Baixar aplicativo
8.06% Sleep and See / Chapter 4: Seorang Asisten Pribadi

Capítulo 4: Seorang Asisten Pribadi

"Hai, selamat datang di Sleep and See Central Hospital. Maaf membuat Anda menunggu. Oh My God, kau seorang bidadari." , sapanya padaku. Kurasa ia adalah orang yang dimaksud resepsionis. Orang yang akan menanganiku.

"John adalah nama saya. Jabatan saya untuk anda adalah asisten pribadi, selama Anda di sini. Aku harap aku bisa berguna untuk Anda, Miss Covina Ven"

Aku tertawa mendengar ia berbicara bahasa Indonesia. Kacau dan idak sistematis.

"Apa Anda pernah belajar bahasa Indonesia" , tanyaku. Ia terlihat bingung dan tak mengerti.

"Have you learned Bahasa Indonesia?"

John segera mengerti setelah aku menterjemahkannya dalam bahasa inggris.

"Ya, saya belajar beberpa bulan di sebuat pelatihan. So, I hope can bantu anda selama di sini."

Aku tertawa spontan. "Do you have devices?" tanyaku. Saat aku menanyakan apakah ia memiliki alat penerjemah atau tidak, ia segera mengeluarkannya dari salah satu kantong celananya. Alat itu sangat kecil. Namun pasti akan berguna.

"Well, there is a problem on in. I just try to use my skill in Bahasa. Is it sound strange?"

John masih bersikeras tak mau menggunakan alat tersebut meski aku memintanya. Baginya, akan lebih cocok dan sopan jika ia berbicara secara langsung untuk mempraktikakan kemampuannya berbahasa.

Aku tertawa lagi. "You better use it." Aku benar-benar memaksanya kali ini. Aku tak mau pusing mendengarkan bahasa yang campur aduk.

Melihatku memaksanya akhirnya ia putuskan untuk mengalah. Ia memasang dan mengatur alat di telinga dan lensa yang ia pakai dengan ponsel pintar miliknya.

"Lately, people will be very lazy. They don't need to learn, just download and click!", komentarnya sambil membetulkan setelan bahasa.

Ia benar, makin lama memang orang akan makin malas. Kecanggihan teknologi memaksa mereka untuk bergantung pada alat-lat seperti ponsel pintar maupun penerjemah. Memang akan sangat bijak jika kita belajar banyak dan menguasai bahasa tersebut.

"Sudah, apakah lebih baik?" , tanyanya kembali.

Aku tersenyum memberikan persetujuan. Ia membawaku keluar dari gedung ini.

"Secara spesifik program 20 tahun di Sleep and See tidak kami lakukan di Rumah Sakit Pusat. Kami melakukannya di gedung-gedung koorporat kami. Di dalam laboratoriun terbaik di kantor pusat."

"Lalu rumah sakit itu?", tanyaku perlahan sembari memasuki sebuah gedung pencakar langit yang berada di area milik mereka.

"Oh, itu adalah bentuk kepedulian kami terhadap publik. Kami turut membantu pemerintah Amerika memberikan berbagai layanan kesehatan sebagai wujud tindakan kemanusiaan kami."

John memberiku sebuah brosur. "A month Program, ini adalah program satu bulan percobaan yang harus Nona Covina ikuti. "

Aku membaca dan membuka brosur tersebut.

"Intinya, kita akan memberikan waktu satu bulan penuh kepada setiap klien atau pun paara sukarelawan kami sebelum mereka benar-benar memutuskan mengikuti program kami."

"Untuk apa?" tanyaku.

John menekan lift ke lantai 40.

"Untuk membuat setiap klien kami berfikir, apakah mereka benar-benar ingin mengikuti progam ini atau hanya karena emosi sesaat saja. Ingat kami bukan perusahaan yang hanya ingin mengambil keuntungan semata. Kami mendirikan perusahaan ini demi kemanusian. Kami ingin pengalaman hidup yang lebih baik bagi setiap orang nantinya" ujarnya.

"Intinya, semua klien yang mengikuti program Sleep and See dengan masa tidur lebih dari enam bulan wajib mengikuti A Month Program."

