Download App
20% SENANDUNG LIRIH / Chapter 1: BAB I
SENANDUNG LIRIH SENANDUNG LIRIH original

SENANDUNG LIRIH

Author: GAGAK_PRODUCTION

© WebNovel

Chapter 1: BAB I

Bag 1

Siang itu di suatu kampus swasta di bilangan Jakarta Barat.

" Hai Reno, kamu masih belum pulang?" Sapa Intan dengan sopan. Rambutnya hitam panjang terurai dengan bibir tipis menghias di wajahnya. Kulitnya yang putih bersih menunjukan seorang gadis dengan kondisi sosial yang sangat mapan.Tubuh sintalnya dibalut jaket kulit dengan bawahan celana jeans robek dipaha yang lumayan ketat, plus sepatu kets. Terkesan sangat tomboy.

" Belum In. Aku masih nungguin Candra selesai dari mata kuliahnya." Jawab Reno sambil menghirup minuman botolnya.

" Oh yah Ren, gimana mata kuliahnya Pak Rifandi?" tanya Intan sambil membuka jaket kulitnya karena kegerahan.

" Rasanya bete banget mendengar tesis tesisnya." Keluhnya.

" Yah habis mau gimana lagi dong. Kalau kamu enggak ikut mata kuliahnya, jangan harap kamu bisa lulus ujian semester." Sahut Reno sambil menatap wajah Intan begitu lama, dan itu membuat Intan sedikit tersipu malu.

" Kok kamu menatap aku seperti itu sih Ren." Tanya Intan dengan sedikit gugup.

" Oh... sori In, aku cuma melihat ada sedikit benang di rambutmu." Jawab Reno sambil tangannya mengambil benang yang menempel di sisi rambut Intan, lalu membuangnya.

" Ya udah deh aku cabut dulu. Kalau kamu merasa kelamaan nungguin Candra, lebih baik kamu pulang bareng aku aja naik mobilku. Nanti aku antarin kamu sampai ke rumah." Ujar Intan menawari Reno supaya dirinya mau ikut numpang bersamanya.

" Enggak usah deh In. By the way thanks atas tawaran kamu. Naik bis terkadang lebih enak, ketimbang naik mobil pribadi. Kan banyak pemandangan kalau naik bis." Tolak Reno secara halus sambil berkelakar.

" Ok deh, aku pulang duluan Ren." Pamit Intan pada Reno. Terlihat sedikit ada rasa kekecewaan dari garis wajahnya yang manis atas penolakan Reno tersebut. Di langkahkan kakinya dengan malas menuju Honda CRV merah mewahnya. Setelah mesin mobilnya hidup, iapun mulai berjalan dengan lambat melewati Reno kembali yang masih duduk termenung menunggu Candra.

" Bye Reno." Teriak Intan sambil melambaikan tangan dari balik kaca mobilnya.

" Bye juga In." Balas Reno sambil membalas lambaian tangan Intan.

Dari kejauhan, diam-diam Intan masih memandang sosok Reno dari balik spion mobilnya. Perlahan mobil Intan mulai hilang meninggalkan Reno seorang diri.

Tak berapa lama,

" Hoi... bengong aja luh..." Tegur Candra sambil menepak punggung Reno dari belakang.

" Oit Can, kaget gue. Sialan luh. Hampir mau copot jantung gue." Gerutu Reno sambil mengelus dadanya karena kaget. " Hampir aja gue nelen botol minuman. Lama banget sih elu keluarnya.!"

" Sori Ren, gue tadi masih sibuk ngebahas makalah gue sama Pak Yatmo." Candra memberikan alasan kenapa dia begitu lama keluar dari kampus.

" Alasan aja luh. Paling kaga jauh ngeliatin cewek fakultas sebelah. Iya udah deh kita cabut sekarang. Bisa telat kerja nih."Ujar Reno sambil beranjak dari tempat duduknya, kemudian langsung membayar minumannya. Mereka berdua langsung bergegas menuju halte pemberhentian bus. Siang itu panas terasa begitu menyengat, dan debu-debu jalanan berterbangan. Angin berhembus lumayan kencang.

