"Alira buruan keluar dari kamar sayang. Makan malamnya sudah siap, Nak!"
Seruan dari mama membuat Alira menutup laptopnya. Melepas kacamata minus yang ia pakai, lalu bergegas keluar dari kamar.
"Mama masak apaan nih?" tanya Alira.
"Bakmi goreng. Tapi cuma pakai sosis aja, soalnya mama belum sempat beli daging," kata Bu Aryani.
Alira kecil adalah tipe anak yang sangat sulit untuk makan sayuran. Alira hanya mau makan ketika dimasakkan mie atau segala jenis daging dan telur. Tapi setelah beranjak remaja, perlahan Alira mulai menyukai beberapa jenis sayuran.
"Kayak gini aja udah enak kok, Ma" kata Alira tersenyum sumringah.
"Ayok Ma makan sekarang. Kalo udah dingin entar nggak enak," ajak Alira yang sudah terlebih dulu duduk di kursi.
Sebelum menyantap makan malam, Alira dan mamanya berdoa terlebih dahulu. Saat papanya Alira masih ada, beliau yang akan memimpin doa saat akan makan, mengimami sholat, dan juga mengingatkan Alira supaya makan tepat waktu.
Papa adalah sosok teladan yang sangat Alira kagumi. Berkat papa, Alira paham jika apa yang kita miliki saat ini harus kita syukuri. Sekecil apapun bentuknya, semua nikmat yang kita terima di dunia ini harus kita syukuri dan menerimanya dengan sepenuh hati.
Keluarga Alira, bukan termasuk keluarga terpandang jika dinilai dari harta. Papanya Alira bukanlah seorang direktur perusahaan atau seorang manager di kantor-kantor besar. Dulu, papanya Alira bekerja di sebuah pabrik tekstil. Gajinya memang tidak sebesar gaji orang kantoran. Tapi Alira tidak pernah mempermasalahkan hal itu.
Alira bahagia menjadi anak seorang buruh pabrik. Alira bahagia menjadi anaknya mama dan papa. Alira bangga dengan kedua orangtuanya. Dan Alira janji akan membanggakan dan membahagiakan orangtuanya.
"Besok Mama mau ke rumah Budhe, kamu mau ikut apa tidak, Alira?" tanya Bu Aryani.
"Kayaknya engga deh, Ma" jawab Alira.
"Bukannya lusa hari libur. Yakin tidak mau ikut sama Mama?" Bu Aryani kembali bertanya.
Alira mengangguk mantab. "Alira mau nyelesaiin tugas sama tagihan novel, Ma"
"Jangan kecapean loh, Al. Lemburnya dikurangi biar kesehatan kamu tidak terganggu," ujar Bu Aryani menasihati putrinya.
"Siap Mamaaa!" seru Alira penuh semangat.
Mereka berdua pun kembali menyantap makan malam diselingi obrolan-obrolan ringan. Sesekali Alira membuat mamanya tertawa karena cerita lucu yang ia bawakan.
"Oh ya! Mama sampai lupa kalau kehabisan pasta gigi," kata Bu Aryani.
"Habis ini biar Alira yang beli, Ma"
"Mau beli dimana?" tanya Bu Aryana.
"Di sana, di minimarket yang deket bangjo," jawab Alira.
"Alira pergi sendiri aja nggak papa. Mama istirahat aja di rumah."
"Sudah malam, Al. Belinya besok saja tidak apa-apa," kata Bu Aryani merasa khawatir.
"Masih jam delapan kurang lima kok, Ma. Belum malam-malam banget. Nggak sampe satu jam juga Alira udah sampai rumah, Ma"
Alira berusaha meyakinkan mamanya. Daripada mamanya yang keluar malam-malam, Alira lebih tidak tega lagi. Mama pasti sudah kelelahan karena siang tadi membuat masakan untuk hajatan di rumah tetangga.
"Ya sudah, tapi kamu hati-hati pake motornya. Jangan ngebut-ngebut. Kalau sudah selesai belanja langsung pulang. Oke?"
"Siappp Boss!"
***
Tiga puluh menit setelah Alira selesai menghabiskan makan malamnya, ia sudah memarkirkan motornya di parkiran minimarket. Terlihat beberapa kendaraan lain juga ada di parkiran yang sama. Ada satu orang yang sedang duduk di depan minimarket sambil meminum segelas kopi.
"Nongkrong malem-malem pasti seru nih," gumam Alira sambil melepas helmnya.
Dalam satu bulan, mungkin Alira hanya bisa keluar malam dalam artian jalan-jalan, tidak lebih dari tiga kali. Bukannya Alira sok sokan atau bagaimana. Tapi saat ini di rumah hanya ada Alira dan mamanya. Tidak mungkin Alira meninggalkan mamanya sendirian saat malam hari.
Dan lagi, mamanya sering khawatir kalau Alira pulang terlambat. Jadi, Alira memilih untuk menahan diri untuk tidak mengikuti kebiasaan remaja-remaja pada umumnya. Awalnya memang sulit, tapi kalau dipraktikkan setiap hari juga tidak akan terasa berat kok.
"Yuk ayuk cari yang diskonan, Al" kata Alira mengucapkannya dengan bernada seolah sedang bernyanyi.
"Tadi Mama nitip beli sabun, sikat cuci, kecap asin sama garam halus. Apalagi ya?"
