ดาวน์โหลดแอป
70.96% Mysterious CEO / Chapter 22: Kejahatan Rebecca.

บท 22: Kejahatan Rebecca.

Di restoran yang sama dengan tadi pagi, Dean baru saja selesai makan siang bersama seorang pria yang merupakan pengacara asli Eduardus. "Ini adalah bukti rekaman pembicaraanku dengan Rebecca." Dean meletakan ponselnya dan memutar rekaman suara yang ternyata adalah pembicaraan terakhir antara Dean dan Rebecca.

'Itulah yang membuatku takut, Dean. Aku ingin secepatnya kau membayar Kapleng Group agar aku dan Soraya bisa kabur dari sini. Aku sudah tidak peduli dengan rumah ini. Jadi kalau mereka datang kembali untuk menagih hutang ataupun jaminan, setidaknya aku dan Soraya tidak ada di sini lagi.'

Suara Rebecca di balik rekaman itu membuat si pengacara yang bernama Mr. Pay itu terkrjut. "Saya tidak menyangka jika selama ini Mrs. Oxley memang mengingkan perusahan itu. Dia tidak punya hak sama sekali atas kepemilikan Kapleng Group. Dan kalaupun dia ingin menjualnya, harus ada persetujuan langsung dari putri kandung Mr. Oxley baru dia bisa menjualnya."

Dean menyeringai. "Aku memang menginginkan perusahan itu, tapi aku ingin ada persetujuan dari anaknya Eduardus langsung. Dan kalau memang beliau berencana akan menjual Kepleng Group, aku akan bersedia membelinya."

"Terima kasih, Pak Dean. Seandainya Anda tidak memberikan informasi ini, mungkin saya tidak tahu bahwa klien saya sedang dalam masalah besar."

"Oh iya, ada jika Anda berniat akan melaporkan masalah ini ke kantor polisi, aku punya saksi kuat untuk memberatkan Rebecca," kata Dean.

"Itu sudah pasti, Pak Dean. Ini namanya penggelapan. Tapi saya harus menulusuri masalah ini lebih lanjut. Saya harus bertemu dengan Pak Eduardus untuk mengkonfirmasi semuanya."

"Baiklah. Jika ada sesuatu yang memang perlu kutangani, jangan sungkan untuk mengatakannya padaku."

"Itu pasti, Pak. Sekali lagi terima kasih banyak atas bantuan dan informasi Anda. Setelah ini saya akan langsung ke rumah keluarga Oxley untuk mengkonfirmasi masalah ini."

Dean mengangguk.

"Kalau begitu saya juga permisi dulu, Pak Dean. Sekali lagi terima kasih."

Setelah pria itu pergi Dean pun melebarkan seringainya. "Sebentar lagi kejutan akan menantimu Rebecca."

Drtt... Drtt...

Dering ponsel mengejutkan Dean. Dengan cepat ia meraih benda portable itu dari saku jas. "Mommy?" Senyum lebar kini tampak di wajah Dean. "Halo, Mom?"

"Dean, kamu di mana? Kamu tidak lupa ulang tahun Mommy, kan?"

"Tentu saja tidak, Mommy. Justru aku sudah menyiapkan kejutan untuk Mommy tepat di hari ulang tahun Mommy."

"Kejutan? Kejutan apa itu, Dean?"

"Kalau aku bilang sekarang, itu berarti bukan kejutan dong, Mommy."

Sosok di balik telepon tertawa. "Ya ampun, kok mommy jadi lalod, sih?" Ia tertawa lagi. "Ya sudah, kalau begitu Mommy tunggu kejutan itu lusa nanti. Tapi meskipun tidak ada kejutan, kehadiranmu sudah membuat Mommy senang, Dean."

"Mommy tenang saja, aku pasti akan mengunjungi Mommy."

"Ya sudah, lanjut kerja sana. Mommy jadi tidak sabar lagi menunggu lusa."

Dean tertawa, tapi wanita di balik telepon itu sudah memutuskan panggilannya. "Baiklah, sekarang aku harus mempersiapkan kejutan itu untuk Mommy."

Di sisi lain.

"Hei, kamu sedang memikirkan apa?" tanya Kim pada Kensky. Saat ini mereka sedang menikmati makan siang di kantin kantor. "Sejak tadi aku lihat kau tidak bersemangat," kata Kim.

Kensky mengaduk-ngaduk minumannya. Karena terus memikirkan Dean sejak tadi, ia bahkan tidak punya nafsu makan dan hanya memesan minuman. "Entalah, sepertinya hatiku sedang kacau."

Kim menahan tawa. "Lagi berantem sama pacar, ya?" ledeknya.

Kensky hanya menggeleng. Dalam hati ia bertanya-tanya, kenapa Dean membuatnya galau, padahal hubungan pun mereka tidak ada. "Apakah itu berarti aku cinta padanya?"

"Hah?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Kensky membuat Kim terkejut, tapi karena ia sibuk mengunyah sampai-sampai ia tak sempat menyimak apa yang diucapkan Kensky. "Apa katamu tadi?"

Kensky pun terkejut. "Hah? Apa?