Sementara itu Intan termenung di dalam mobilnya. Pikirannya melayang tak menentu memikirkan Reno. Reno yang sehari-harinya berpenampilan sederhana selalu mengganggu pikirannya. Dia juga bingung kenapa bisa seperti itu. Apa sih kelebihan reno tanya Intan dalam hati.

Mungkin dari sisi perawakan, badan Reno termasuk atletis di dukung kulit yang putih dengan wajah yang keindo-indoan. Tapi di sisi lain kepribadian Reno kurang begitu menarik. Dia terlalu dingin dan cuek di hadapan setiap wanita. Sok figrid lah, atau memang tidak suka sama makhluk yang namanya wanita. Oooh, Reno. Walau sesebal apapun, bagi Intan Reno merupakan pria satu-satunya yang hari-hari selalu menghias di hatinya. Baginya cinta itu harus diawali dengan rasa tulus tanpa memandang status materi dan derajat. Cinta itu harus diberikan tanpa meminta balasan apapun. Lebih berdosa lagi kalau orang yang telah memberi cinta, lalu meminta balasannya yaitu cinta juga. Cinta itu harus suci. Harus benar benar suci dan tidak boleh ternodai oleh suatu hal yang bisa mengotorinya apalagi merusaknya.

Kesan manis pertama kali yang Intan dapatkan dari Reno, ketika acara lintas alam dari Mapala di kampusnya. Waktu itu ia pernah menyelamatkan Intan yang hampir celaka terperosok di sisi lereng bukit Gunung Gede. Reno dengan gagah beraninya berhasil menyelamatkan Intan, yang sedang bertahan diri dengan hanya berpegangan pada seutas akar pepohonan yang tumbuh menjalar keluar tanah dari sisi tebing lereng bukit tersebut. Tanpa ada sosok Reno, mungkin Intan takan pernah ada lagi di dunia ini. Sungguh beruntungnya nasib Intan waktu itu.

Dan sekarang untuk membunuh kejenuhannya, dia mencoba memutar radio dari tape mobilnya. Tak berapa lama terdengar suara lantunan lagu sweet dream yang dinyanyikan oleh Jang Nara, sang penyanyi yang berasal dari Negeri Gingseng. Begitu indah terdengar di kupingnya. Intanpun mulai membiarkan dirinya bermain dengan khayalannya. Khayalan paling terindah yang pernah ia miliki.

---------------------

Sesampai Reno dan Candra di bengkel tempat mereka berkerja,

" Oh, betapa hebatnya kalian ini. Jam segini baru saja nongol. Niat kerja atau tidak!" Hardik pria setengah tua dan setengah botak dengan kumis lebat bak pagar kabupaten menempel di atas bibirnya yang tebal. Oh, ternyata dia si bos pemilik bengkel tersebut.

" Sori bos, tadi jalanan agak sedikit macet." Kelit Reno dan Candra dengan wajah tertunduk malu.

" Alaaah, bisa saja kalian ini ngasih alasan." Balas si Bos dengan ketus.

" Ya sudah, kerja sana."

" Reno, bereskan mobil yang baru saja masuk sini."

" Dan kamu Candra, cuci mobil Pak Beni yang baru selesai di service Yanto Peyang." Perintah sang Bos sambil ngeluyur masuk kembali ke ruangan kantornya.

" He.he.he, emang enak di sumpahin si Bos." Ledek Yanto Peyang yang baru saja selesai menservice mobil Pak Beni.

" Gue aje sepagian tadi di semprot abis-abisan sama itu longor. Sampe budek kuping gue rasanya." Oceh Yanto Peyang, sambil menyalakan sebatang rokok, kemudian meletakan pantatnya di atas sebuah ban bekas.