Alira berusaha mengingat beberapa barang yang haru ia beli. Yang tadinya hanya pasta gigi, namun jadi meleber sampai ke kecap asin segala. Memang keperluan rumah tangga itu tidak ada habisnya.
"Eh ada diskon nih!" seru Alira saat melihat beberapa barang di rak yang bertuliskan "DISKON 25%!"
"Mama nggak bakal marah kalo barangnya nambah. Penting duitnya enggak kurang," Alira bermonolog dengan dirinya sendiri.
Tanpa pikir panjang, Alira mengambil satu bungkus detergen, satu botol shampo dan satu pack mie instan. Selesai dengan itu, Alira bergegas ke kasir untuk membayarnya.
"Yah, kok hujan?"
Baru saja Alira keluar dari minimarket, dan hujan tiba-tiba mengguyur tepat di hadapan Alira. Padahal siang tadi cuacanya cerah. Tidak menyangka jika malamnya akan hujan.
Mau tidak mau Alira harus menunggu hujannya reda karena ia tidak membawa jas hujan. Daripada ia jatuh sakit, lebih baik Alira menunggu sedikit lebih lama.
Sambil menunggu hujan reda, Alira mengirimkan pesan pada mamanya kalau Alira masih terjebak hujan di minimarket. Bisa parah kalau Alira tidak segera menghubungi sang mama.
"Hujan gini, enaknya makan sama minum yang anget-anget," ujar Alira lirih. Karena suara hujan lebih mendominasi daripada suaranya.
Baru beberapa detik Alira mengucapkan kalimat tadi, tiba-tiba di hadapannya sudah ada sebungkus gorengan dan segelas kopi hangat.
"Leo?" Alira segera menoleh dan melihat keberadaan Leo di sebelahnya.
"Boleh duduk di sini?" tanya Leo sambil menunjuk tempat duduk di hadapan Alira.
Alira mengangguk cepat. Mempersilakan Leo untuk duduk di hadapannya.
"Lo ngapain ada di sini Leo?" tanya Alira.
"Neduh," jawab Leo seadaanya.
"Habis dari minimarket juga?"
Leo menggeleng. "Habis beli gorengan."
"Ohh," Alira pikir Leo membelikan gorengan untuknya. Memang Alira sukanya berpikir yang tidak-tidak. Duh duh.
"Dimakan aja, Al. Mumpung anget," Leo membuka bungkus gorengan dan memperlihatkan beberapa mendoan dan pisang goreng yang masih hangat.
"Enggak deh. Lo beli ini, kan, buat orang-orang rumah," tolak Alira merasa tidak enak.
"Awalnya emang iya. Tapi kalo udah hujan gini, gorengannya bakalan alot kalo harus nunggu nanti-nanti makannya," ujar Leo.
"Udah dimakan aja. Sekalian kopinya diminum."
Alira tersenyum kikuk. Ia mulai mengambil gelas mini berisi kopi hitam hangat kemudian meminumnya.
"Kemanisan nggak, Al?" tanya Leo setelah Alira mencoba kopi pemberiannya.
"Enggak kok," jawab Alira jujur. "Kenapa lo tanya kayak gitu?"
Leo kembali menggeleng. Ia justru mengambil sepotong pisang goreng lalu memberikannya pada Alira.
"Masih jadi gorengan kesukaan lo, kan?" tanya Leo membuat Alira terlihat bingung.
Hanya sebentar, sebelum Alira menerima pisang goreng dari Leo dan mulai memakannya.
"Enakkk bangettt!" puji Alira sambil menguyah pisang goreng.
"Ditelen dulu, Al" peringat Leo supaya Alira tidak tersedak.
"Beneran enak banget. Lo beli dimana? Harganya berapaan, Leo? Kasih tau dong!" pinta Alira penuh semangat.
Leo terkekeh mendengar ekspresi Alira yang sangat antusias. Baru kali ini ia menemukan perempuan yang begitu semangat hanya karena pisang goreng.
"Ada di deket warung burjo di perempatan sana. Deketnya toko roti," kata Leo menjawab pertanyaan Alira.
"Wahhh. Harus banget beli nih besok. Thank's ya udah mau kasih tau ke gue," Alira tersenyum lebar karenanya.
"Sebahagia itu lo dapat alamat penjual gorengan?" heran Leo karena Alira tidak kunjung melepaskan senyumannya.
"Banget. Gue bakal bahagia kalo nemu makanan enak yang dari pisang. Apapun itu bentuknya," jawab Alira terlihat tulus.
Alira si pecinta pisang. Semua jenis makanan dan minuman yang berbahan dasar pisang pasti Alira suka. Dan Leo tentu sudah mengetahui tentang hal tersebut.
"Sederhana banget ya, Al" ucap Leo.
"Apanya yang sederhana?" tanya Alira bingung.
"Definisi bahagia versi lo. Unik banget," balas Leo cepat.
Alira tampak mengangguk paham. "Kalo yang sederhana bisa buat bahagia, nggak perlu lah nyari yang susah-susah."
Bukan kalimat itu yang sebenarnya ingin Alira katakan. Hanya saja, ia belum ingin mengeluarkan uneg-unegnya di depan Leo. Takut jika mengganggu. Dan takut jika ceritanya justru menimbulkan kesalahpahaman. Iya, seperti itu.
***
04102021 (20.31 WIB)