"Rain, gua ingin Lu bangun sayang."
Mau tak mau aku tersentak bangun karena aku tidak terbiasa terbangun di tengah malam oleh suara aneh, atau suara apa pun itu. Detak jantungku langsung naik ke atas dan aku mengepalkan tangan sebagai persiapan untuk melawan apa pun yang akan terjadi untuk menyakitiku.
"Ssst, tidak apa-apa, ini hanya gua, Radit." Sebuah tangan lembut di pundakku mengiringi suara itu. "Viona masih tidur."
Pengingat akan Viona membantuku untuk fokus di mana aku berada, dan yang lebih penting yaitu saat aku berada sekarang. Mataku menyesuaikan dengan redupnya ruangan. Itu membantu karena aku selalu membiarkan lampu menyala untuk Viona, jadi dia tidak akan takut jika dia bangun di tengah malam. Radit sedang duduk di tepi tempat tidurku, pinggulnya menyentuh pinggulku melalui selimut tipis.
Saat aku berjuang untuk mengatur napas, tangan Radit naik ke pipiku. "Maaf, tapi gua pikir Lu ingin tahu sesegera mungkin setelah gua menemukan sesuatu."