" Elu juga Nto yang geblek. Di suruh kerja, malah ngegodain babu komplek sebelah yang lagi pada belanja. Entar gue aduin sama bini elu, baru tau rasa luh." Ancam Candra.

" Jangan dong Can. Bisa-bisa, entar gue diracunin sama bini gue deh kalo sampai ketauan ngegodain babu komplek sebelah." Oceh Yanto peyang memohon pada Candra. Dia berusaha menyusul Candra yang sudah menjauh darinya.

" Iya udah, rokoknya dulu sini. Anggap aja sogokan tutup mulut dari elu." Todong Candra.

Lalu, Yanto Peyang mengeluarkan sebungkus rokok dengan wajah sedikit tak rela dari kantong celananya. Lalu, dengan cepat disambar oleh Candra.

" Lumayan Ren." Oceh Candra sambil menawarkan rokok kepada Reno, dan dibalas dengan tolakan secara halus olehnya. Akhirnya mereka mulai mengerjakan tugasnya masing masing.

Tak berapa lama kemudian, masuklah mobil BMW mewah berwarna merah ke dalam bengkel, disertai dengan turunnya seorang cowok bertampang Don Juan, dan wanita berparas cantik.

" Hoi tukang bengkel, bersihin nih mobil gue." Teriak cowok tersebut memberikan perintah kepada Reno, yang sebelumnya sedang asik membersihkan mobil milik Pak Beni.

" Oh elu ndi. Ngantri dulu deh. Masih ada satu mobil lagi yang harus di cuci." Balas Reno dengan cuek. Matanya langsung menatap ke arah cewek cantik tersebut. Reno berusaha senyum kepadanya dan sayangnya, senyuman Reno cuma dibalas dengan senyuman dingin dan angkuh olehnya.

" Alaaah, mobil itu kan bisa belakangan. Yang punya mobil belum datang juga. Yang penting mobil gue dulu deh elu cuci." Hardik cowok tersebut, yang ternyata masih satu kampus dengan Reno dan Candra. Cowok itu bernama Rendi, sedangkan wanita yang berparas cantik tersebut bernama Tifani.

" Emang berapa sih uang tips yang elu minta supaya mobil gue dulu yang elu cuci. Masih suka kan elu sama uang." Ejek Rendi dengan kata yang menghina.

" Sori Ndi, ini sudah prosedurnya. Elu harus ngantri bersama mobil yang lain." Balas Reno dengan dingin.

" Aaah, anjrit lu. Dasar tukang bengkel munafik" Hardik Rendi sambil mengebrak pagar seng bengkel, kemudian kembali masuk kedalam mobilnya.

" Ayo Tif, kita pergi dari bengkel sial ini. Masih banyak bengkel-bengkel lain yang masih mau melayani gue dengan VIP." Teriak Rendi kepada Tifani. Tifani langsung kembali ke dalam mobil. Mereka langsung berlalu dengan disertai deruman suara knalpot mobil dan cipratan dari air genangan kotor. Candra yang melihat hal tersebut dari kejauhan lantas naik pitam.

" Elu tuh yang anjrit. Dasar orang kaga tau diri. Baru kaya sedikit aja udah songong. Apalagi elu kaya selangit." Maki Candra, sambil berlari mengejar mobil itu. Tapi apa mau dikata, mobil tersebut telah pergi jauh meninggalkan bengkel mereka.

" Apa sih mau mereka Ren, sial banget." Omelnya dengan penuh emosi yang meledak-ledak.

" Pokoknya kalo dia ketemu ama gue, pasti habis gue hajar." Tambahnya.

" Jangan Can, kita mesti tenang dalam menghadapi suatu masalah." Ujar Reno berusaha menyurutkan emosi Candra.

" Lagian, kita enggak enak sama bos kita Pak Bangbang. Kalau beliau sampai tau kejadian ini, pasti langsung syok." Tambah Reno.

