"Apa yang kamu katakan Nad?" tanya Ardham lagi, masih dalam pelukan erat Nadine.
"Apakah Nadine harus mengulanginya lagi paman? seperti tujuh tahun yang lalu, kemudian paman akan melukai hati Nadine lagi?" sorot mata Nadine melemah.
"Dan itu memang akan terjadi lagi Nad, selama kamu tidak bisa melupakan perasaanmu pada paman." jawan Ardham menetralkan debar jantungnya, dengan melepas pelukan erat Nadine.
Namun pelukan Nadine semakin erat, menenggelamkan kepalanya di dada bidang Ardham.
"Paman..biarkan Nadine sejenak seperti ini, Nadine mohon... biarkan kali ini Nadine memeluk paman untuk yang terakhir kalinya." mohon Nadine dengan tangis sedihnya. Ardham meremas tangannya yang berada di bawah kursi, sungguh hati terasa tercabik-cabik mendengar tangis Nadine, gadis kecil yang dulu sangat di manjakannya, yang selalu di gendongnya di atas pundaknya kemanapun dia pergi, bahkan tidurpun sering bersamanya. Hati Ardham ikut menangis, tapi apa daya, semuanya harus berakhir sebelum Ardham memulainya.
"Jika kamu ingin cepat melupakan paman, menikahlah dengan Marvin Nad." ucap Ardham tanpa membalas pelukan Nadine.
"Paman." Nadine menengadakan wajahnya menatap lekat manik mata Ardham.
"Nadine sekarang bukanlah gadis kecil yang labil lagi seperti kata paman dulu...sekarang Nadine sudah dewasa paman, Nadine sangat yakin dengan perasaan Nadine sendiri." jelas Nadine.
"Sekarang alasan apa lagi paman? apakah karena Nadine tidak secantik Bi An? hingga paman tidak bisa mencintai Nadine?" tanya Nadine dengan sakit hati.
Hati Ardham tercubit dengan pertanyaan polos Nadine.
"Kamu memang sudah tumbuh menjadi gadis yang dewasa sekarang peri kecilku...kamu tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik...lebih cantik dari wanita di dunia ini." kata hati Ardham menjawab pertanyaan Nadine.
Ardham menatap Nadine, dan berlahan dengan tenaga yang cukup kuat, Ardham melepas pelukan Nadine, hingga Nadine agak terhuyung di pinggir meja.
"Kecantikan itu , tidak bisa di lihat dengan kasat mata Nad...kecantikan itu dari hati, dan kamu tahu arti itu? paman dan Bi An sudah menikah, jadi tidak pantas seorang gadis yang cantik masih menggoda laki-laki yang sudah menikah." jawab Ardham seraya berjalan menuju pintu dan keluar kamar.
Tubuh Nadine terasa lumpuh, luka di hatinya menganga kembali, sangat sakit terasa, perkataan Ardham sangat menusuk dalam di hatinya, airmata kesakitan mengalir deras keluar dari mata Nadine yang begitu indah. Nadine menangis terisak terduduk lemas di kursi Ardham,
"Apa salahku paman..apa salahku hingga paman sangat tega menyakiti hatiku, apakah perasaan cintaku tidak pantas untuk paman, aku ingin selalu bersama paman, ingin menghabiskan hidupku bersama paman." rintih Nadine terdengar pilu, sambil tangannya memukul meja kerja Ardham.
Ardham yang berdiri di balik pintu, mendengar semua rintihan Nadine, tubuhnya terasa bergetar, terasa kepalanya berputar dan menghempaskannya.
Di pegangnya dadanya yang sangat terasa sakit di sana. Ada air mata yang menggenang di pelupuk matanya.
"Paman sangat mencintaimu Nadine...kamu masih bisa melepas rasa cinta itu untuk Marvin, tapi rasa cinta paman...biarlah paman simpan hingga paman tiada." lirih suara Ardham sambil mengusap pintu ruang kerjanya. Kemudian pergi ke kamarnya.
Dengan mata yang bengkak dan hidung yang sembab memerah, Nadine melangkah keluar menuju ke kamarnya.
Di tumpahkannya semua luka hatinya , kekecewaanya dalam tangis, Hati Nadine menjerit...berteriak...ingin melampiaskan luka hatinya, ingin hatinya bisa melupakan perasaannya, mengubur dalam-dalam bayangan wajah Ardham, namun tetap saja, pikirannya di kendalikan oleh perasaan sayangnya yang lebih besar daripada kebenciannya.
"Tok...To...Tok"
"Nadine." suara Bi An memanggil Nadine dari luar kamar. Nadine mengusap airmatanya dengan cepat, dan berjalan ke arah pintu di dan membukanya.
Anna sedikit terkejut melihat wajah Nadine yang terlihat habis menangis. Namun dengan cepat Anna menetralkan keterkejutannya.
"Nadine, ayo turun...kita makan bersama." ajak Anna sambil menggandemg tangan Nadine yang terasa dingin.
