Download App
4.53% Pengawal Nona CEO yang Paling Setia / Chapter 19: Makan Malam Spesial

Chapter 19: Makan Malam Spesial

"Karena Erza juga ada di sini, ayo makan bersama saja," kata Lana.

Melihat Lana berbalik dan masuk, Sanca juga dengan cepat mengejarnya. Bahkan jika dia tidak dapat melakukan apa-apa dengan Lana hari ini, tetapi setidaknya sesi makan malam ini dapat memberi kesan baik untuk dirinya.

Sejak Sanca kembali dari belajar di luar negeri, orangtuanya selalu mendukung dirinya untuk berkencan dengan Lana. Jika Sanca bisa menikah dengan Lana, maka perusahaan Lana juga akan menjadi miliknya. Untuk mendapatkan hati Lana, orangtua Sanca memberikan berbagai macam fasilitas padanya untuk menarik perhatian gadis itu.

"Ayo, pesan apa saja yang ingin kamu makan," kata Sanca dengan sombong setelah mereka masuk ke ruangan VIP di restoran hotel itu.

"Saya tahu bahwa Tuan Sanca sangat murah hati," ucap Erza terkekeh. Sanca hanya tersenyum dan mengangguk sambil mengutuk pria itu di dalam hati.

Lana melihat menu dulu, lalu memesan steak dan sebotol anggur merah. Harganya sekitar 500 ribu, tidak terlalu mahal bagi Sanca.

"Tunggu, Tuan Sanca, saya belum memesan makanan apa pun," kata Erza yang melihat Sanca hendak mengembalikan buku menu ke pelayan. Erza meraih menu dengan satu tangan dan berkata seperti itu sambil tersenyum.

"Oh, aku lupa. Cepat pesan," kata Sanca. Sejujurnya, Sanca tidak terlalu memikirkan Erza. Pria itu pasti hanya akan memesan makanan murahan karena dia tidak tahu sama sekali tentang makanan berkelas.

Erza membalik-balik menu dengan bingung yang membuat Sanca semakin meremehkan dirinya. Lana juga sedikit mengernyit karena sebagian besar menunya dalam bahasa Inggris. Dia khawatir Erza tidak bisa membacanya.

"Bawakan aku menu kelas atas. Tuan Sanca akan membayar semua ini. Hidangan biasa di menu ini pasti terlalu memalukan bagi Tuan Sanca." Namun, ketika Sanca bangga, tiba-tiba Erza berkata seperti itu yang langsung menyebabkan Sanca seolah jatuh ke jurang. Di saat yang sama, dia juga mulai berkeringat. Dia tahu pasti harga menu kelas atas di restoran itu. Ketika Erza mengatakan ini, Lana juga sedikit terkejut. Pelayan itu ragu-ragu dan menatap Sanca.

Erza menatap Sanca dengan tatapan merendahkan, "Apa pendapatmu, Tuan Sanca? Apakah Anda takut tidak mampu membayarnya? Pelayan, cepat pergi dan bawakan kami menu premium."

Mendengar apa yang dikatakan Erza, terutama setelah melihat Lana, Sanca menggertakkan giginya dengan keras. Jika Erza benar-benar memesan menu premium dan dia bisa makan banyak, Sanca akan mati karena tidak bisa membayar tagihannya nanti. Tapi, Sanca tidak punya pilihan, jadi dia hanya mengangguk pada pelayan.

"Aku akan mengambilnya sekarang." Melihat anggukan Sanca, pelayan itu langsung mengambil buku menu premium.

Setelah mengambil menu, Erza melihat-lihat. "Spaghetti." Erza berkata dengan cepat setelah membaca menu. Mendengar perkataan Erza ini, Sanca juga diam-diam merasa lega. Tak disangka, lelaki ini hanya memesan satu pasta. Walaupun ini menu kualitas terbaik, namun itu adalah yang paling murah.

"Tuan, hanya sepiring pasta?" Saat ini, pelayan juga sedikit penasaran.

"Aku ingin semuanya kecuali pasta," kata Erza. Kalimat ini nyaris membuat Sanca terjatuh dari kursi. Dia tidak bisa memercayai apa yang baru saja dikatakan oleh Erza. Malam ini mungkin Sanca akan jatuh miskin seketika. Wajah Sanca mulai berkeringat. Sedangkan, Lana memandang Erza dengan heran. Suaminya itu memang berlebihan.

"Tuan Sanca, saya hanya bercanda. Bahkan, meskipun saya benar-benar memesan semua itu, saya yakin itu tidak masalah bagi Anda, 'kan?" Erza tersenyum sedikit saat ini.

"Ah? Ya, ya, tidak apa-apa, kamu pesan saja." Saat ini, Sanca sangat ingin memukul Erza secara langsung.