Yanto Peyang yang sempat menyaksikan kejadian tersebut langsung tergopoh-gopoh mendatangi mereka.

" Ada apa sih ini? Ada keributan yah?" Tanya Yanto Peyang kepada mereka.

"Ada yang bikin masalah yah. Biar saya saja yang langsung pukulin itu orang." Oceh yanto bak pahlawan kesiangan.

" Wuuuuh, Sok belagu lu. Udah telat tauuu." Teriak Reno dan Candra kompak, sambil mendorong jidat Yanto Peyang. Ia langsung terjungkal ke belakang, dan tercebur ke dalam bak penampungan air.

" Ha.ha.ha.... "


next chapter

Chapter 2: BAB II

Pagi itu di sebuah rumah di komplek perumahan di pinggir Selatan Ibukota Jakarta, Tifani sudah mulai sibuk dengan peralatan kuliahnya. Ipad mungil berukuran 10 inchi masuk kedalam tas ransel kecil miliknya.

" Mana sih Rendi, kenapa lambat banget datangnya." Ucapnya sambil menggerutu.

" Sialan banget, dasar tukang ngaret." Umpatnya dengan kesal.

" Bisa telat masuk kuliah kalau kayak gini caranya."

Tak berapa lama kemudian terdengarlah suara klakson mobil dari luar di sertai suara cowok memanggilnya. Mami Tifani langsung keluar menyambutnya.

" Masuk Ren, Tifani sudah dari tadi menunggu kamu loh." Ucap sang mami terhadap cowok tersebut, yang ternyata Rendi , sang cowok yang di tunggu-tunggu oleh Tifani.

" Sori tante. Tadi jalanannya agak macet. Jadi telat deh datang kesininya." Ucap Rendi memberikan alasan kepada Mami Tifani.

" Hai Tifani, sudah lama yah menunggunya." Ledek Rendi kepada Tifani yang sedang merajuk.

" Ya iya laaah. Kamu kira enak menunggu-nunggu seperti ini. Pagi ini aku ada mata kuliah yang sangat penting tau." Hardik Tifani.

" Sori deeeh. Keterlambatan aku kan bukan di sengaja." Kelit Rendi berusaha meminta maaf kepada Tifani.

" Makanya, mulai besok jalan kesininya mulai dari subuh aja. Jadi enggak bakalan telat walau kamu sampai terjebak macet nantinya." Balas Tifani dengan nada ketus.

" Sori honey, sekarang kita langsung go aja deh ke kampus." Rayu Rendi sambil menarik lengan tifani, kemudian langsung berjalan keluar menuju mobil.

Setelah didalam mobil...

" Loh, kok enggak pamit sama Mami sih kamu." Teriak Mami Tifani dari balik pagar halamannya. Kebetulan beliau sedang asik-asiknya menyiram tanaman hias.

" Sori Mi sedang buru-buru nih. Sudah telat sih habisnya" Jawab Tifani dari balik kaca mobil.

" Dah Mami." Pamit Tifani sambil melambaikan tangannya.

" Dah tante." Rendi ikut pamit.

" Dah juga semuanya. Hati-hati yah dijalan." Balas sang Mami.Tak berapa lama kemudian, mobil yang dikendarai mereka langsung menghilang dari balik tikungan jalan.

Sesampainya di kampus Rendi langsung memarkir mobilnya, sedangkan Tifani langsung menuju kelas.

" Wuiiih, sang primadona kita baru datang." Teriak teman-teman lainnya, menyambut kedatangan Tifani dengan heboh. Maklum,Tifani terkenal sebagai cewek yang mendominasi di kampusnya. Dari segala yang berhubungan dengan fashion ataupun kehidupan Glamor, ia berusaha tampil paling menonjol di antara cewek-cewek lainnya.

