Mendengar sebutan 'Tuan Mu' ini, alis Mu Jinchen semakin menghangat karena suara lembut yang terdengar di depannya. Dia merasa kalau udara lembap seperti ini membawa suasana manis tersendiri baginya. Seolah di lautan orang luas, dia melewati seumur hidupnya hanya untuk mendengar panggilan manis 'Tuan Mu' dari bibir Jing Wushuang.
Perasaan yang dirasakan oleh Mu Jinchen selalu dapat menyebar pada Chen Qidong. Dia merasa bahwa keputusan majikannya untuk datang dari luar negeri dan menetap di sini adalah sebuah keputusan yang tepat. Mungkin pria itu bisa dengan cepat menyingkirkan gayanya yang suka menutup diri. Dia selalu berpikir kalau majikannya adalah seorang yang tidak memiliki keinginan, tidak memiliki kesedihan dan sukacita. Mungkin majikannya hanya seorang pria yang belum menemukan wanita yang bisa dengan mudah membawa perasaan kepadanya.
Mu Jinchen dan Chen Qidong mendengar perkataan Jing Wushuang dan berjalan-jalan sebentar. Ternyata pangkalan tersebut sangat besar dan tidak mungkin bagi mereka bisa menyelesaikannya hanya dengan berjalan kaki. Ditambah dengan cuaca yang seperti ini, suatu kesalahan jika terlalu lama berada di luar. Akhirnya, mereka kembali ke pangkalan kantor dan berkonsultasi dengan penanggung jawab.
Sang penanggung jawab sudah beberapa kali bertemu dengan Jing Wushuang, tapi ini adalah kali pertama bertemu dengan 'bos besar'. Bertemu dengan orang semacam ini, membuatnya merasa terharu. Dia menjelaskan dengan detail situasi di area tersebut dan sudah memutuskan waktu terakhir penyelesaian proyek ini. Kemudian, Jing Wushuang menanyakan beberapa pertanyaan yang mendetail, lalu sang penanggung jawab juga terus menjawabnya dengan baik. Tetap saja wanita itu sangat berhati-hati dalam urusan seperti ini. Sementara Mu Jinchen juga sedikit menganggukkan kepalanya ketika bertepatan dengan masalah yang dilihatnya.
Mu Jinchen tidak menyangka kalau saat bekerja Jing Wushuang bisa seperti ini. Wanita itu sangat serius, cakap dan kompeten. Dia juga bisa langsung ke poin inti dalam melihat suatu permasalahan. Wanita ini sungguh mengejutkannya. Jing Wushuang adalah seorang wanita yang di luar ekspektasinya, padahal pnampilannya terlihat lemah dan lembut, tampak seperti seorang wanita yang tidak kompeten.
Akhirnya, semua detail tersebut telah diputuskan. Waktu kini telah menunjukkan hampir pukul tiga dan semua orang belum makan siang. Bagi Mu Jinchen, ini adalah suatu hal yang biasa, namun Jing Wushuang sudah terlalu lapar. Melihat dua orang yang tidak memiliki rencana untuk pergi makan siang, membuat pria itu sulit untuk mengajaknya.
"Kita pergi makan siang saja." Melihat wajah Jing Wushuang yang sedikit memucat, Mu Jinchen akhirnya berpikir kalau mereka semua belum makan.
Jing Wushuang tiba-tiba memegangi bagian perutnya, sementara dahinya sudah mulai bercucuran keringat dingin. "Tuan Mu, mungkin Anda bisa membawaku terlebih dahulu ke rumah sakit. Perutku… Sangat sakit."
Sebenarnya, sedari tadi Jing Wushuang sudah merasakan sakit di perutnya, tapi dia menghiraukannya. Tidak disangka dalam sekejap bisa sesakit itu.
Sekali mendengarnya, raut wajah Mu Jinchen seketika berubah. "Mengapa tiba-tiba kamu bisa kesakitan seperti ini? Qidong, cepat suruh orang untuk membawa mobil kemari."
Chen Qidong yang masih sibuk dengan beberapa dokumen, langsung pergi untuk melaksanakan perintahnya saat mendengar ucapan majikannya. Entah kapan terakhir dirinya melihat majikannya secemas ini. Dia lalu menoleh dan melihat Jing Wushuang yang sudah meringkuk kesakitan dengan Mu Jinchen yang berdiri di sampingnya dengan raut wajah yang sangat khawatir.
Beberapa menit kemudian, mobil pun datang. Mu Jinchen dengan segera menggendong Jing Wushuang dan mendudukkannya di kursi belakang. Di saat itu, dia sudah meringkuk kesakitan dengan kepala yang terus menunduk dan sepatah kata pun tidak terdengar dari bibirnya.
Kemudian, Mu Jinchen merasakan pahanya sedikit basah. Tetes air mata menetes satu demi satu di pahanya. Dia tidak mengerti harus melakukan apa ketika mengetahui kalau Jing Wushuang meneteskan air matanya. Lalu dia memeluk dan meletakkannya dalam dekapannya. Dia juga menepuk-nepuk punggungnya dengan perlahan sambil berkata, "Tak apa, sebentar lagi kita sampai di rumah sakit."
Sebenarnya, Mu Jinchen tidak tahu bagaimana menenangkan seseorang. Dia hanya tahu kalau air mata yang jatuh di pahanya sungguh panas dan dalam sekejap terasa menyesakkan hatinya. Dia tidak sempat memikirkan hal lain dan justru melakukan apa yang baru saja dilakukannya.
Sementara Jing Wushuang benar-benar sangat kesakitan. Dia tidak sempat untuk memikirkan hal lain, jadi dia menyandarkan kepalanya di pundak Mu Jinchen dan terus menangis, seolah bahu lebar dan hangat itu mampu meringankan sedikit sakit yang dirasakannya.