Nadine berangkat ke kampus pagi-pagi sekali untuk menghindari Ardham. Cukup sudah hatinya terluka dengan kata-kata Ardham. Nadine duduk termenung di bawah pohon besar, tempat biasanya dia melepas penatnya.
"Aku harus segera menghubungi marvin, jika memang ini membuat hati paman puas, baik akan kupenuhi keinginanmu paman." kata hati Nadine. Di tatapnya pintu gerbang kampus dari tempatnya duduk, masih tampak sepi.
Nadine mengambil ponselnya dari dalam tas. Di lihatnya ada pesan dari Bi An, segera di buka dan di bacanya pesan Bi An.
"Nadine ,kamu di mana? Bi An mencarimu untuk sarapan pagi bersama."
"Maaf Bi An, Nadine sudah di kampus sekarang, ada janji sama teman."
"Ohh ya Nad, Marvin juga menjemputmu barusan, tapi langsung pergi saat Bi An bilang kamu tidak ada di rumah."
"Ya Bi An, tidak apa-apa, biar nanti Nadine kasik tahu Marvin."
"Nadine."
"Ya Bi An."
"Pamanmu juga mencarimu tadi."
"Ennnggg..Bi An, Maaf...Marvin sudah datang, nanti kita lanjut lagi ya."
Nadine memutuskan percakapannya dengan Bi An. Jantungnya kembali berdenyut kala Bi An, menyebut pamannya. Nadine sudah bertekad untuk melupakan cintanya, mengubur masa kecilnya saat masih bahagia bersama Ardham.
"Nadiineee." teriak Marvin dari jauh, dengan nafas yang tersengal-sengal.
"Nafasmu kenapa Marv, seperti di kejar-kejar hantu." tanya Nadine sambil memberikan air mineral yang selalu di bawanya jika ke kampus.
Marvin menerima dengan cepat, dan sekaligus di teguknya sampai habis. Mata Nadine melotot kesal.
"Kok, di habiskan sih Marv?" cerucut Nadine sedikit kesal.
"Nanti aku ganti Nad, Maaf ya? haus sekali aku Nad." bujuk Marvin.
"Ehh Nad, nanti pulang dari kampus ke rumahku ya? Mommy ingin kenal sama kamu." lanjut Marvin sambil melirik wajah Nadine, ingin tahu reaksinya.
"Mommy kamu ingin kenal aku?" Nadine tertawa terkekeh.
"Jangan bercanda kamu Marv."
"Serius Nad, aku tidak sedang bercanda. Mommy hari ini khusus berada di rumah karena ingin bertemu denganmu." ucap Marvin dengan wajah serius.
"Tidak Ahhh Marv! malu aku." sahut Nadine cepat.
"Nadine, kenapa harus malu...please aku serius, Mommy ingin bertemu denganmu." Mata Marvin menatap Nadine dengan tatapan memohon.
"Bukannya kamu sendiri yang telah bilang jika aku adalah kekasihmu Nad? dan aku serius menginginkanmu menjadi kekasihku." lanjut Marvin sangat serius.
Nadine membalas tatapan Marvin dengan tidak percaya.
"Sejak kapan kamu menginginkanku?" tanya Nadine dengan tidak percaya.
"Sejak melihat kamu menangis, sejak kamu bilang jika aku adalah kekasihmu. Di hatiku saat itu mulai tumbuh keberanian untuk memutuskan bahwa aku ternyata telah mencintaimu." jawab Marvin jujur, mengungkapkan apa yang ada di hatinya.
"Aku tidak percaya ini Marv, ini terlalu cepat. Kamu pasti salah mengartikan perasaanmu." sahut Nadine.
"Hanya waktu yang bisa membuktikan jika aku benar-benar jatuh hati padamu, akan aku buktikan dengan sikap dan kesungguhanku untuk memanjakanmu dan menjagamu." ucap Marvin sungguh-sungguh.
Nadine berdiam, pikirannya melayang dengan tekadnya untuk memenuhi keinginan Ardham, di mana pamannya menginginkan dirinya bisa menerima, dan menikah dengan Marvin. Nadine meremas kedua tangannya, semoga langkah yang di ambilnya adalah yang terbaik untuknya.
