Seorang gadis baru saja memasuki kamarnya yang bernuansa biru muda dan juga putih tulang, Alika bukan tipe gadis yang terlalu menyukai warna pink. Jika disuruh memilih gadis itu akan lebih memilih warna biru atau hitam. Alika memang gadis yang berbeda.
Kakinya terayun menuju kamar mandi, mungkin dengan mengguyur tubuhnya dengan air dingin akan melepaskan lelahnya setelah seharian sekolah.
Setelah cukup, Alika keluar dari kamar mandinya dengan baju rumahan yang sudah melekat di tubuh kecilnya dan juga handuk yang sudah melilit rambutnya yang basah. Tangannya terulur untuk mengambil sejadah lalu menggunakan mukenanya, sebelum itu ia membuka lilitan handuknya, dan melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim.
"ALIKA! MAKAN DULU, NAK!" teriak Linda saat Alika sudah selesai melaksanakan kewajibannya
Alika melipat mukenanya dan langsung menaruhnya di atas ranjang, kakinya berjalan cepat ke bawah, dimana mamahnya berada.
Linda yang melihat putrinya sedang menuruni tangga lantas mengambilkan sepiring nasi dan mengisinya dengan lauk kesukaannya yang sengaja ia masak. Di keluarga ini ada jadwal memasak, Linda memasak kesukaan dirinya, suaminya sendiri dan Alika secara bergantian. Tapi kadang jika merasa bosan dengan makanan itu-itu saja, Linda akan membuat masakan yang berbeda dari hari biasanya.
Alika menerima piring yang sudah penuh dari Linda, lalu memakannya dengan lahap. Sedangkan Linda pergi ke ruang keluarga, karena dirinya sudah makan sedangkan Wahyu masih berada di kantor jika sore-sore seperti ini. Wahyu akan pulang sekitar pukul 8 malam atau paling lambat pukul 9 malam.
"Mah, Alika belum cerita ke Mamah, ya?" tanya Alika saat telah selesai dengan makanannya. Gadis itu mendaratkan bokongnya di samping Linda yang sedang fokus melihat majalah.
Linda melirik sekilas, "Cerita apa?"
Alika mulai menceritakan dimana saat ia bertemu dengan bunda Alfie, berbincang singkat tapi sangat bermakna bagi gadis itu. Dengan setia Linda mendengarkan celotehan putrinya dengan sesekali meliriknya, sangat terlihat jelas raut wajah Alika bahwa Alika memang sangat senang. Setidaknya ia bersyukur karena masih ada yang bisa membuat putri satu-satunya ini bahagia selain dirinya dan juga Wahyu tentunya.
"Seneng banget ya, anak Mamah ini?" tanya Linda dengan mengusap kepala Alika dengan lembut
Gadis itu mengangguk cepat, "Alika bener-bener seneng banget, Ma!" seru Alika dengan matanya yang sedari tadi tidak bisa berhenti berbinar.
"Terus bahagia ya, anak Mamah satu-satunya. Mamah gak mau kalo kamu sedih, kamu harus tetap bahagia walaupun nanti ada masalah yang menimpa kamu!" tutur Linda dengan tangannya yang sudah beralih mengusap pipi tembamnya.
Alika merentangkan tangannya pada Linda, meminta agar dirinya dipeluk. Dengan senang hati Linda membawa Alika ke dalam dekapan hangatnya.
"Dan aku harap, Mamah selalu ada buat aku. Bagaimanapun keadaannya nanti!"
***
"Lo udah nemuin belum?"
Seorang gadis tersenyum bangga, "Udah, dong!" ujar gadis tersebut dengan nada sombongnya serta kedua alisnya yang naik turun.
Alfie memutar bola matanya malas seraya berdecak, "Yaudah, mana?"
"Eh, tapi gue ada beberapa kandidat, nih. Gue gak tau mukanya yang mana," kata Dinda dengan tangannya yang menggaruk kepalanya yang tak gatal
Tangannya menyodorkan ponselnya kepada Alfie yang layar ponselnya sudah terpampang beberapa akun, Alfie mencoba mengetik salah satunya dan mulai mencarinya di ponsel milik lelaki itu sendiri.
@alikaaa_
Salah, profil akun tersebut bukan gadis itu yang dicari oleh Alfie
@aliqaqyla15
Alfie berdecak kesal, karena lagi-lagi itu bukan sosok Alika yang ia cari. Alfie memejamkan matanya berharap akun terakhir ini adalah pemilik akun yang ia cari.
