ดาวน์โหลดแอป
67.74% Mysterious CEO / Chapter 21: Menculik Eduardus.

บท 21: Menculik Eduardus.

Rebecca semakin garang. "Kubilang keluar dari rumah ini! Kalian tidak bisa seenaknya menggeledah rumah orang tanpa ijin!"

Mr. Bla mendekatinya. "Nyonya, Oxley. Seandainya kalau Anda mau jujur soal keberadaan suami Anda yang tercinta itu, aku tidak akan melakukan hal ini. Tapi karena Anda sudah berbohong padaku, jangan salahkan aku jika anak buahku menemukan suami Anda."

Rebecca semakin panik. Jantungnya bahkan berdetak cepat saat melihat beberapa anak buah Mr. Bla menaiki tangga menuju kamarnya.

"Sebaiknya kalian keluar dari rumah ini sebelum aku menelepon polisi."

"Bos! Mr. Oxley ada di sini," teriak salah satu pria dari lantai atas.

Mata Mr. Bla menatap Rebecca. "Kau yakin itu Mr. Oxley?"

"Iya, Bos."

Seringai lebar semakin tampak dari wajah Mr. Bla. "Aku tak menyangka, suami dan istri ternyata sama-sama pembohong." Ia pun bergegas menaiki tangga untuk memeriksa kebenaran itu.

Rebecca yang kini semakin takut karena ketahuan berbohong, dalam hati terus berdoa agar Mr. Bla tidak membunuhnya. "Ya Tuhan, semoga saja mereka tidak macam-macam."

Rebecca takut kalau-kalau para lelaki yang sama sekali tidak dikenalinya itu membunuh Eduardus karena sakit hati. Sementara di lain pihak Dean menyuruhnya agar suaminya itu tetap hidup. "Ya Tuhan, semoga saja mereka tidak melukainya."

Kepala Rebecca tiba-tiba tersentak saat melihat tubuh Eduardus dibopong oleh salah satu anak buah Mr. Bla. Matanya melotot. "Apa-apaan kalian ini? Cepat turunkan dia!"

Mr. Bla menuruni tangga tepat di belakang para anak buahnya. Dengan langkah gontai ia mendekati Rebecca lalu berkata, "Bukannya tadi Anda bilang Eduardus ada di luar negeri? Jadi mungkin lebih baik kalau aku membawa suami Anda dan anggaplah dia sedang berada di luar negeri. Bukan begitu?"

Mata Rebecca melotot. "Lepaskan dia! Dia sedang sakit parah dan kalian tidak boleh membawanya." Rebecca hendak mendekati pria yang membopong Eduardus, tapi salah seorang anak buah yang lain langsung menahannya. "Lepaskan aku. Kalian tidak boleh membawa suamiku!"

Mr. Bla tidak peduli. "Bawa dia ke mobil."

Rebecca semakin memberontak. "Kalian mau bawa dia kemana? Dia sedang sakit! Lepaskan aku!"

Mr. Bla tertawa. "Anda tenang saja, Nyonya Oxley, suami Anda akan baik-baik saja. Aku hanya ingin membawanya sebentar untuk mengingatkan soal hutang dan janjinya padaku tempo hari."

Rebecca tampak histeris dan mencoba melepaskan diri, tapi tidak bisa. "Woy, lepaskan dia! Jangan sentuh dia! Dia itu sedang sakit!"

Mr. Bla seakan tuli, ia malah terus berjalan meninggalkan Rebecca. Sambil menoleh ia berkata, "Suru wanita itu diam. Jika dia tidak mau, bunuh saja dia."

Rebecca ternganga. Mau tidak mau ia pun harus diam dan membiarkan mereka membawa Eduardus. "Siapa mereka? Dan kenapa mereka membawa Eduardus?"