" Gimana Tif, jadi enggak siang ini kita hang out ke Kelapa Gading ?" Tanya Vera kawan se-gangnya.

" Jadi dong." Jawabnya.

" Ngomong-ngomong Intan kemana yah ?" Tanya Tifani kepada Vera tentang keberadaan Intan.

" Waaah, gue enggak tau Tif kemana gerangan Intan berada. Hampir dua hari ini dia absen ke kampus." Jawab Vera yang sedang asik dengan beauty case-nya.

" Paling dia lagi lengket sama Reno di bengkel dekilnya." Celetuk Rendi yang baru selesai memarkir mobilnya.

" Atau mungkin sedang bercinta di antara tumpukan mobil-mobil rongsokan yang kotor itu." Olok Rendi sambil tertawa.

" Ha.ha.ha..."

" Iiih, jijik banget gue mendengarnya. Mau-maunya Intan bergaul dengannya. Padahal apa sih kelebihan Reno." Cibir Tifani.

" Reno sih lumayan ganteng Tif." Celetuk Ririn dari belakang punggung Tifani.

" Alaaah, sekarang modal ganteng doang kaga bakal cukup Rin." Timpal Tifani, sambil mengibaskan tangannya ke arah Ririn. " Don't be a fool girls..."

" Yah mau gimana lagi dong Tif, kan kata pepatah orang dulu. Kalau orang sudah di kadung cinta, e'ek kucing pun rasa coklat." Balas Ririn kembali, sambil tangannya sibuk menulis- nulis sesuatu di dalam buku diktatnya.

" Apalagi Intan merasa berhutang budi pada Reno karena peristiwa di gunung gede itu." Tambahnya lagi.

" Alaaah. Menurut gue, Intan terlalu cengeng." Ucap Tifani dengan ketus.

" Gampang terharu untuk sesuatu yang sepele. Seperti cerita roman picisan"

Tak berapa jauh dari kelas mereka tepatnya di kantin kampus, Intan, Reno dan Candra sedang asik bercanda ria dengan santai.

" Tan, gue inget banget waktu hujan lebat kemaren." Celetuk Candra.

" Masa si Reno kebingungan mencari-cari celana dalamnya yang kaga kering di jemuran. Setelah di cari, ternyata celana dalamnya nyemplung semua ke dalam got di belakang rumah kontrakan. Gara-gara di tiup angin. Terpaksa deh, karena tiada celana dalam kering yang bisa dipakai, mau kaga mau doi minjem celana dalam Mang Sukri yang ukuran pinggangnya seukuran sapu lidih."

" Kalo enggak percaya elu lihat deh bagian dalam celananya, pasti anunya melejit." Ejek Candra terus-menerus sambil tertawa geli.

" Masa sih Can?" Intan bertanya ke Candra, sambil tersenyum jijik ke Reno.

" Bohong In, kamu jangan percaya ucapan Candra." Kelit Reno mempertahankan diri.

" Padahal dia sendiri In yang biasa berbagi celana dalam sama Mang Sukri. Alasannya sih, biar dia sehati sama Mang Sukri." Balas Reno sambil tersenyum kecil

. " Candra kan satu perguruan dan satu perdukunan sama Mang Sukri."

" Ha,ha.ha..." Intan pun tertawa terbahak-bahak, sedangkan Candra misuh-misuh gara-gara di sebut dukun oleh Reno.

" Sialan lu Ren."

" Ha.ha.ha... makanya jangan suka ngecak orang." Ledek Reno.

" Iya udah lah, sudah waktunya masuk jam kuliah nih." Potong Intan.

" Cabut yuk."

" Ayo." Balas Reno dan Candra, sambil membereskan bekas makan dan minum mereka, lalu langsung bergegas lari ke kelas masing-masing.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

>15,000 words needed for ranking.

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C1
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank N/A Power Ranking
Stone 0 Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login

tip Paragraph comment

Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.

Also, you can always turn it off/on in Settings.

GOT IT