"Tadi kau bilang apa?"

Alis Kensky berkerut.

"Bilang apa? Aku tidak bilang apa-apa, kok."

"Ada. Tadi kau bilang cinta atau apa kalau tidak salah."

Kensky terdiam. Apa jangan-jangan .... "Memangnya kau dengar apa?

"Justru itu aku bertanya, karena suaramu tidak jelas. Tapi aku sempat menangkap ada kata cinta yang kau ucapkan tadi," jelas Kim.

Mata Kensky terbelalak. "Masa, sih? Ya, ampun." Ia tertawa.

Kim pun ikut tertawa. "Kau sedang jatuh cinta, ya?"

Wajah Kensky kontan memerah. "Entalah. Aku sendiri bingung, Kim."

"Bingung kenapa? Jangan bilang kalau kau menyukai pacar orang?"

Kensky terbahak. "Ya tidaklah, masa aku menyukai pacar orang."

"Lantas kenapa kau harus galau? Apa dia tidak menyukaimu?"

Kensky menggeleng. "Justru sebaliknya. Dia begitu menyukaiku, tapi aku yang tidak bisa."

"Kenapa?"

Mata Kensky menatap sayu. "Aku sudah dijodohkan oleh Mom," katanya lemas.

Wajah Kim yang tadinya ceria pun ikut bersedih. Bagai sahabat__ meski masih baru__ Kim bisa merasakan beban yang dirasakan Kensky.

"Pasti berat ya buatmu menikahi pria yang tidak kau cintai? Aku juga dulu seperti itu. Tapi seiring berjalannya waktu, aku pun yakin kalau sebenarnya itu tidak bisa dipaksakan. Demi cuan aku rela dijodohkan, tapi semakin lama aku sadar bahwa cuan tidaklah membawa kebahagiaan, melainkan kehancuran dalam hubungan kami. Seandainya aku menerima perjodohan itu, mungkin saat ini aku sudah punya anak."

Kensky menatapnya. "Jadi kau tidak mencintai laki-laki itu?"

"Ya, padahal dia tampan dan kaya raya. Aku dijodohkan karena ayahku terlilit hutang. Tapi untung saja pria itu mau mengerti, karena dia juga ternyata tidak menginginkan perjodohan itu. Alhasil, kami sekarang justru berteman baik dan dia sudah melupakan hutang itu."

Membawa topik hutang ke dalam pembicaraan mereka membuat Kensky semakin menguras pikiran terhadap dirinya dan Dean. Seandainya tidak ada pria yang dijodohkan oleh ibunya, Kensky tak perlu berpikir lagi tentang hubungannya dengan Dean. Ia bahkan akan langsung menerima tawaran Dean waktu pria itu mengajaknya pacaran.

"Sky?" Suara lelaki dari arah belakang mengejutkan dua wanita cantik itu.

Mereka sama-sama menoleh. "Mr. Hans?",

"Maaf mengganggu makan siang kalian. Tapi apa kau sudah selesai, Sky?"

"Oh iya, tentu saja. Ada apa, Mr. Hans?"

"Pak Dean memanggilmu. Beliau menunggumu di ruangannya."

Mendengar nama itu membuat hati Kensky bersorak-sorak. Saking bahagianya ia bahkan tergagap. "Me-memanggilku? Ada masalah apa?"

Mr. Hans menggeleng kepala. "Aku tidak tahu, tapi tiba-tiba saja beliau datang ke ruanganku mencarimu. Tapi karena aku bilang kau sedang makan siang, beliau memintaku untuk menyuruhmu menemuinya setelah makan.,"

Kensky sontak berdiri. "Kalau begitu aku akan langsung menemui Pak Dean saja. Kim, kau tidak apa-apa kan makan bersama Mr. Hans dulu?"

Kim tersenyum lebar. "Tidak apa-apa, Sky. Sudah sana, siapa tahu Pak Dean akan menaikkan jabatanmu."

Kensky tertawa. "Kau ini. Ya sudah, Mr. Hans, aku titip Kim, ya."

"Tenang saja. Aku tidak akan menjahatinya."

Mr. Hans menatap tubuh Kensky yang kini pergi meninggalkan kantin. "Aku rasa mereka sama-sama saling menyukai.^^ Kim tersenyum.

"Duduklah, Sayang. Apa kau sudah makan?"

Mr. Hans menurut dan mengambil posisi di depan Kim. "Apa kau menceritakan padanya soal hubungan kita?"

Kim tersenyum. "Tenang saja, aku tidak menyebutkan namamu, kok. Aku hanya bilang kalau aku punya pacar di kantor ini."

"Syurkurlah. Tapi kalaupun kau jujur padanya soal hubungan kita, aku yakin Sky bisa menjaga rahasia," kata Mr. Hans.

"Kau benar. Oh iya, tadi maksudmu mereka saling menyukai itu siapa? Pak Dean dan Kensky?"

Mr. Hans mengangguk. "Iya, aku rasa mereka sama-sama saling menyukai satu sama lain. Kau ingat waktu pesta kantor di mansion Pak Dean?"