Tidak ada sedikit penyesalan atau kekhawatiran dalam diri Rebecca, ia justru senang kalau suaminya itu tidak ada di rumah, agar dia sendiri tidak perlu repot-repot untuk mengurusinya. Namun yang membuat ia sedikit khawatir kalau Dean akan marah jika tahu soal ini.

***

Di dalam sebuah apartemennya yang berada di tengah kota New York, Dean sedang berdiri di depan dinding kaca sambil menatap ke luar. Pikiran-pikiran akan rencananya untuk menghancurkan Eduardus dan keluarganya kini sedikit demi sedikit berjalan lancar.

Termasuk menghasut Rebecca agar mau menjual Kapleng Group kepadanya. Hal itu sudah tercapai, sehingga ia punya alasan sewaktu-waktu jika dituntut karena memegang saham Kepleng Group.

Bukan hanya itu, sekarang sertifikat rumah yang juga menjadi incarannya kini sudah berada di tangan Dean. "Sedikit lagi, sedikit lagi aku akan menguasai semuanya."

Tok! Tok!

Ketukan pintu membuyarkan lamunan Dean. "Masuk!" Dengan cepat ia berbalik menatap pintu dengan sebelah tangan di dalam saku celana.

"Bos, Mr. Bla dan para anak buahnya sudah berhasil menculik Eduardus. Sekarang dia bersama mereka di markas Mr. Bla," jelas lelaki yang ternyata adalah tangan kanan Dean.

Dean menyeringai. "Bagus. Pasti sebentar lagi Rebecca akan menghubungiku."

Drtt... Drtt...

Dean meraih ponselnya dari saku celana. Dan sudah seperti yang dipikirkannya ternyata benar, ponsel itu bergetar berasal dari panggilan Rebecca. Ia pun sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan wanita itu padanya. Tapi sebagai musuh dalam selimut, Dean bersikap seolah-olah bahwa dirinya tidak tahu apa-apa. "Hmm?" sapanya begitu menyambungkan panggilan.

"Dean! Kau di mana? Apa kau sudah di Jerman?"

Dean nyaris tertawa. Sebelumnya dia memang mengatakan pada Rebecca akan ke Jerman, tapi sebenarnya itu bohong. Ia sama sekali tidak ke Jerman karena ada hal lain yang lebih penting dari segalanya, yaitu menculik Eduardus. Dean sengaja beralasan seperti itu agar Rebecca tidak menyangkut-pautkan dirinya dalam masalah ini. Padahal wanita itu tidak tahu, bahwa otak di balik penculikan suaminya adalah Dean.

"Iya, aku sudah di Jerman. Ada apa?"

"Eduardus diculik, Dean!"

"Apa?" Nadanya tinggi seakan kaget, "Kenapa sampai diculik?"

"Tadi pagi setelah memberinya sarapan, tiba-tiba sosok pria muda tiba-tiba muncul ke rumahku bersama beberapa anak buahnya. Dia bilang tujuan mereka datang untuk menagih hutang yang dipinjam Eduardus."

"Menagih hutang? Memangnya Eduardus punya hutang pada orang itu?" tanya Dean pura-pura.

"Aku tidak tahu, tapi kata orang itu Eduardus telah meminjam uang padanya sebanyak ratusan dolar. Dan parahnya, suami gilaku itu memberikan jaminan rumah padanya. Ya ampun, untung saja dia tidak memaksa agar jaminan itu harus diberikan. Kalau seandainya dia bersikeras meminta jaminan rumah yang dijanjikan Eduardus, bisa-bisa kami akan diusir karena tidak memiliki sertifikat itu."

"Tapi kalau mereka kembali dan meminta jaminan itu bagaimana?"

"Itulah yang membuatku takut, Dean. Aku ingin secepatnya kau membayar Kapleng Group agar aku dan Soraya bisa kabur dari sini. Aku sudah tidak peduli dengan rumah ini. Jadi kalau mereka kembali untuk menagih hutang ataupun jaminan, setidaknya aku dan Soraya sudah tidak ada di sini lagi."