"Aku mau steak. Dua porsi kepiting. Dua porsi bulu babi, dan nasi abalone." Setelah mendengar kata-kata Erza, punggung Sanca sudah basah oleh keringat. Malam ini dia harus mengeluarkan uang berpuluh-puluh juta sekaligus.

"Oke, apakah kamu sudah selesai memesan? Haruskah aku memesan sekarang?" tanya Sanca dengan senyum terpaksa.

"Ya, sudah selesai. Pelayan, ingatlah untuk membawa kepiting terbesar, dan abalon terbesar. Bulu babinya harus yang masih segar. Oke?" kata Erza. Sanca hampir pingsan, jika semua ini dituruti oleh pelayan itu, maka harganya akan berlipat ganda. Kali ini, dia tidak tahu harus berkata apa.

"Ada apa? Apakah Anda merasa tidak nyaman?" Erza melihat ekspresi Sanca, dan dia merasa bangga. Ketika dia memikirkannya, semua hanya permulaan.

"Tidak apa-apa, tidak apa-apa, pesan saja, pesan saja," jawab Sanca Saat ini, Lana mengkhawatirkan Sanca.

"Ya, karena Tuan Sanca berkata begitu, aku tidak akan sungkan lagi," kata Erza menanggapi. Sanca tidak sabar untuk menampar pria itu.

"Apa lagi yang ingin Anda pesan, tuan?" tanya Erza pada Sanca.

"Aku tidak akan memesan makanan apa pun. Itu semua sudah cukup." Erza tersenyum sedikit mendengar jawaban Sanca. Dia melakukan ini semua karena dia ingin Sanca berhenti mengganggu Lana lagi.

Di saat hati Sanca mulai terasa lega, Erza berkata lagi, "Tapi apakah tidak akan ada anggur di sini?" Setelah berbicara, Erza juga menatap Lana.

"Tentu saja. Pelayan, bawakan anggur yang enak ke sini." Sanca mengangguk dengan cepat. Dia berkata sambil tersenyum dan melirik pelayan agar memberikan anggur yang biasa saja.

"Tuan Sanca, apakah ada masalah di matamu?" Erza tersenyum tipis, tentu saja dia mengerti apa maksud Sanca.

"Pelayan, anggur merah enak apa yang ada di sini? Jika kamu membawa anggur merah biasa, itu benar-benar akan mengecewakan bagi Tuan Sanca, mengerti?" Pada saat ini, ini Erza juga melihat pelayan itu dan bertanya.

"Kita punya…" Sebelum menyelesaikan kalimatnya, Sanca mengedipkan mata pada pelayan itu lagi. Tapi jujur ​​saja, saat ini pelayan itu belum paham maksud Sanca. Dia hanya mengira Sanca ingin wine terbaik yang ada di restoran itu.

"Ada sebotol anggur berumur 82 tahun. Edisi terbatas. Perusahaan anggur terkenal melelangnya dengan harga 20 juta beberapa hari yang lalu. Apakah Anda ingin mencobanya?" tanya sang pelayan.

Ketika Sanca mendengar kata-kata ini, dia ingin menangis. Sebotol anggur merah itu akan menghabiskan semua uangnya. Ini sangat mengerikan. Saat ini, Sanca benar-benar ingin membunuh sang pelayan.

"Apa itu terlalu mahal? Bukankah itu hanya 20 juta?" tanya Erza dengan nada menantang. Ketika Sanca mendengar ini, dia melihat Erza dengan rasa jengkel. Dia berpikir bahwa Erza tidak bisa dibiarkan lagi. Lana kini benar-benar terpana. Dia akhirnya mengerti mengapa Erza berani mengatakan bahwa Sanca tidak akan berani mengajak dirinya makan malam lagi lain kali.

"Tapi, bukankah pada saat seperti ini sangat tepat untuk menyajikan anggur berkualitas tinggi seperti itu. Lagipula, Anda mengajak Bu Lana ke sini untuk makan malam spesial, bukan?" Ketika Sanca menghela napas sejenak, kata-kata Erza terdengar lagi. Ketika dia mendengar kata-kata ini, Sanca ingin melompat dari gedung.

"Ya sudah, bawakan anggur itu ke sini," kata Sanca pada pelayan itu.

"Baik. Karena sudah kembali dari pelelangan, harga sebotol wine ini sekarang 30 juta, tuan. Saya akan segera mengambilnya dan menyajikannya untuk Anda." Saat itu, pelayan itu berbalik dan pergi dengan cepat. Sedangkan, Sanca duduk di kursinya dengan hampa. Dia bertanya dalam hatinya. 30 juta untuk hanya untuk sebotol anggur? Jika Lana tidak ada di sana sekarang, pasti Sanca sudah menghabisi Erza hingga dia tidak bisa berkutik lagi.


next chapter
Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C19
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login