Di meja makan, Ardham sudah menunggu dengan wajahnya yang tanpa ekspresi, seolah tidak ada terjadi apa-apa.
"Duduklah Nad." ucap Anna menyuruh Nadine duduk dan menunjuk kursi yang dekat dengan Ardham.
Nadine hanya melirik kursi kosong itu, dengan malas Nadine menarik kursi yang lain yang lebih dekat dengan Anna. Anna menatap mata Ardham, Ardhampun membalasnya dengan helaan nafas panjang.
"Ayo kita makan." Anna memulai dengan percakapan setelah suasana begitu hening. Anna mengambil nasi dan di berikannya pada Ardham dan Nadine.
Menu makanan di meja ada beberapa macam, Nadine mengambil dadar telor bersamaan Ardham juga akan mengambilnya. Namun Ardham segera membatalkannya saat tahu Nadine menginginkan telor itu.
Nadine dengan masih sikap diamnya memulai makannya. Ardham dan Annapun memulai makan, tanpa ada suara, selang beberapa menit, suara batuk Ardham karena tersedak makanan terdengar.
"Uhukk...Uhukk...Uhukk"
Ardham terbatuk dengan wajah memerah sambil memegang tenggorokannya yang sakit.
Anna dengan cepat bangkit dan mengambil segelas air putih dan membantu meminumkannya pada Ardham. Anna pun membersihkan mulut Ardham yang tersisa makanan yang tumpah yang menempel di sekitar mulutnya.
Melihat semua itu hati Nadine semakin sakit dan tersiksa, hatinya sudah tidak tahan melihat semua itu, tangannya bergetar memegang sendok dan garpunya.
Dengan sedikit keras Nadine meletakkan sendok dan garpunya, seraya bangkit dari duduknya.
"Maaf Bi an...Nadine sudah kenyang. Permisi." ucap Nadine beranjak dari tempatnya dan sedikit berlari keluar dari pintu rumahnya, Nadine berlari cepat ke sebuah kebun kelapa yang tak jauh dari rumahnya.
Airmata Nadine sudah bertumpah ruah,. Dengan menahan dadanya yang terasa sesak, dengan histeris Nadine berteriak kencang.
"Ardhaaaamm aku membencimu!! Aku sangat membencimu...!! teriak Nadine dan jatuh bersimpuh di tanah.
Tubuhnya meringkuk, dengan mencengkeram kedua lututnya. Di benamkannya kepalanya di atas lututnya.
"Hikss...hikkss...aku mencintaimu paman, aku mencintaimu!! haruskah aku menghilang dari pandangan paman? haruskah aku menikah dengan Marvin agar hati paman puas?" lirih suara Nadine tenggelam dalam tangisnya.
Di meja makan, Anna terduduk dengan lemas, wajahnya tertutup dengan kedua tangannya. Hatinya sangat sedih melihat keadaan Nadine yang keluar berlari dengan mata yang berkaca-kaca.
"Trimakasih An...sudah mau melakukannya tadi." ucap Ardham suaranya bergetar.
"Aku sudah tidak sanggup lagi melakukannya Dham...cukup hentikan dengan sandiwara ini, aku sangat kuatir dengan keadaan Nadine." isak Anna dengan sedih.
"Nadine sangat keras kepala masih tetap pada perasaannya An, aku harus melakukannya." ucap Ardham pelan.
"Aku sudah tidak sanggup lagi Dham, jangan libatkan aku lagi dengan melakukan seperti tadi..aku juga seorang wanita...aku tahu bagaimana rasa sakit itu." Lirih suara Anna
"Lalu aku harus bagaimana lagi An? apa yang harus aku lakukan?" serak suara Ardham menahan hatinya yang juga terasa sakit.
"Menikahlah dengan Nadine Dham, hanya itu saranku." tandas Anna
"Aku belum bisa menemukan pembunuh Arsen dan Kayla Anna? bagaimana aku bisa menikahi Nadine." keluh Ardham, dan tanpa sadar telah menunjukkan keinginannya pada Anna.
"Apakah itu berarti jika kamu sudah menemukan pembunuhnya, kamu akan menikahi Nadine?" tanya Anna dengan kegembiraan yang meluap.
Wajah Ardham memerah karena malu dengan perkataannya.
"Dham...kalaupun kamu belum bisa menemukan pembunuh Arsen dan kayla, kamu masih bisa menjaga Nadine dengan cara kamu menikahi Nadine. Nadine akan aman bersamamu." lanjut Anna dengan hati lega, melihat Ardham yang telah menuruti perkataannya.
Ardham mengangkat kedua bibirnya membentuk sebuah senyuman yang selama tujuh tahun ini jarang dia lakukan.
"Baiklah...kali ini aku akan menuruti permintaanmu, aku akan menutup luka hati Nadine dan memberikan cintaku padanya." pelan suara Ardham seraya membersihkan mulutnya, setelah makannya selesai.