"Ini data Yuna," Robi memberikan datanya lengkap, Natan membaca semuanya,
"Owh jadi dia kenal sama Aji manager SDM?"
"Lebih tepatnya sedang mengejar," Natan seketika tersenyum sinis.
"Dari dulu sampai sekarang tidak berubah, dia mengatai istriku yang tidak- tidak," Natan tertawa seketika, kalau Yuna tau orang tua Ara dan kakaknya Anggara pasti dia shock.
***
"Yank, hari ini aku tidak bisa kekantormu ya, pekerjaanku banyak. Butik lagi ramai," seketika wajah Natan muram,
"Heyy... jangan marah. Selesai bekerja, kamu bisa kesini menemuiku," Ara membelai pipi Natan dengan lembut, membuat hati Natan juga melembut seketika,
"Baiklah..." Ara mengulurkan tangannya, memasang dasi di leher Natan, "Jangan capek- capek! ingat, kandunganmu sudah menginjak bulan ke tujuh." Ara mengangguk, mengerti Natan sangat mengkhawatirkannya,
Ara di antar sopir dan sopir Ara standby di butik sesuai perintah Natan.
Ara bekerja ekstra, Butiknya berkembang pesat dan banyak yang menyukai desain Ara, otomatis permintaan juga banyak, Ara ikut memantau pembuatannya juga , agar gaunnya terlihat sempurna.
Jam Lima sore Ara baru istirahat di ruangannya dan meluruskan kakinya di sofa,
"Bu, saya lihat tadi kaki ibu agak bengkak, apakah sakit?" Ara menoleh kearah suara lalu mengangguk.
Imelda meletakan air di baskom plastik di bawah kursi,
"Ini air hanyat sudah saya campur dengan Garam Epsom (magnesium sulfat) untuk membantu mengurangi bengkak dan sakit, coba kakinya masukin dan rendam sebentar," Saran Imelda asisten Ara. Ara menurut karena kakinya benar- benar berdenyut.
Pintu ruangan Ara terbuka, Natan masuk membawa makanan untuk Ara, melihat yang Ara lakukan seketika panik,
"Kaki kamu..." Natan langsung berjongkok dan memeriksanya, "Cuma pegal Nat," wajah Natan menatap Ara tajam. "Bagaimana Cuma? sedang kakimu bengkak," Natan terlihat tidak senang, Natan mengangkat kaki Ara dan mengelapnya pakai handuk lalu mengangkatnya kedalam mobil dan meninggalkan Butik, di perjalanan perut Ara tiba- tiba melilit sakit, keringat sebesar biji jagung berjatuhan,
"Nat, sakit..." Natan semakin panik, apalagi melihat Ara yang berkeringat dan pucat, yang tadinya mau ke klinik dokter kandungan berubah Arah menjadi kerumah sakit,
"Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" Dokter tersenyum, "Tidak ada yang perlu di cemaskan, tadi hanya kontraksi palsu dan untuk kakinya tidak apa- apa." Natan menarik nafas lega.
"Jaga kandungannya dan lebih banyak beristirahat,"
"Baik dok," Jawab Ara pelan, Ara yakin setelah sampai rumah pasti Natan overprotektifnya semakin jadi.
Benar saja, sampai rumah Ara tidak di perbolehkan beraktivitas apapun. Mami Andien, papi Jovan, Anggara juga Salsa sudah ada di rumah.
"Kalian..." semuanya tersenyum, "Mami, dan semuanya akan tinggal di sini sampai kamu melahirkan." Mami Andien memeluk Ara, Ara senang namun dirinya pasti tidak bebas bergerak, Ara hanya menarik napas panjang.
"Makan Ra, kakak udah masak sup ayam untukmu," Ucap Salsa, "Iya kak, Aku mandi dulu." Ara di gandeng Natan masuk kekamar.
Setelah mandi Ara dan Natan bergabung di ruang makan, ikut makan.
"Mami, Ara tidak suka bau telur goreng, jadi tolong sebisa mungkin di hindari."
"Siap bos," Jawab Mami Andien membuat semuanya tertawa.
Ara makan hanya sedikit dan sudah merasa mual. Natan dengan cepat melangkah kedapur membuatkan juice,
"Di minum yank!" Ara tersenyum dan meminumnya. "Mau makan yang lain?" Natan dengan sabar bertanya kepada Ara, sampai Natan meninggalkan makannya.
Ara menunduk, Natan membelai rambut Ara, "Katakan!" Ara menatap Natan, "Aku mau soto tapi kuahnya aja, terus di kasih potongan apel."
"???" semuanya menatap Ara aneh, apa rasanya?
walaupun merasa aneh, Natan menganggukkan kepalanya. "Ingat beli kuahnya aja, kak Angga yang potong apelnya." Natan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Oke aku beli yah,"
Tidak membutuhkan waktu lama, Natan kembali membawa kuah soto dan menuangnya di mangkuk lalu Anggara memotong apel dan memasukannya terus memberikan kepada Ara. Ara menatap Anggara, "Apa ada paprika?" Anggara menatap maminya,
"Ada sayang," Andien menatap Ara heran, mendengar itu, Ara tersenyum. "Kak potongin!" Anggara menurut saja, "Sudah Ra ..." Anggara membawanya kehadapan Ara,
"Masukin!" perintah Ara menunjuk ke mangkuk, Anggara masih diam merasa ragu,
"Masukin kak!" Teriak Ara.
"???" Anggara akhirnya menurut, wajah Ara yang sempat marah beruhan menjadi ceria kembali. Ara mengaduk- ngaduk paprikanya, terus menyuapkan ke mulutnya, otomatis semua berteriak,
"Araaaaa... jangannn!" Namun dengan santai Ara menyuapkan lagi ke mulutnya dan menikmatinya sampai habis, membuat yang melihatnya cemas,
"Aduh yank, bagaimana kalau kamu sakit perut?" Natan mengacak rambutnya.