Ting, suara lift ini mengindikasikan kami sampai di lantai yang kami tuju. John terus menceritakan ini itu. Banyak hal yang ia jelaskan padaku.

"Kami sangat berterimaksih atas partisipasi anda sebagai sukarelawan dalam program tidur selama 20 tahun. Nah, ini dia ruang pertama anda. Masuklah, ini kuncinya. Tap dan masuk ikuti kelasnya."

Aku tak mengerti. Tap dan masuk. Aku mencobanya, pintu terbuka otomatis.

"Kau? Tidak ikut?" tanyaku sebelum melangkah masuk.

"Kami tak punya akses untuk masuk" katanya. "Ini adalah sebuah privasi, kami tak ingin privasi klien kami terganggu."

Sebelum aku masuk, aku sempat melirik wanita berambut panjang terikat berwarna putih.Ia berbaju serba putih dan terlihat sangat menarik. Sama seperti John, ia hanya berdiri didepan. Apa ia juga bekerja seperti John?

"Semoga beruntung Nona Malaikat…"

Nona malaikat? Itulah alasan mengapa Seseorang masih harus belajar bahasa sebelum menggunakan tehknologi. Agar mereka tak serta merta mengikuti alat penerjamah.

"Nah, ini dia" kata Seseorang dari balik meja. Ia berdiri sedangkan pria di depannya duduk.

"Selamat datang, semua sudah lengkap sekarang ." kata pria itu dengan penuh semangat.

Ia mempersilahkan aku duduk. Ia menarik kursi dan mulai pembicaraan dengan kami. Aku dan satu orang pria lagi yang aku tak tahu siapa dia.

"Selamat datang di kelas konseling. Kita mulai dengan perkenalan satu dengan yang lain." Kami berdua diam memperhatikan pria ini.

"Aku akan mengawalinya dan disusul dengan Kau Nona dan Anda Tuan. Baiklah perkenalkan nama saya Julien Smith. Saya adalah konselor kalian. Kita akan bertemu beberapa kali dalam satu minggu selama sebulan kedepan."

"Giliranmu nona.," kata Julien menunjukku.

Aku sedikit terkejut dan tak siap.

"Namaku Covina Ven. Panggil aku Covina. Aku berasal dari Indonesia." Kataku singkat.

"Pekerjaan anda Nona Covina?" tanya Julien padaku.

"Aku seorang pengajar, tapi itu dulu."

Julient menyatakan ketidak setujuannya dengan pernyataanku.

"Bukan begitu cara orang berkenalan Nona Covina Ven. Perkerjaan, tidak ada yang dulu."

"Tapi aku mengundurkan diri sebelum ke sini." Bantahku pada Julien.

Ia Nampak tak sependapat. Baiklah dari pada ribut mending turuti saja.

"Namaku adalah Covina Ven, aku seorang pengajar"

"Yah, itu lebih baih. Giliran Anda, Tuan " kata Julien menunjuk pria yang duduk di sebelahku. Ia menghela nafas sebelum mulai bicara.

"Namaku adalah Lux Hemel Imanuel (Lukse Heimel Imanuel). Aku seoran pensiunan."

"Di usia semuda ini?" katanya Julien. "Tolong lebih spesifik Lux"

"Aku menundurkan diri dari tempatku bekerja beberapa tahun lalu. Sekarang aku adalah pengangguran." Katanya.

Julien tersentak. "Sayang sekali Tuan Lux Hemel Imamanuel, boleh aku tahu apa posisi Anda sebelumnya"

Lux Hemel Imanuel terdiam. Kami yang penasaran terus membuka mata dan menancapkan pandangan padanya.

"Dulu aku sempat menjadi direktur. Aku merasa lelah dan memutuskan untuk mundur." Imbuhnya.

"Boleh aku tau, dimana Kau bekerja Tuan Lux Hemel?"

Pria itu tampak semakin kesal. "Sleep dan See Coorporation."


next chapter
Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Pedra de Poder

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C4
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank NO.-- Ranking de Potência
Stone -- Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login