@alika.mhswri
Damn! tepat!
Alfie membulatkan matanya terkejut, ini benar-benar gadis bernama Alika yang ia cari. Alfie memencetnya guna melihat postingan gadis itu, tapi sialnya
Akun itu di privat!
Lelaki itu kembali berdecak kesal,
Dinda yang memerhatikan raut wajah Alfie yang semakin murung membuatnya yakin jika dari salah satu mereka tidak ada yang sesuai.
"Gak ada, ya?" tanya Dinda pelan dengan bibirnya maju beberapa senti
Alfie mendongak, "Ada, tapi di privat."
"Terus gimana, dong?"
Alfie mengangkat kedua bahunya, ia mematikan ponselnya dan menyandarkan punggungnya ke sofa empuk yang ia duduki. Matanya terpejam, entah mengapa ia sangat ingin bertemu dengan Alika. Tapi jujur di dalam lubuk hatinya ia hanya ingin bertemu dengan gadis itu, bukan dirinya memiliki rasa pada Alika. Ingin bertemu saja, tidak lebih.
"Lo suka sama dia, Fie?"
Alfie membuka matanya dan menatap Dinda. Terdiam sejenak, selang beberapa menit Alfie menjawab dengan gelengan kepalanya.
"Gue cuman mau ketemu sama dia, jadi teman baik. Gak lebih dari itu," sergah Alfie
Dinda mengangguk paham, "Semuanya berawal dari teman, Fie, termasuk kita."
Kali ini Alfie tidak tahu harus menjawab apa.
***
"Lo paham gak, sih?" tanya Alika kesal menatap orang di hadapannya
Alika sedang berada di halaman belakang rumahnya, duduk di gazebo dekat kolam renang bersama Rangga. Sore tadi setelah Alika berbincang dengan Linda, tiba-tiba Rangga mengetuk pintu rumahnya dengan menggendong tas ransel yang ia yakini berisi buku-buku.
Karena kata Rangga, olimpiade akan terlaksana sebentar lagi maka dari itu mulai saat ini mereka harus belajar dengan giat. Tapi menurut Alika, masih ada hari besok dan belajar di sekolah, tidak perlu ke rumah Alika.
"Paham." singkat Rangga yang masih menatap soal yang memang bagiannya.
"Paham, paham, tapi dari tadi salah mulu!" cibir Alika
Rangga yang mendengarkan cibiran Alika seolah menulikan pendengarannya, ia tidak menggubrisnya sama sekali karena itu akan membuang-buang waktu.
Keduanya kembali fokus pada soalnya masing-masing, tidak ada lagi yang mengeluarkan suara setelah itu. Hingga deringan ponsel Rangga memecahkan keheningan antara mereka berdua, cowok itu merogoh sakunya dan mengangkat panggilan tersebut.
Alika diam-diam menguping, walaupun Alika sama sekali tidak peduli pada cowok dingin itu tapi rasa kepo Alika lebih besar dari apapun. Dari awal mengangkat panggilan, Rangga sama sekali tidak berbicara ia hanya mengeluarkan satu kata, yaitu "iya" tidak lebih dari itu.
"Gak kebayang yang jadi pacarnya nanti." gumam Alika pelan lalu kembali menatap bukunya
Telinga Alika yang mendengar suara resleting tertutup lantas mendongak menatap Rangga yang sudah siap akan berdiri.
"Mau kemana, lo? dateng gak di undang, pulang tanpa pamit. Lo pikir ini rumah lo?" sarkas Alika
"Gue pulang." pamitnya singkat lalu beranjak meninggalkan Alika sendirian
Alika menggeram, "Bagus deh lo pulang, gue mau ngebucinin Alfie!" ucapnya dengan sedikit mengeraskan suaranya agar Rangga mendengarnya
Rangga terus berjalan tanpa menghiraukan ucapan Alika, lantas gadis itu sebal. Lalu membereskan buku-bukunya yang berserakan, dan membiarkan buku itu berada disana. Kakinya melangkah kembali menuju kamarnya.
"Sayang, tadi Rangga pamit sama Mamah." Ujar Linda saat melihat Alika yang berjalan dari pintu belakang
Alika mengerutkan alisnya, "Terus?"
"Dia bilang, kamu jangan lupa belajar!"
***