"Astaga ingatan ku ini. Kamu baru saja sampai dan sibuk seharian penuh, pasti kamu capek. Baiklah kalau begitu, pergi mandi sana dan tidur dengan nyenyak. Kita berbincang lagi besok." Kemudian, Mu Zhilan kembali menambahkan, "Penghangat ruangan di kamarmu sudah dinyalakan. Jangan lupa ketika mandi perhatikan suhu airnya. Jangan sampai kamu kedinginan loh. Selamat malam."
"Aku tahu. Malam, Kak..."
Setelah menunggu adiknya itu selesai mengucapkan selamat malam, Mu Zhilan menggandeng lengan Bibi Rong dan kembali ke kamarnya. Sementara Mu Jinchen masih merasakan jet lag setelah perjalanannya yang panjang, mana bisa dia tidur ketika masih berenergi seperti ini. Tapi dia harus mengalah karena kakaknya bahkan bisa dengan mata terpejam berbicara dengan dirinya. Kedua lengannya berbaring malas di atas sofa dan dia menyandarkan kepalanya. Cahaya kekuningan dari lampu kristal indah tergantung di atas kepalanya. Benar-benar indah.
Mu Jinchen melihat-lihat sekitarnya. Semua sudut di rumah ini adalah desain dari Mu Zhilan. Kakaknya itu juga khusus pergi ke Italia untuk menemui salah satu pengrajin terkenal dan memintanya membuat lampu kristal yang ada di atas kepalanya saat ini. Lampu itu merupakan buatan tangan langsung dan hanya ada satu di dunia. Di area baru dari rumah ini, mulai dari dekorasi, meja makan, hingga perabotan kecil yang ada, semuanya adalah barang edisi terbatas bahkan hanya ada satu di dunia. Terkadang dia berpikir, hanya seorang wanita yang sangat mencintai rumahnya yang bisa melakukan semua ini dengan senang hati.
Sedangkan Mu Jinchen jarang pergi ke area lama dari rumah ini, bahkan hingga sekarang. Di sana adalah tempat yang sudah diwariskan selama ratusan tahun. Tanaman dan pepohonan juga tumbuh karena diwariskan. Selain itu, Banyak barang antik di sana. Sedangkan ayahnya, tidak membolehkan orang lain untuk memindahkannya. Ayahnya pernah berkata kalau di sana terlalu banyak kenangan antara dia dan ibunya, bahkan tanaman dan pepohonan pun ada kenangannya pula. Lagi-lagi hal ini membuat Mu Jinchen berpikir, ayahnya adalah seorang pria yang sangat mencintai satu wanita, yaitu ibunya. Bahkan setelah 30 tahun lebih kematiannya, dia tetap tidak membiarkan orang lain memindahkan tanaman dan pohon yang menjadi kenangannya.
Mu Jinchen menyalakan sebatang rokok dan membiarkan aroma nikotin perlahan menyebar dari ujung lidahnya. Nikotin memang terbaik, apalagi dinikmati ketika tengah malam. Dia mengisapnya secara perlahan, sambil menikmati nikotin yang masuk menyebar ke seluruh tubuhnya, dia memerhatikan rumah ini. Seluruh rumah tua ini penuh dengan rasa cinta yang melimpah ruah, tapi mengapa aku tidak bisa mencintainya? Batinnya.
"Paman sudah pulang?" tanya Mu Yuhao. Dirinya yang sudah tertidur turun dari lantai atas. Dia terkejut ketika mendapati pamannya ternyata berada di ruang tamu pada jam ini.
"Iya, kamu belum tidur?"
Mu Yuhao meregangkan pinggangnya dan berkata, "Baru saja terbangun gara-gara suara berisik pesan masuk. Sekalian aku mau turun untuk ambil air."
Mu Jinchen tidak tersenyum, dia justru memejamkan matanya dan kembali mengisap rokoknya. Sementara Mu Yuhao sendiri berpikir, dia belum pernah bertemu pria yang lebih menawan dari pamannya ini, terlebih sikapnya saat merokok. Ujung jarinya yang agak memerah beralih ke bibirnya, lalu mengembuskan cincin-cincin asap rokok dengan lembut. Di bawah cahaya kuning hangat yang redup, ditambah dengan asap rokok yang menutupinya, pamannya benar-benar sangat memesona.
"Mau?" Mu Jinchen memberikan sekotak rokok ke depan Mu Yuhao. Sejak ketika dirinya masih remaja hingga menjadi pria dewasa, dia tidak yakin apakah keponakannya merokok atau tidak.
Mu Yuhao menggelengkan kepalanya. "Aku tidak merokok. Tapi Paman, sikapmu saat merokok benar-benar tampan sekali!"
Mu Jinchen mengusap bibirnya. Meskipun mereka dipisahkan oleh satu generasi, tapi dia hanya lebih tua 8 tahun dari Mu Yuhao, oleh karena itu obrolan di antara mereka pun juga relatif lebih santai. Keponakannya itu hanya tumbuh kurang dari 2 sentimeter darinya. Jadi, bisa dikatakan kalau dia melihat perkembangannya. Dia sangat menyayangi keponakannya yang polos ini. Hanya saja, dia pergi keluar negeri selama beberapa tahun dan tidak lagi melihat proses perkembangannya.
Kemudian, Mu Yuhao mengambil segelas air dan meneguknya. Lalu dia berkata, "Aku tidak tahu apakah hari ini aku mengagetkannya, tapi semalam ini Jing Wushuang memberikanku pesan kalau besok, lusa, hingga besok lusa dia izin tidak masuk kerja. Ini hal yang belum pernah terjadi sebelumnya."
Terdengar seperti Mu Yuhao sedang membiarkan Mu Jinchen untuk mendengar, tapi pamannya itu lagi-lagi tidak bersuara.