Download App
85.18% MENGEJAR CINTA MAS-MAS / Chapter 92: MCMM 91

Chapter 92: MCMM 91

Bila semudah itu maka pasti akan kulakukan tanpa keraguan sedikitpun...

⭐⭐⭐⭐

Happy reading ❤

"Om, kayaknya ada perubahan rencana nih," ucap Banyu saat menelpon Agus.

"Kenapa? Kapan kamu dan ibumu kembali?"

"Sepertinya kami akan memperpanjang kunjungan kami disini. Ibu ingin menunggui Sita melahirkan, kira-kira dua bulan lagi. Oh ya om, bisa minta tolong urus visa dan tiket untuk memberangkatkan ustadz Arman dan istrinya ke London. Ini permintaan ibu."

"Nggak ada masalah untuk itu. Tapi apa hubungannya Sita melahirkan dengan kamu?" tanya Agus penasaran. "Oh ya Nyu, rumah kalian jadi mau direnovasi? Mbak Ami nggak keberatan tinggal di rumah ayahmu kan?"

"Iya om, renovasi saja. Rumah mungil itu nanti untuk Banyu tinggal bersama istri Banyu."

"Istri? Wah kamu sudah punya calon istri? Siapa Nyu? Ketemu dimana?" berondong Agus.

"Tenang saja om. Ada proyek besar nih disini. Doain proyeknya berjalan lancar ya."

"Hmm.. proyek apa? Proyek dengan Mr. Messut kan akan segera dimulai. Berarti bukan itu dong. Seberapa besar proyeknya? Hati-hati mengambil keputusan, Nyu."

"Besar banget om. Tenang aja om. Ini proyek masa depan."

"Proyek.... mencari istri?" Banyu tak menjawab, hanya tergelak. Agus geleng-geleng kepala mendengar keponakannya tertawa. "Sekarang lebih memilih cewek bule nih?"

"Nggak bule om. Banyu masih doyan yang lokal-lokal saja. Tapi entahlah, Banyu sebenarnya agak ragu karena masih banyak yang abu-abu."

"Pastikan dulu Nyu. Jangan sampai kasus dengan keluarga Danudirja terulang. Om nggak mau didatangi keluarga kalian diteror lagi seperti dulu."

"Iya om. Makanya Banyu butuh waktu lebih lama berada di London untuk memastikan beberapa hal. Oh ya, tolong hubungi teman om yang menjadi realtor di sini. Minta tolong carikan apartemen yang lebih besar untuk Aidan dan Sita. Lokasinya harus dekat dengan kampusnya Aidan. Kalau bisa kamarnya lebih dari dua.

"Memangnya apartemen yang lama kenapa?"

"Apartemen lama biar Banyu yang tempati om. Daripada di hotel lebih baik selama disini Banyu tinggal di apartemen. Banyu belum tahu akan berapa lama di London."

"Nyu, kamu serius dengan proyek mencari istri ini?"

"Serius, om. Kali ini Banyu nggak akan menyerah sebelum semuanya jelas. Banyu akan memperjuangkannya."

"Apakah kamu menemukan.... Gladys?" Tak terdengar jawaban dari Banyu. Agus tersenyum. Kini ia mengerti mengapa Banyu memilih tinggal selama beberapa saat di London. "Baiklah, kamu nggak usah mengkhawatirkan perusahaan. Kamu bisa jalankan dari sana. Kita bisa conference call bila memang dibutuhkan. Surat-surat yang perlu disetujui akan dikirimkan melalui email. Jangan pulang sebelum perjuanganmu selesai. Kalau mas Pram masih ada dia pasti sangat bahagia."

⭐⭐⭐⭐

"Dys, ada perubahan rencana." ucap Intan saat mereka sedang mempersiapkan sarapan. Haidar dan Salma kembali terlelap setelah tadi mereka bermain air.

"Perubahan rencana gimana?"

"Gue dan mas Haidar nggak jadi pergi ke spa. Mas Haidar mengundang temannya makan malam. Elo bantuin gue ya," bujuk Intan. "Mas Haidar menyuruh pesan makanan, tapi nggak enaklah mengundang tamu kalau kita pesan makanan. Gue maunya masak sendiri, tapi mas Haidar nggak mengijinkan gue terlalu capek."

"Siapa tamunya?"

"Nggak tau. Nggak kenal."

"Rencananya jam berapa tamunya datang? Berapa orang?"

"Elo beneran mau bantuin gue kan?" Gladys mengangguk. "Makasih ya Dys. Elo memang sahabat gue terbaik di seluruh dunia."

"Lebay." Intan memeluk sahabatnya. Ia sangat bersyukur memiliki sahabat sebaik Gladys. Seandainya tak ada gadis ini, mungkin saat ini mereka tinggal di apartemen kecil dekat kampus. Itulah sebabnya ia akan membantu Gladys menemukan kebahagiaannya, walau gadis itu selalu bersikeras dia sudah sangat bahagia dengan keadaannya saat ini.