Dean menyeringai licik. "Baiklah, besok aku akan menyuruh pengacaraku untuk mengurusnya."

"Benarkah?"

"Ya."

"Oh, Dean, terima kasih."

Tut! Tut!

Dean memutuskan panggilannya. Dengan seringai tajam ia menatap keluar jendela. "Matt?" Suara berat itu seakan mampu menggetarkan dinding-dinding kaca di sekitarnya.

"Iya, Bos?"

"Pergilah dan temui si pengacara gadungan itu. Bujuk dia agar mau bersaksi di depan polisi atas apa yang selama ini Rebecca perbuat pada suaminya. Bila perlu ancam dia jika dia tidak mau."

"Baik, Bos." Matt menunduk kemudian pergi.

Sementara Dean masih di posisi yang sama dengan seringai yang semakin tajam. "Kau pikir aku sebodoh itu, Rebecca?"

Dean menatap kembali layar ponsel untuk mencari kontak pengacara asli Eduardus. Setelah menemukan kontak tersebut, pria itu langsung bergerak mendekati meja dengan ponsel yang menempel di telinga. "Kita bertemu di restoran tadi pagi."

"Baik, Pak."

Setelah mendapat konfirmasi dari lelaki di balik telepon, Dean pun memutuskan panggilan kemudian mengatur jasnya agar terlihat rapi. Dengan langkah dominan ia keluar dari apartemennya dan karena Matt sudah diperintahkan untuk tugas lain, Dean pun mengendarai mobil sendiri menuju restoran itu.

***

"Kensky, bisa saya minta tolong?" kata Mr. Hans sambil memegang sebuah map berwarna merah.

Kensky yang kebetulan sedang berkutat di layar komputer tiba-tiba menoleh. "Oh, tentu saja." Ia berdiri, mendekati Mr. Hans dengan senyum yang menawan.

"Seandainya aku masih muda, mungkin aku akan mengencanimu, Sky," kata Mr. Hans dalam hati, "Bisa kau antarkan ini ke ruangan Pak Dean?"

Mendengar nama itu saja sudah membuat jantung Kensky berdetak cepat. Namun karena tugas dari sang atasan, ia pun mau tidak mau harus melaksanakannya. "Tentu saja, Mr. Hans. Hanya ini saja?"

"Iya, itu saja."

"Baiklah, kalau begitu aku antarkan ini dulu." Kensky pun keluar dari ruangannya seraya membawa map merah yang diberikan Mr. Hans tadi.

Dengan langkah anggun ia berjalan dengan senyum mempesona setiap kali berpapasan dengan para kolega. Namun di balik senyum itu, ada hati yang gelisah akibat pertemuannya dengan sang atasan. Seandainya dirinya dan si pemilik perusahan tidak punya kedekatan tersendiri, mungkin Kensky tidak akan segugup ini.

"Semoga saja dia tidak macam-macam denganku lagi," lirih Kensky begitu keluar dari pintu lift menuju meja sekertaris. Dilihatnya Kim dan Soraya sedang berkutat dengan pekerjaan masing-masing. "Selamat siang," sapanya sopan.

"Siang, Sky," balas Kim lalu berdiri. Sementara Soraya hanya duduk dengan wajah kusut tanpa membalas ataupun menatap Kensky.

Kensky dan Kim pun melirik Soraya, tapi mereka tak memperdulikan ketidaksopanan gadis itu kemudian saling bertatap.

"Aku mau antarkan file ini kepada Pak Dean. Apa beliau ada di dalam?"

Perkataan Kensky mengundang mata Soraya untuk menatap. "Kenapa harus kamu? Kamu kan bisa menyuruhku atau Kim untuk mengantarkannya ke Pak Dean."

Kensky balas menatapnya. "Maafkan aku, tapi aku hanya diperintahkan oleh Mr. Hans untuk memberikan file ini kepada Pak Dean secara langsung."