Nadine tak ingin lagi kembali terluka dan terluka dengan sikap dan kata-kata Ardham yang selalu menyakiti hatinya.
"Apakah kamu sungguh-sungguh dengan perkataanmu Marv?" tanya Nadine lagi meyakinkan hatinya untuk menerima Marvin.
"Ya Nadine, aku bersungguh-sungguh dengan perkataanku." tatap Marvin tepat di manik mata Nadine.
"Tapi aku belum bisa mencintaimu Marv." ucap Nadine jujur, karena memang di hatinya masih belum ada perasaan untuk Marvin.
"Aku tahu Nad, aku akan membuatmu agar bisa jatuh cinta padaku. agar kamu bisa melupakan perasaanmu pada Pamanmu." ucap Marvin yang tahu pasti perasaan Nadine terhadap Ardham.
Nadine terkejut dengan perkataan Marvin,
"Kamu...tahu darimana kalau aku mencintai paman Ardham?" tanya Nadine menatap Marvin intens.
Marvin melepaskan senyumnya, dan mencubit hidung mungil Nadine.
"Kamu tidak perlu tahu, bagaimana aku bisa tahu, yang penting sekarang...beri aku kesempatan untuk bisa membuktikan bahwa aku benar-benar mencintaimu, dan juga ingin kamu cintai."
"Hemm..baiklah, aku akan ikut denganmu nanti. Tapi kalau Mommy kamu tidak menyukaiku bagaimana?" tanya Nadine menjadi ragu.
"Kamu jangan kuatir, Mommy sangat menyukaimu. Bahkan menginginkanmu sebagai menantu." pelan suara Marvin.
Hati Nadine sedikit tenang setelah mendengar perkataan Marvin soal Mommynya.
Tiba di rumah Marvin, Nadine sedikit gelisah, ternyata Marvin adalah anak tunggal dari pengusaha yang sangat kaya raya.
Nadine sedikit minder mengetahui hal itu. Nadine sadar dia sudah sebatangkara tidak mempunyai orang tua lagi. Dan diapun tinggal di rumah yang besar itu karena kebaikan hati pamannya.
Tak di sangkanya ternyata Mommy Marvin masih sangat muda, sangat cantik dan anggun. Berbincang dengan Mommy Marvin ternyata membuat Nadine menemukan sosok ibu yang sudah lama tak di rasakannya. beberapa jam pun telah berlalu, dengan agak berat Nadine pun meminta ijin untuk segera pulang. Apalagi Bi An beberapa kali mengirim pesan padanya agar segera pulang.
Dengan di antar Marvin, Nadine pulang dan sampai di rumah. Marvin yang berniat pulang di larang oleh Nadine.
"Jangan pulang dulu, makan malamlah di sini." mohon Nadine.
"Baiklah, jika yang menginginkan Tuan putri. Apa sih yang tidak bisa buat sang putri." rayu Marvin dengan khas senyumnya.
"Ayo, cepatlah keluarlah dari mobil." ucap Nadine.
Berdua berjalan sambil bercanda dan tertawa memasuki rumah. Sesekali nampak Marvin mengacak rambut Nadine, yang lagi tertawa.
Di balik cendela ruang kerja Ardham, nampak Ardham melihat dengan jelas kemesraan antara Nadine dan Marvin.
Ardham menekan dadanya yang terasa sesak melihat kemesraan itu.
"Apakah begini rasanya cemburu itu? kenapa sangat terasa sakit di hati." rintih Ardham. Sejak pagi sebenarnya Ardham sudah mencari Nadine. Tapi Nadine sudah berangkat ke kampus. Hari ini Ardham memutuskan ingin membuka hatinya dan jujur pada Nadine tentang perasaannya. Dari pagi sampai petang Ardham menunggu kedatangan Nadine. Namun dengan kepulangan Nadine dan marvin, dan melihat kemesraan di antara mereka berdua membuat hati Ardham menciut kembali.