"Kalau begitu gue siap-siap untuk belanja bahan-bahannya," ucap Intan.

"Nggak usah, biar gue dan Salma yang pergi belanja," cegah Gladys. "Sekalian gue mau ajak Salma cari baju princess yang gue janjikan waktu itu."

"Kalau begitu biar diantar mas Haidar ya? Kasihan kalau elo belanja sendiri sambil ngemong Salma. Minimal mas Haidar bisa bantu membawakan tas belanja."

"Elo sendiri di rumah nggak papa?" Intan tersenyum berusaha meyakinkan.

"Lebih baik mas Haidar lo ajak deh. Kalau berduaan di rumah bahaya. Dia minta jatah melulu. Gue capek, Dys. Lo bayangin aja dengan perut segede ini gue harus melayani dia. Mending kalau cukup sekali. Ini mah bisa....."

"Stop.. stop!! Gue nggak mau mendengar cerita mesum lo!" sergah Gladys sambil menutup telinganya.

"Makanya buruan nikah, biar lo juga bisa melakukan hal-hal mesum kayak gue." Intan tertawa melihat wajah Gladys memerah. "Elo tuh sudah dewasa, tapi masih aja malu kalau membahas hal kayak begini."

"Kalian berdua aja yang terlalu mesum. Untung kamar gue di atas. Jadinya nggak perlu mendengar suara-suara aneh dari kamar lo. Makanya lebih baik Salma tidur sama gue, daripada dia melihat hal-hal aneh yang kalian lakukan."

Intan terkikik mendengar ucapan Gladys. Ia akui kebiasaan Salma tidur di kamar Gladys cukup menolong bila Haidar meminta jatah.

"Hal-hal aneh apa sih, Dys?" Haidar yang rupanya baru terbangun, keluar dari kamar. Rambutnya masih acak-acakan. Ia menghampiri Intan dan mengecup kening sang istri.

"Hal-hal aneh yang sering kalian lakukan," jawab Gladys. "Aku masih terlalu polos untuk membahas hal tersebut, mas."

"Makanya menikah, Dys. Jadi kamu tahu kenapa kami menikmati hal-hal yang kamu bilang aneh itu," ledek Haidar.

"Dulu kupikir mas Haidar tuh kalem. Nggak tahunya tebakanku salah."

"Makanya aku nggak mau lama-lama pacaran sama mas Haidar. Takut nggak kuat menahan godaan, Dys."

"Sudah ah, gue nggak mau mendengar kelanjutannya." Intan dan Haidar tertawa mendengar ucapan Gladys.

"Mas, nanti kamu tolong antar Gladys belanja bahan-bahan untuk makan malam nanti."

"Makan malam?" Haidar heran mendengar ucapan Intan. Untunglah Haidar segera tersadar saat melihat kode dari Intan. "Oh iya, aku hampir lupa kalau malam ini ada temanku yang mau datang kesini. Kebetulan temanku itu baru datang dan dia sudah merasa rindu pada Indonesia."

"Nggak usah pesan makanan mas. Biar aku saja yang masak. Mau menu Indonesia atau Eropa?"

"Menu Indonesia, menu rumahan gitu saja biar nggak terlalu repot. Temanku itu bilang sudah lama nggak makan tempe bacem dan sayur lodeh. Kamu bisa kan Dys? Biar Intan yang bikin sambal."

"Insyaa Allah bisa mas. Semoga saja di supermarket bahan-bahannya komplit ya. Kalau nggak komplit aku masak chinese food saja ya?"

"Terserah chef Gladys," jawab Intan. "Oh ya, kamu antar Gladys ya. Dia mau sekalian ajak Salma."

"Aku pengen di rumah saja sama kamu, yang."

"Oh no.. kamu harus antar Gladys. Aku capek," tolak Intan galak. "Semalam saja kamu minta ...."

"Stop!! Jangan dilanjutkan. Jangan nodai kepolosan gue dengan pembicaraan mesum kalian." Gladys buru-buru meninggalkan pasangan suami istri mesum itu. Kini bulan hanya wajahnya yang memerah, namun kupingnya pun ikut memerah akibat pembicaraan Intan dan Haidar.

⭐⭐⭐⭐

"Mas, tolong ambilkan minyak goreng dong di rak sebelah sana. Tadi aku kelupaan," pinta Gladys pada Haidar yang mendorong trolley. "Aku dan Salma ke sebelah sana ya. Aku mau beli cemilan buat Salma."

"Oke boss. Tapi Dys, kayaknya cemilan Salma masih banyak deh. Terakhir kamu belanja kan sudah membelikan dia banyak cemilan."

"Nggak papa mas. Aku kan pilihnya cemilan sehat. Oh iya, jangan lupa tadi Intan bilang minta belikan pembersih muka."

"Siap boss." Haidar meninggalkan Gladys dan Salma.

"Salma, do you want to eat ice cream?"

