka.
"Jadi, Apa Abdul mengijinkan kamu bergabung dengan agen internasional?" Tanya Fatih setelah Yola menutup telponnya.
Yola menggeleng,"Abdul belum memutuskan hanya saja ia ingin bicara dengan Martin terlebih dahulu." Jawab Yola sambil menatap Fatih.
"Ya itu wajar dia laki - laki yang sangat bertanggung jawab, terlebih kamu adalah istrinya. Aku yakin dia ingin minta penjelasan pada Martin." Kata Fatih lalu menyesap coklat panasnya.
"Jam berapa kita ke rumah Martin?" Tanya Yola.
"Aku sedang menunggumu untuk kesana."
"Ok. Kita kesana sekarang?"
"Baiklah, aku taruh ini dulu.." Kata Fatih sambil menunjuk gelas yang ia pegang.
"Yol, apa menurutmu Martin itu benar - benar orang baik?" Tanya Fatih membuat Yola yang hendak membuka pagar rumh menjadi menghentikan langkahnya, lalu menatap Fatih dengan seksama.
"Entahlah, kita akan tahu setelah kita kerumahnya."
"Ya, aku hanya... kita baru saja tinggal disini. jadi aku hanya ingin kita lebih berhati - hati saja." Ujar Fatih.
"Tentu saja."
Mereka berjalan menuju ke rumah Martin yang hanya bersebelahan dengan rumah mereka.
Untuk beberapa saat mereka berdiri di depan pagar, sebelum anak buah Martin membukakan pintu pagar untuk mereka dan menyuruh mereka untuk masuk.
"Terima kasih." Ucap Yola pada anak buah Martin yang di balas anggukan.
"Apa mereka juga termasuk salah satu agen internasional?" Tanya Fatih.
"Entahlah."
Keduanya masuk kedalam rumah besar milik Martin. lalu seorang laki - laki tua mendekati mereka dan memberikan mereka minuman hangat.
"Mohon tunggu sebentar, Tuan Martin sedang bersiap." Kata Butler.
"Baiklah, Terima kasih." Jawab Yola
Fatih dan Yola duduk sambil menatap ke seluruh ruangan disekitar mereka.
"Yol, itu benar Martin yang ada di foto itu?" Tanya Fatih
Yola menoleh lalu menatap foto sesuai arah pandang Fatih.
"Aku rasa iya."
"Kelihatan sangat manly sekali ya."
"Memangnya biasanya ga gitu."
"Biasanya kelihatan serem."
"Disiplin iya."
"Om Danil disiplin tapi ga gitu amat."
" Itu karena Bunda."
"Jangan bilang cinta merubah segalanya." Sergah Fatih.
"Memang iya, cinta merubah segalanya, yang kaku menjadi lembut, yang galak menjadi penyayang."
"Benarkah?"
"Tentu saja."
"Selamat Malam,"
Yola dan Fatih langsung berdiri Kala mendengar suara bariton yang mengagetkan mereka.
Martin berdiri tepat di hadapan mereka dengan kemeja berwarna putih dan celana panjang serta kedua tangannya yang ia masukkan ke dalam saku celana.
"Selamat Malam Tuan Martin." Jawab Yola dan Fatih bersama - sama.
"Terima kasih kalian telah bersedia datang, silahkan duduk." Kata Martin yang lalu duduk di salah satu kursi Single di hadapan mereka.
"Jadi bagai mana keputusan kalian?" Tanya Martin sambil menatap Yola dan Fatih secara bergantian.
"Maaf Tuan Martin, suami say ingin berbicara dengan Anda. Apakah anda bersedia?"
Martin nampak diam namun matanya menatap penuh pada sosok gadis berjilbab di hadapannya. Sebutan 'suami' membuat dia hanya terdiam, apa dia sedang jatuh cinta pada istri orang?
"Tuan Martin." Panggil Yola menyadarkan Martin dari lamunannya.
"Oh. Maaf. Baiklah... aku akan menelpon suamimu." Ucap Martin lalu pandangannya beralih pada sosok Fatih.
"Bagai mana denganmu Fatih?"
"Aku akan menjawab iya jika Yola menjawab hal yang sama. kami sudah punya perjanjian sebelumnya jadi aku akan tetap menjaga janjiku itu."
Martin mengangguk, jujur saja ia senang dengan kepribadian dua saudara di hadapannya itu.
"Baiklah, berikan nomor suamimu, aku akan menghubunginya sekarang."
Yola memberikan nomor ponsel Abdul yang ia tulis dalam kertas yang ada di atas meja, lalu memberikannya pada Martin.
"Tunggi sebentar, aku akan menelponnya." Ucap Martin lalu pergi meninggalkan mereka berdua.