"Sudah sepantasnya kamu berhubungan dengan laki-laki yang usianya sepadan denganmu peri kecilku, apalah arti paman ini yang hanya seorang pria tua yang hanya bisa menjadi seorang pecinta, tidak akan pantas berada di sisimu." bisik hati kecil Ardham. Dengan hati yang terluka, Ardham mencoba memendam kembali perasaan hati dan cintanya.
Ardham menghapus setitik airmata yang menggenang di sudut matanya, kemudian berjalan keluar dari ruang kerjanya melangkah ke meja makan yang telah di persiapkan Anna.
Anna menatap wajah Ardham yang sedikit pucat. Anna ikut merasakan kesedihan yang di alami Ardham saat ini, melihat Nadine wanita yang di cintainya sedang bergandengan tangan dengan laki-laki lain dengan mesranya.
"Dham, duduklah." ucap Anna yang sudah duduk di kursinya. Nadine dan Marvin pun sudah duduk berdampingan.
"Bi An, sebelum kita makan...apakah boleh aku memberitahu sesuatu pada Bi An dan Paman." ucap Nadine menatap Anna dan Ardham bergantian.
"Tentu saja sayang, apa yang akan kamu beritahukan pada kami." sahut Anna memberikan senyumnya.
"Emm, tadi siang sepulang dari kampus Nadine di ajak Marv ke rumahnya, dan di kenalkan pada Mommy Marv...Eemm..." Nadine ragu melanjutkan ucapannya, namun Marvin menyahut dengan cepat.
"Mungkin bulan depan kami akan segera bertunangan Bi An, Paman." lanjut Marvin melanjutkan ucapan Nadine.
Hati Ardham tersentak, jantungnya serasa berhenti seketika, apa yang di dengarnya sungguh sangat membuat hatinya terasa sakit.
Anna melepas senyum bahagia, walau matanya sekilas melihat ada luka yang dalam di mata Ardham dan Nadine.
"Berita ini sungguh membahagiakan kami Marv, Nadine, yang terpenting... ingat pesan Bi An. Bi An hanya bisa mengingatkan jika kalian memang sama-sama saling mencintai resmikanlah dengan secepatnya, jika tidak...jangan di lakukan, karena hubungan itu pasti tidak akan bisa bertahan lama." ucap Anna masih dengan senyuman di bibirnya. Hati Nadine tercubit dengan perkataan Bi An yang sepertinya telah menyindirnya.
"Trimakasih Bi An atas pesannya, Nadine akan bicara jujur di sini, yang pertama memang Nadine belum bisa mencintai Marvin sepenuh hati, tapi Nadine yakin seiring waktu dengan cinta Marv yang tulus Nadine akan bisa mencintai Marv, dan yang kedua paman Ardham sebagai pengganti orang tua Nadine, menginginkan Nadine hidup bersama Marv, jadi Nadine akan menurut apa kata paman. Bukankah paman ingin Nadine bahagia? dan kalau ini memang yang terbaik buat Nadine, Nadine akan menerimanya. Bukan begitu Paman Ardham?" tanya Nadine menatap lekat mata Ardham.
Tubuh Ardham terasa lemas, hatinya terasa sedih, apa yang di katakannya kemarin telah di penuhi oleh Nadine. Di saat Ardham telah memutuskan ingin mengakui perasaan cintanya pada Nadine. Nadine malah berbalik menghempaskannya.
Dengan sesak di dadanya, Ardham membalas tatapan Nadine dengan sangat lembut dan senyuman yang sangat indah yang belum pernah di lihat Nadine sebelumnya.
"Syukurlah Nad, kalau kamu menuruti apa kata Paman. Ini baru peri kecil paman." ucap Ardham dengan senyuman menahan luka hatinya.
"Sekarang lanjutkan makan kalian, paman akan keluar sebentar ada janji dengan teman paman soal pekerjaan." lanjut Ardham berjalan tertatih menahan kesedihannya. Hatinya telah hancur berkeping-keping.
Malemmm kk,
trimakasih sy ucapkan sebelumnya, jika suka dengan cerita ini, untuk lebih mensupport semangat saya, bisa dong kk, memberi komentar pada ulasan , serta bintang dan vote nya..
Trimakasih kk