Sepertinya setiap kali Mu Jinchen bertemu Jing Wushuang, wanita itu selalu dengan penampilan yang kasihan. Benar-benar seorang wanita kecil yang menyedihkan.
Jing Wushuang mengedipkan matanya, sehingga setetes air mata pun ikut terjatuh dari sudut matanya. Ketika w tersadar dari lamunannya, dia langsung melepaskan lengan Mu Jinchen. Setelah tubuhnya berdiri tegak, dia lalu mengusap punggung tangannya. Sebenarnya dia tidak ingin menangis, namun benturan saat menabrak pria itu terlalu sakit. Jadi, itu hanya suatu respon yang alami.
Dalam hati Jing Wushuang berpikir, sepertinya mereka tidak cocok. Karena setiap kali dia bertemu Mu Jinchen, entah itu banyak atau sedikit, dirinya selalu terluka.
"Sudah selarut ini mengapa masih di sini?" Melihat air mata yang tiba-tiba menetes dari sudut mata Jing Wushuang, membuat alis Mu Jinchen terangkat semakin tinggi. Suara yang dingin terdengar seperti dinginnya malam musim semi.
Bagi Jing Wushuang, kalimat pertanyaan yang terlontar dari Mu Jinchen sama sekali tidak berbobot. Memangnya aku semalam ini di kantor untuk ngemil tengah malam? Batinnya. "Tuan Mu, kalau berada di kantor, tentu saja sedang lembur." Setelah dia mundur dengan jarak yang dirasanya cukup aman, dia kembali menjadi Jing Wushuang yang tenang.
"Apa kamu tidak perlu istirahat di rumah sakit?" tanya Mu Jinchen.
Ibu Wu setiap hari dengan penuh semangat memasakkan masakan yang bernutrisi, terkadang wanita paruh baya itu pun juga mengingatkan dirinya. Sementara Mu Yuhao pun beberapa hari ini juga bekerja dengan serius dan keponakannya itu tidak lagi menanyakan tentang hubungannya dengan Jing Wushuang. Jadi dirinya berpikir kalau wanita yang kini berada di hadapannya itu masih berada di rumah sakit.
Di sisi lain, Jing Wushuang sangat tidak ingin berlama-lama dengan Mu Jinchen dalam suatu tempat. Tidak peduli bagaimanapun dia melihatnya, keberadaan aura tenang namun mendominasi yang datang dari pria itu tetap saja terasa begitu kuat. "Terima kasih atas perhatian Tuan Mu. Saya sudah jauh lebih baik. Permisi..."
Seusai berbicara, Jing Wushuang langsung berjalan menuju ruang istirahat di dalam kantor. Perasaan asing yang disengaja seperti ini bukanlah yang pertama terjadi. Mu Jinchen selalu menjadi orang yang berstatus tinggi, banyak orang yang menyanjungnya, tetapi tidak ada orang yang memandangnya layaknya orang jahat seperti ini. Dan Jing Wushuang adalah orang pertama yang melakukannya. Ekspresi di wajahnya saat ini berubah semakin dingin dengan ujung alis yang terangkat menunjukkan ketidaksenangan. Namun, saat itu Chen Qidong sudah menyetir mobil hingga ke depan lobi kantor dan memarkirkannya sembari menunggu majikannya itu.
Pandangan Mu Jinchen dari awal hingga akhir tidak lepas memerhatikan Jing Wushuang. Dia melihat wanita itu duduk di atas sofa sambil memijat-mijat kakinya sendiri. Wanita itu juga tampak menatap ponselnya dengan raut wajah yang sedikit kesal. Hal itu membuatnya ingin menghampirinya. Respon kedua kakinya ternyata lebih cepat dari otaknya. Di saat dia sudah berdiri tepat di hadapan wanita itu, pikirannya malah berhenti sangat lama. Ketika dirinya belum sempat berpikir dengan baik, namun mulutnya justru sudah berbicara.
"Aku antar kamu pulang saja," ucap Mu Jinchen.
Jing Wushuang mengangkat kepalanya dengan raut wajah yang masih kesal dan dikejutkan oleh sosok tinggi Mu Jinchen yang berdiri di hadapannya. Dia sedikit tidak melihat dengan jelas ekspresi pria itu saat ini. Tadinya, dia mengira bahwa pria ini sudah pergi dan dia juga mengira kalau ucapan 'permisi' yang diucapkannya barusan sudah menunjukkan cukup jelas untuk seseorang yang tidak ingin mendengar penolakan seperti Mu Jinchen. Namun tidak disangka, bosnya itu masih saja menghampirinya. Ini seperti hal yang tidak mungkin dilakukan oleh pria itu.
Jing Wushuang kemudian menurunkan matanya perlahan. Dia berpikir sejenak, lalu kembali menatap Mu Jinchen dan berkata dengan suara yang lembut namun terdengar asing, "Terima kasih untuk maksud baik Tuan Mu. Aku sedang menunggu temanku yang sebentar lagi menjemputku. Anda kembali lebih dulu saja."
Jing Wushuang tidak ingin lebih banyak terlibat perasaan dengan Mu Jinchen. Beberapa hari ini, beberapa perasaan campur aduk yang susah dijelaskan sudah cukup banyak terjadi, jadi dia seharusnya bisa untuk menghindarinya. Bahkan sebisa mungkin harus menghindarinya. Dia bukanlah seorang yang naif. Mungkin tanpa sebuah alasan dia bisa bersikap baik pada seseorang yang lain, tapi tentu saja bukan kepada pria seperti bosnya ini.
"Tolong Nona Jing jangan menguji kembali kepintaranku. Dan juga tidak perlu merasa kalau aku memiliki maksud lain kepadamu. Aku berpikir seharusnya tidak ada hal yang pantas dari dirimu untuk mengisi tempat yang kosong dalam pikiranku." Sebuah ucapan terlontar dengan mudah dari bibir seorang Mu Jinchen. Nada bicaranya yang datar membawa kesan yang dingin, namun tidak memiliki perasaan yang arogan dan memaksa. Dia hanya sedang mengatakan kebenarannya. Sejak awal, hanya orang lain yang berada di sisi dirinya lah yang mampu memenuhi pikirannya. Sedangkan Jing Wushuang benar-benar tidak memiliki sesuatu yang pantas yang mampu mengisi pikirannya.