Kim mengambil alih. "Tentu saja kau bisa memberikannya langsung, Sky. Justru itu lebih bagus, karena artinya kau meringankan pekerjaan kami." Kim bisa melihat raut wajah Soraya yang kontan menatapnya karena tidak suka. "Tapi masalahnya Pak Dean belum datang sejak tadi pagi."

Kensky terkejut. "Belum datang? Kenapa?"

Spontan pertanyaan Kensky mengundang ketertarikan bagi Soraya. Mataya menyipit menatap saudara tirinya yang kini tampak khawatir saat mendengar Dean belum datang.

"Aku juga belum tahu, tapi tidak biasanya Pak Dean seperti ini. Biasanya beliau akan mengabariku jika ada sesuatu yang membuatnya tidak datang atau terlambat datang," jelas Kim.

Ingin sekali Kensky melontarkan pertanyaan lagi kepada Kim menyangkut kabar Dean, tapi karena Soraya kini berdiri dengan wajah garang saat menatapnya, ia pun menelan kembali pertanyaan itu untuk sementara. Namun dalam hati ia bertanya-tanya, "Kenapa Soraya begitu marah kalau ada hal yang menyangkut diriku dan Dean, ya? Kalau pun hanya sekedar terobsesi pada Dean, toh Soraya tak perlu bersikap begitu padaku." Ia mengalihkan pandagan ke wajah Kim. "Oh iya, bisa aku minta tolong?"

"Tentu saja, Sky. Soal apa?"

"Tolong hubungi Mr. Hans, tanyakan pada beliau kalau file ini akan dititip di sini saja atau akan dibawa kembali ke ruangan?"

Kim pun segera menekan tombol intercom untuk menghubungi Mr. Hans. Sementara Soraya masih berdiri seraya menatap Kensky dengan tatapan tidak suka.

Setelah menadaptkan keterangan dari Mr. Hans, Kim pun menutup kembali gagang intercom itu. "Kata Mr. Hans file-nya dibawa kembali saja, Sky. Biar nanti___"

"Kenapa tidak kita simpan saja?" potong Soraya, "Nanti kan kalau Pak Dean tiba kita bisa langsung memberikan file ini kepada beliau."

Kim tidak setuju. "Maaf, tapi sesuai perkataan Mr. Hans file ini harus dibawa kembali padanya."

Kensky menahan tawa saat melihat sikap Kim yang begitu membelanya. Ia tahu kalau Soraya memang tidak ingin jika dirinya bertemu Dean, tapi di satu sisi ia juga ingin melihat reaksi Soraya begitu melihat ia bersama Dean di dalam ruangan berdua. "Baiklah, aku permisi dulu. Terima kasih ya, Bu Kim."

"Sama-sama, Miss Oxley."

Kensky pun pergi meninggalkan mereka berdua. Dan saat memasuki lift, saat itulah pikiran dan hatinya merindukan sosok Dean yang begitu nakal dan romantis. "Kenapa dia belum datang? Apa terjadi sesuatu padanya?"

Continued___


next chapter
Load failed, please RETRY

ของขวัญ

ของขวัญ -- ได้รับของขวัญแล้ว

    สถานะพลังงานรายสัปดาห์

    Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
    Stone -- หินพลัง

    ป้ายปลดล็อกตอน

    สารบัญ

    ตัวเลือกแสดง

    พื้นหลัง

    แบบอักษร

    ขนาด

    ความคิดเห็นต่อตอน

    เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C21
    ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
    • คุณภาพงานเขียน
    • ความเสถียรของการอัปเดต
    • การดำเนินเรื่อง
    • กาสร้างตัวละคร
    • พื้นหลังโลก

    คะแนนรวม 0.0

    รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
    โหวตด้วย Power Stone
    Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
    Stone -- หินพลัง
    รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
    เคล็ดลับข้อผิดพลาด

    รายงานการล่วงละเมิด

    ความคิดเห็นย่อหน้า

    เข้า สู่ ระบบ