Jing Wushuang tidak mengerti mengapa Mu Jincheng marah. Memangnya kenapa jika tidak menerima maksud baiknya? Mengapa orang lain yang bersikap baik kepadaku harus selalu diterima? Ini sungguh pemikiran seorang penjahat, pikirnya.
Saat ini, baterai ponsel Jing Wushuang juga habis, jadi dia tidak bisa mengabari keluarganya. Tunggu. Keluarga? Batinnya. Dia kemudian menggelengkan kepalanya. Kakeknya sudah tua dan dia tidak ingin membuatnya khawatir. Tiap kali terjadi sesuatu padanya, dia tidak tahu harus memberitahukan hal tersebut kepada siapa. Dia pun merasa frustasi dan pikiran-pikiran negatif tiba-tiba terlintas dalam benaknya. Dia pun segera menghibur dirinya lagi dengan berkata, "Jing Wushuang, semangat!"
Ketika rasa bosan hebat melanda, pintu ruang Jing Wushuang tiba-tiba diketuk beberapa kali. Seiring suara pintu terbuka, suara seorang wanita yang lembut juga terdengar masuk. "Nona Jing, ini saya Ibu Wu. Saya masuk ya."
Ibu Wu? Gumam Jing Wushuang dalam hati saat mengingat sesuatu. Sepertinya Mu Jinchen menyuruh seseorang untuk datang menjaganya.
Jing Wushuang melihat Ibu Wu masuk dan meletakkan barang bawaannya, dia juga tersenyum dan berkata, "Tuan Mu menyuruh saya datang untuk menjaga Nona Jing. Tidak kaget kalau Tuan Mu menyuruh saya kemari, ternyata yang dijaga adalah seorang wanita secantik Nona."
"Halo, Ibu Wu. Maaf telah merepotkanmu." Entah mengapa, melihat seorang wanita ramah paruh baya dengan senyum yang menyenangkan membuat Jing Wushuang merasa hangat. Dia tidak menolaknya, justru menyuruh Ibu Wu untuk tetap tinggal.
"Nona Jing tidak perlu sungkan. Teman dari Tuan Mu juga adalah prioritas untuk saya. Jarang sekali Tuan Mu memerhatikan temannya."
Jing Wushuang menjawab dengan hangat, "Ibu Wu salah paham. Aku bukan teman dari Tuan Mu. Aku adalah bawahannya."
"Iya deh iya, bawahan. Meskipun bawahan tapi seorang bawahan yang unik. Tuan Mu sejak awal tidak pernah memerhatikan bawahannya."
"..." Jing Wushuang benar-benar merasa kalau dia tidak menjelaskan dengan benar alasannya ini.
Ibu Wu menuangkan bubur hangat dari termos ke mangkuk dan meletakkan sebuah meja kecil di hadapan Jing Wushuang. "Nona, cepat makan ini. Ini adalah bubur ubi, sangat bagus untuk perut. Namun, tadi waktunya terbatas, aku sudah merebusnya, lalu menuangkannya ke dalam sini untuk kembali merebusnya. Dengan begitu buburnya sudah matang sempurna sekarang."
Melihat asap bubur yang mengepul di dalam mangkuk membuat Jing Wushuang ingin segera memakannya. Dia mengambil sendok dan menyendok sedikit bubur itu, lalu dia mengarahkan ke bibirnya dan meniupnya beberapa kali. Dia yang tidak sabar pun akhirnya menyendokkan bubur itu ke mulutnya. Tekstur bubur yang lembut memang sangat luar biasa.
"Ibu Wu, ini enak sekali. Terima kasih," ucap Jing Wushuang.
"Baguslah kalau Nona Jing menyukainya. Tapi jangan terlalu banyak memakannya, Anda juga harus banyak makan nasi. Tidak apa menghabiskan semangkuk ini, lalu sisanya akan saya panaskan kembali. Nanti malam Nona bisa makan lagi."
Jing Wushuang menganggukkan kepalanya dengan patuh. Sementara Ibu Wu menatap wanita itu dengan hangat. Dia hanya memiliki seorang putra, jadi saat melihat wanita semanis ini, seolah seperti melihat anak perempuannya sendiri.
"Nona Jing tumbuh dengan sangat cantik. Hanya saja, Anda sedikit kurus. Tunggu hingga perut Nona membaik, saya akan memberikan 'perbaikan gizi' untuk Anda. Saya jamin akan membuat Nona semakin terlihat sehat."
Jing Wushuang tertawa, namun dia merasa sedikit tidak enak ketika Ibu Wu mengatakan seperti itu.
Melihat raut wajah Jing Wushuang yang sedikit tidak enak, Ibu Wu kembali tertawa, "Melihat saya yang setua ini, tidak mengagetkan Nona Jing, kan?"
Dalam hati Ibu Wu berpikir bahwa Mu Jinchen sungguh beruntung menemukan wanita dengan paras secantik ini. Sekali melihatnya saja, dia merasa kalau Jing Wushuang seorang wanita yang lucu dan berpendidikan. Menurutnya, wanita satu ini sama sekali tidak menganggap dirinya seorang yang tinggi dan justru memperlakukannya dengan sangat baik.
Jing Wushuang lalu menggelengkan kepalanya dan berkata, "Tidak. Ibu Wu sangat ramah dan aku menyukainya."
Tawa Ibu Wu semakin hangat. Semakin menatap wanita muda ini, dia semakin menyukainya. "Baguslah kalau tidak mengagetkan Nona. Makan pelan-pelan ya."
Jing Wushuang tersenyum sambil menganggukkan kepalanya dan melanjutkan makan bubur di dalam mangkuk tersebut. Dia juga sering kali mengobrol dengan Ibu Wu.