Jing Wushuang tidak tahu bagaimana dirinya menjelaskan masalah ini kepada Su Ran. Baru hari ini dia menyadarinya, bahwa dia lah yang terlalu serius melihat masalah yang sebenarnya tidak penting ini sehingga menyiksa dirinya sendiri. Dia juga menyadari bahwa untuk melepaskan dirinya sendiri ternyata semudah dan sebahagia ini.
Mendengar hal itu, Su Ran menghentikan langkahnya dan menatap kedua pasang mata Jing Wushuang, lalu bertanya, "Benarkah?"
TIdak dipungkiri bahwa saat itu Jing Wushuang sangat sakit hati dan dia menyadarinya. Saat itu, dia merasa seperti telah kehilangan segalanya. Hubungan cintanya dengan cepat terjalin, lalu dia terjebak dan jatuh sangat dalam, tetapi hubungan tersebut justru lebih cepat kandas di tengah jalan. Bahkan saat itu dia belum sempat mengenalkan kekasihnya kepada keluarganya. Jadi, tidak ada satu orang pun di keluarganya yang mengetahui bahwa dirinya pernah berpacaran dan putus cinta sekali, kecuali saudara perempuannya itu.
Jing Wushuang menatap balik Su Ran dengan serius dan dengan mantap dia menjawab 'iya'. Lalu, dia balik merangkul pundak sahabatnya dan kembali berjalan. "Cukup, cukup. Aku sudah menemanimu untuk melabrak malam ini. Dan aku belum makan malam sama sekali. Bisa-bisa aku mati kelaparan nih! Kita pergi makan yuk."
"Baiklah untuk sementara aku percaya kepadamu. Kali ini kamu traktir aku!"
"Kenapa?"
"Untuk memperingati kebangkitanmu lah!" jawab Su Ran.
"Boleh juga," balas Jing Wushuang.
"Kita makan yang paling mahal, bukan makan yang paling enak!"
"Tapi aku baru saja menerima gaji."
"Boleh lah…"
Mereka pun pergi ke sebuah restoran mewah sesuai keinginan Su Ran, yaitu makanan paling mewah. Sesampainya di restoran tersebut, mereka memesan lobster dan sashimi. Kedua wanita itu makan sangat banyak dan juga minum alkohol tidak sedikit. Ketika Su Ran mengatakan untuk merayakan kebangkitannya lagi, Jing Wushuang ingin banyak-banyak minum karena merasa benar-benar bahagia.
Setelah makan dan bersenang-senang, mereka meninggalkan restoran dengan sempoyongan yang membuat keduanya tidak bisa menyetir mobil. Untungnya, restoran itu tidak jauh dari kantor Jing Wushuang, sehingga besok setelah pulang kerja dia bisa pergi untuk mengambil mobilnya. Hanya saja, biaya parkir yang mahal di tempat ini membuatnya harus menelan ludahnya.
Tunangan Su Ran tiba-tiba menelepon dan berkata kalau tidak lama mereka juga akan berpisah dan ingin menjemputnya. Tapi dengan sombongnya Su Ran mengatakan tidak perlu dan memanggil taksi sendirian.
Setelah mengantar Su Ran masuk ke dalam taksi, Jing Wushuang berjalan seorang diri di jalanan malam yang basah dan dingin. Lampu-lampu kuning tampak menyinari jalanan. Tidak jauh dari sana, terlihat lampu neon warna-warni. Lampu tersebut tampaknya sengaja diletakkan untuk menambah kesan romantis di sudut Kota S. Hal itu juga membuat orang tanpa sadar memperlambat langkahnya dan menikmati keindahan di kota ini. Jing Wushuang menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya di tengah malam ini, kali ini dia merasakan hatinya begitu lega dan tenang.
Jing Wushuang tidak langsung memanggil taksi, tetapi dia ingin terus berjalan di bawah lampu-lampu jalanan yang menyala. Terus berjalan dan terus berjalan. Sesekali dia memandang lampu neon yang menyala warna-warni itu. Dia menyukai cahaya kuning yang dipancarkan oleh lampu jalanan itu. Seakan cahaya kuning itu sengaja menyala untuk memberikan kehangatan di tengah dinginnya malam seperti ini. Begitu hangat dan begitu romantis.
Tiba-tiba, ada hal yang merasuki pikiran Jing Wushuang. Dia memanjat pembatas pagar yang ada di sampingnya, kemudian meregangkan kedua tangannya lebar-lebar. Dia berjalan dengan sangat perlahan. Tidak disangka ini sangat menyenangkan, batinnya. Sebenarnya dia juga tahu kalau apa yang dilakukannya saat ini berbahaya. Terkadang ada mobil yang melewatinya dengan cepat, bahkan ada orang yang sengaja mengklakson untuk mengejutkannya.
Ketika Jing Wushuang akan turun, tiba-tiba hak sepatu tingginya terjebak di celah pembatas pagar. Dia pun berusaha menarik dengan sekuat tenaga. Mengapa tidak bisa keluar sih, gumamnya dalam hati. Tiba-tiba, tubuhnya kehilangan kendali, lalu…
"Ah!"
Tubuh Jing Wushuang terjatuh ke depan dengan tidak terkendali yang mana saat itu juga ada sebuah mobil melaju di depannya. Lampu pijar mobil yang menyala terang membuatnya tidak bisa membuka matanya, dia pun otomatis langsung menyilangkan kedua tangannya di depan kepalanya.
Seketika pikiran Jing Wushuang kosong dan dia teringat pepatah yang mengatakan, 'Ini sungguh kesenangan yang berujung kepedihan'.
Sungguh tidak berharga hidupnya jika Jing Wushuang ditabrak mobil seperti ini. Dia masih sangat muda dan masih ada banyak hal yang belum sempat dilakukannya. Kemudian, dia mendengar decitan mobil itu mengerem, dia juga merasa tangannya telah menyentuh bagian paling depan dari mobil tersebut Di tengah jalanan yang basah seperti ini, sulit bagi mobil itu untuk berhenti seketika, sehingga bagian depannya masih mengenai wanita itu dan membuat tubuhnya terjatuh ke belakang. Hak sepatu yang dikenakannya tidak sempat untuk dikeluarkan olehnya dan membuat kakinya kini keseleo. Dia pun akhirnya merintih kesakitan.