"Yes mommy. I want ice cream."

"Okay, after we finish this we will buy ice cream."

"Assalaamu'alaykum Princess," Tiba-tiba terdengar suara menyapa dari arah belakang. Tanpa menoleh pun Gladys tahu siapa yang menyapanya.

"Wa'alaykumussalaam," jawab Gladys tanpa menoleh. Ia melanjutkan langkahnya menuju tempat cemilan.

"Halo cantik," sapa Banyu sembari mensejajari langkah Gladys. Salma hanya menatap Banyu heran.

"Dia belum lancar bahasa Indonesia," ucap Gladys.

"Mommy, who is he?" tanya Salma dengan pandangan heran.

"He's my friend, dear. He's uncle Banyu. Say hi to him." Salma hanya diam saja. Banyu merendahkan tubuhnya sehingga Salma tak perlu mendongak untuk melihat wajahnya.

"Hi little princess." Wajah Salma langsung cerah saat mendengar sapaan tersebut. "I'm your mommy's friend. Can I be your friend too?"

"Daddy?" Gladys dan Banyu langsung tersentak saat mendengar ucapan singkat Salma. Keduanya secara otomatis saling memandang. Gladys yang pertama membuang pandang. Ia tak ingin Banyu melihat pipinya yang ia yakin kini pasti memerah.

"Daddy? Do you want me to be your daddy?" Salma mengangguk dengan senyum mengembang.

"No dear, he can't become your daddy," potong Gladys saat dilihatnya mulut Salma terbuka hendak bicara.

"Why?" Salma dan Banyu berbarengan bertanya. Gladys memandang keduanya. Ia bingung harus menjawab apa. Tak mungkin ia berkata pada Salma bahwa Banyu sudah memiliki istri. Salma takkan mengerti.

"He's not my special friend. He's not my prince." Akhirnya hanya itu yang bisa Gladys katakan. Wajah Salma langsung kecewa saat mendengar jawaban Gladys.

"Don't be sad little princess. Someday I will become your daddy," bisik Banyu namun dengan suara yang masih terdengar oleh Gladys yang langsung menatapnya marah. Wajah Salma kembali cerah saat mendengarnya.

"Promise?" Banyu mengangguk mantap.

"Jangan menjanjikan sesuatu yang kamu nggak akan bisa memenuhinya. Dia hanya anak kecil dengan hati yang rapuh dan kekecewaan yang dia alami akan terus melekat serta mampu menimbulkan trauma," tegur Gladys dengan nada tajam. Ya tuhan kenapa semudah itu ia berjanji padahal ia tahu hal itu tak mungkin diwujudkan. Aku nggak mau kembali menjadi orang ketiga dalam hubungannya, batin Gladys.

"Kata siapa aku nggak bisa memenuhi janjiku. Walaupun harus menunggumu lepas dari suamimu, aku akan melakukan itu." Gladys tak tahu lagi harus berkata apa. Dengan kesal ia mendorong trolley menjauhi Banyu. Untunglah kali ini Banyu tak mengejarnya.

"Bye little princess." Masih terdengar suara Banyu.

"Bye daddy," balas Salma sambil melambaikan tangannya. Bahkan dengan lucunya ia melemparkan kiss bye kepada Banyu.

"Dear, he's not your daddy," tegur Gladys.

"Why mommy? I want him to be my daddy," rengek Salma. Gladys menggelengkan kepalanya. Mata Salma mulai berkaca-kaca saat melihat kesungguhan di wajah Gladys. Tak lama ia pun terisak. Gladys tak berusaha membujuknya karena ia menyadari apa yang Salma inginkan takkan pernah terjadi.

"Lho Dys, Salma kenapa?" tanya Haidar heran saat mereka bertemu. Salma yang melihat kehadiran Haidar langsung minta digendong. Di dalam gendongan sang ayah, Salma masih terus terisak.

"Abi, I want him to be my daddy," bisik Salma disela-sela isakannya. Haidar menatap heran ke Gladys.

"Apa maksudnya Dys? Siapa yang Salma maksud?" tanya Haidar bingung. Gladys menghela nafas kasar.

"Uncle Banyu, I want him to be my daddy," rengek Salma. Haidar terkejut mendengar rengekan Salma. Ia memandang Gladys menuntut penjelasan.

"Tadi kita bertemu Banyu," jawab Gladys singkat. "Ayo kita bayar dulu belanjaannya. Nanti aku ceritakan dalam perjalan pulang."

Sementara itu di kejauhan Banyu hanya mampu memandang Gladys. Ada rasa sakit melihat interaksi antara ketiganya. Sabar Nyu, elo harus yakin, bisik hatinya.

⭐⭐⭐⭐


CREATORS' THOUGHTS
Moci_phoenix Moci_phoenix

maaf kalau banyak typo

akan diperbaiki setelah release bab ini

jangan lupa komen dan hadiahnya ya

next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C92
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login