Vian dan juga Altaf saling duduk berhadapan. Vian membuat janji temu di sebuah restoran yang menyediakan ruang privat sehingga kalau sampai ia hilang kendali, tidak ada orang yang menyaksikan pertunjukan mereka.
Altaf duduk dengan gayanya yang angkuh, menatap Vian dengan tatapan tajamnya. Begitu juga dengan Vian yang sejak kedatangan pria itu tak perah mengendurkan tatapn tajamnya.
"Aku sudah mendapat 'hadiah' kecil darimu," ujar Altaf memecah suasana tegang itu.
"Bagaimana? Apa kau menyukainya? Atau kau kurang puas hingga menginginkan 'hadiah' yang jauh lebih besar lagi." Vian tersenyum meremehkan. Ada ancaman yang tersirat dalam senyum pria itu.
"Hadiah yang lebih besar?" Altaf pura-pura menimbang. "Bagaimana kalau perceraian kalian? Itu akan menjadi hadiah besar untukku." Pria itu tersenyum menyeringai.