"Ya, aku ingat."

"Di sana Pak Dean mengajak aku dan Sky minum anggur."

"Benarkah? Wah, benar-benar kesempatan langkah."

"Ya dan aku rasa itu karena Pak Dean bisa menatap Kensky."

"Aku setuju kalau mereka pacaran. Tapi itu tidak mungkin, apalagi Pak Dean sendiri yang membuat aturan kalau sesama kolega dilarang pacaran," kata Kim.

"Tapi kan dia pemilik perusahan. Jadi kapan saja dia bisa mencabut aturan itu tidak masalah. Dan aku berharap itu akan terjadi agar kita tidak perlu lagi bersembunyi di hadapan mereka."

Wajah Kim kontan memerah. "Aku juga berharap demikian."

Di sisi lain

Tok! Tok!

"Masuk!"

Suara seruan dari dalam ruangan membuat Kensky menarik napas. Ia berharap tidak ada masalah yang terjadi sehingga Dean memanggilnya saat ini.

Clek!

"Selamat siang, Pak," sapa Kensky begitu masuk ke ruangan CEO.

Sosok pria yang berdiri di balik dinding kaca itu pun menoleh. "Pagi, Sayang. Apa aku mengganggu makan siangmu?"

Entah kenapa hati Kensky begitu damai saat melihat sosok Dean yang kini sedang berdiri menatapnya. Meski sekidit menjengkelkan, namun pesonanya yang dipancarkan dari wajah Dean membuat Kensky begitu bahagia ketika bersamanya.

"Tidak, Anda sama sekali tidak mengganggu," kata Chelsea.

Dean tersenyum. Perlahan ia bergerak mendekati Kensky yang berdiri di depan mejanya. "Lusa nanti adalah malam minggu. Apa kau punya kencan dengan pria lain?"

"Tidak! Aku tidak punya pacar." Kensky sendiri terkejut apa yang baru saja ia katakan. Dengan cepat pun ia meralat kata-kata itu sebelum Dean salah mengartikan, "Maksudku ... aku tidak punya kencan dengan siapa-siapa lusa nanti."

Dean menahan tawa. "Kalau begitu kau mau kan menemaniku ke pesta ulang tahuh Mommy?"

Mata Kensky terbelalak. "Pesta ulang tahun?"

"Ya. Mommy-ku ulang tahun lusa nanti. Dan sebagai hadiahnya, dia ingin aku membawa pacar ke pesta itu. Tapi karena aku tidak punya pacar, kau tidak keberatan kan menjadi pasanganku ke pesta itu?"

"Aku mau, Dean. Aku mau." Ingin sekali jawaban itu keluar dari mulut Kensky, tapi karena sebentar lagi dirinya akan menyandang status istri orang, ia pun menelan kembali kata-kata itu dan menjawab, "Kenapa harus aku? Kan Anda bisa mengajak Soraya atau wanita lain."

Dean menyeringai. "Aku hanya ingin pergi bersamamu, Sky. Kau kan calon istriku, jadi sudah sepantasnya aku memperkenalkanmu pada Mommy."

Kata-kata Dean membuat Kensky terharu. "Benarkah? Benarkah dia akan memperkenalkanku pada ibunya?" pikir Kensky.

"Bagaimana, apa kau mau menolongku?" tanya Dean.

"Aku___"

"Kumohon," sergah Dean, "Kumohon tolong aku. Aku hanya ingin membuat ibuku senang diusianya yang tua ini. Sudah sejak lama dia ingin aku punya pacar, tapi aku tidak menemukan wanita yang cocok. Dan giliran aku dijodohkan denganmu, wanita yang kucintai, kau malah menolakku hanya karena pria lain. Jadi kumohon, sekali ini saja kau turuti permintaanku dan setelah itu aku janji, tidak akan pernah lagi mengganggu kebahagiaanmu dengan pria itu."

Perkataan pria itu membuat Kensky terkejut. Ia tak menyangka Dean ternyata begitu serius sampai-sampai mau membawanya bertemu sang ibu. Meski sebenarnya pria itu harus rela berbohong demi membahagiakan ibunya.

"Baiklah, aku mau."

Continued___


next chapter
Load failed, please RETRY

ของขวัญ

ของขวัญ -- ได้รับของขวัญแล้ว

    สถานะพลังงานรายสัปดาห์

    Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
    Stone -- หินพลัง

    ป้ายปลดล็อกตอน

    สารบัญ

    ตัวเลือกแสดง

    พื้นหลัง

    แบบอักษร

    ขนาด

    ความคิดเห็นต่อตอน

    เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C22
    ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
    • คุณภาพงานเขียน
    • ความเสถียรของการอัปเดต
    • การดำเนินเรื่อง
    • กาสร้างตัวละคร
    • พื้นหลังโลก

    คะแนนรวม 0.0

    รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
    โหวตด้วย Power Stone
    Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
    Stone -- หินพลัง
    รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
    เคล็ดลับข้อผิดพลาด

    รายงานการล่วงละเมิด

    ความคิดเห็นย่อหน้า

    เข้า สู่ ระบบ