"Telpon dokter mam, aku khawatir." Anggara juga merasa tidak tenang.
"Aku tidak apa- apa," jawab Ara tenang, lalu duduk di sofa menoton acara Televisi bersandar di bahu Natan, Natan mengusap perut Ara yang makin membesar lalu mencium kening Ara.
Dokter yang mami Andien hubungi juga datang memeriksanya dan baik- baik saja.
"Udah aku bilang aku baik- baik saja." Jawab Ara dan mulai ngambek, Natan memeluk Ara untuk meredam emosinya, "Iyah aku percaya yank," Ara mulai tenang berada dalam pelukan Natan,
"Ayo tidur." Ajak Natan, Ara mengikuti Natan dan masuk kekamar.
Tidur Ara sudah tidak nyenyak seperti biasanya, beberapa kali terbangun dan mengganti baju tidurnya dengan yang lebih tipis atau tanpa lengan.
Natan terbangun merasakan Ara bangun,
"Ada apa yank?" Ara hanya terdiam dan menyandarkan tubuhnya di kepala tempat tidur, Natan ikut menyandarkan tubuhnya seperti yang di lakukan Ara, terdengar Nafas Ara terengah- engah, " Sesak," lirihnya, "Tidur telentang atau miring sulit bernafas,"
"Coba sambil ku peluk," Natan memeluk Ara dari belakang dan menahan kepala Ara dengan salah satu tangannya, tangan yang satunya lagi mengusap- ngusap perut Ara,
Ara mulai memejamkan matanya dan lama - kelamaan nafasnya terdengar sudah normal kembali, Natan tersenyum lega.
Sudah Dua minggu Ara tidur sambil duduk, Natan semakin merasa tidak tega melihat perjuangan Ara mengandung buah hatinya. tanpa mengeluh Ara menjalaninya.
"Yank maaf menyusahkanmu..." Natan mencium pipi Ara dari belakang dengan sangat lembut, wajah Ara seketika merona dan tangannya sedikit nakal meremas milik Natan,
"Yank akh... kamu belum kelap?" Gairah Natan naik, Natan dengan cepat mecium bibir Ara, Ara membalas ciuman Natan lalu berbalik dan jari- jari Ara melepas baju Natan,
"Yank..." Ara tersenyum, "Aku menginginkan..." Jawab Ara, Natan mulai bergerak dan mencium setiap inci tubuh Ara, membuat Ara menggelinjang nikmat, "Masukan Nat..." perintah Ara yang sudah menginginkan Natan lebih, dengan pelan, Natan memasukan miliknya yang sudah bersiap bertempur, keduanya menyatu dan Ara sangat menikmatinya,
"Nat... akh..." suara Ara mendesah ketika bibirnya terlepas dari kuluman Natan, Natan memeluk Ara dari belakang, membuat Ara senyaman mungkin,
"Nat..." Ara memejamkan matanya dan pipinya merona,
"Mmm" jawab Natan, "Milikmu semakin besar... dan akh... sangat penuh," Natan tersenyum mendengar kata- kata Ara. "Mau semakin besar lagi?" Ara seketika membuka matanya dan menyadari apa yang barusan di katakannya lalu menutup mulutnya,
"Akh... tidak ... ini sudah besar." wajah Ara berubah merah padam.
"Nat...aku... keluuuuarrr...akh..." tubuh Ara menegang dan mengeluarkan pelepasannya di susul Natan, "Aku juga keluar yank..." Natan memeluk erat Ara dan menutupi tubuh mereka dengan selimut. Beristirahat sebentar kemudian, membersihkan dirinya.
Ara tertidur di pelukan Natan, masih sama dengan posisi duduk dan Natan sama sekali tidak keberatan walaupun otot- ototnya sakit saat bangun tidur tapi, mengingat Ara sampai sulit bernafas karena perutnya yang semakin membesar, yang di rasakan Natan tidak sebanding dengan Ara.
****
Usia kehamilan Ara sudah menginjak bulannya, semua dari ke dua keluarga merasa bahagia dan berharap- harap cemas, apalagi Herlambang yang akan mempunyai cicit pertamanya,
Pagi itu Ara tidak memperbolehkan Natan untuk bekerja, tapi hari itu juga klien penting datang dari Jerman,
"Nat, aku tidak mau di tinggal," wajah Ara memerah menahan tangis dan ini tidak biasanya. Namun pertemuannya tidak bisa di batalkan,
"Hanya satu jam yank," Ara menarik tangan Natan dan memeluknya, Natan membalas pelukan Ara, "Sebentar saja, nanti setelah meeting aku segera pulang." Natan berkata dengan lembut.
Ara melonggarkan pelukannya lalu naik ketempat tidur dan menyelimuti seluruh tubuhnya.
Natan menarik napas panjang, memeluk Ara yang terbungkus selimut, "Maaf sayank, love you..." lalu Natan keluar dari kamar,
"Mam, Ara ngambek... aku tidak bisa membatalkan meeting hari ini."
"Ya sudah ada Mami juga Salsa di sini," Mami Andien menenangkan Natan,
"Baik mam, aku berangkat dulu." Natan keluar dari rumah mengemudikan kendaraannya menuju kantor.
***********
Up lagi yakh 😊
Selamat membaca... semoga tidak bosan dengan ceritanya.
Terimakasih untuk PS ,Bintang serta ulasannya😘😘😘😘, bagi yang belum segera kasih! "maksa ya he..." 😁