Dengan gerakan slow motion, aku mendorong lembut tubuh Tiara dari tubuhku. Beberapa saat mataku lekat memandang wajahnya yang tersenyum manis menggemaskan.
"Kok kamu tahu, aku Bangla? Siapa yang ngasih bocoran?" tanyaku dengan bisikkan mendesah akibat rongga dadaku yang sesak dipenuhi rasa heran.
"Ada deh!" Tiara menjawab seraya menunduk.
Kedua bola matanya menatap seksama bagian tubuhku depan pangkal paha di bawah pusar. Tempat bersemayamnya benda sakti yang dulu mendapat julukan 'Bangla'.
Cukup lama Tiara memfokuskan tatapannya di sana. Setelah puas, dia kembali menatap wajahku dengan tatapan yang sangat nanar dan sayu. Aku bahkan belum sanggup menterjemahkan tatapannya yang sangat menggoda itu.
Mata sayu dan nanar itu kini menyapu sekujur tubuhku dengan sangat intens dan mendalam. Bergerak pelan mulai dari ujung sepatu Kicker-ku hingga ujung rambutku.
Jantungku masih berdegup tak normal. Sebait tanya tersisa di dada. Mengapa setelah sekian lama julukan itu menghilang, kini ada lagi yang memanggilku dengan sebutan itu. Julukan yang sedikit sakral sekaligus tabu. Bahkan aku sudah meminta dengan hormat pada semua sahabat terdekatku untuk menghapusnya dari memori mereka.
Dan lebih mengejutkan lagi, ketika seorang Tiara yang membangkitkan kembali julukan ajaib itu. Sedangkan aku dan dia saling mengenal hanya sebatas teman biasa. Setiap bertemu hanya sekedar 'say halo.' Pernah bicara basa-basi berdua, itupun tak lebih dari beberapa patah kata saja.
Kalau pun dulu, aku punya kesempatan ngobrol panjang lebar berduaan dengannya, sudah dipastikan tak mungkin membahas 'Bangla'. Kecuali dia sudah pernah bertemu langsung dengannya.
Sejak kapan dia dapat bocoran gila itu? Dan siapa bedebah yang telah membocorkannya. Memalukan!
'Bangla' merupakan panggilan rahasia untukku. Hanya teman yang benar-benar akrab dan dekat yang diizinkan memanggilku demikian. Itu pun ketika keadaan sepi. Itu julukan pujian namun juga bisa dianggap sebagai ejekan.
Bangla diambil dari kata Bangladesh. Nama sebuah negara di Asia Selatan yang berbatasan dengan India di barat, utara, dan timur, Myanmar di tenggara, serta Teluk Benggala di selatan. Bangladesh secara harfiah bermakna "Negara Bangla". Ibu kota dan kota terbesar di Bangladesh ialah Dhaka
Beberapa temanku menjuluki demikian karena junior di balik celanaku, memiliki ukuran yang lebih besar dan lebih panjang dibanding mereka yang sebaya denganku. Ditambah dengan bulu-bulu yang tumbuh subur di kaki, paha, perut hingga dadaku.
Berdasarkan ciri-ciri fisik itu, aku sempat dikira memiliki garis keturunan bangsa Bangladesh atau India. Walau wajahku sama sekali tidak memiliki nuansa warga keturunan negara-negara tersebut.
Paras wajahku lebih mirip Rezky Aditya artis sinetron Indonesia, dibanding dengan Shahrul Khan atau pemain-pemain film bollywood lainnya. Kulit wajahku cenderung putih cerah dan bulu-bulu halus yang tumbuh subur di kaki, dada hingga perutku tidak selebat bulu-bulu lelaki India atau Bangladesh.
"Kamu dari mana dan mau kemana, Tiar?" Aku bertanya mengalihkan fokus pandangan dan pikiran nakalnya pada si Bangla.
"Aku mau pulang. Baru selesai manggung." Senyuman Tiara makin genit dan menggoda. Suaranya pun terdengar sedikit merdu, mendesah dan berirama.
"Manggung?" Aku kembali tersentak, "manggung apaan?" tanya kemudian dengan dahi berkerut dan kedua alis saling mendekat.
"Biasalah manggung dangdut. Musik rakyat jelata. Mengais receh untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Agar dapurku tetap ngebul, kalau pun nanti ada sisanya terpaksa aku tabungkan, siapa tahu bisa untuk mencicil Ferrari, hehehe." Tiara menjawab manja dalam canda yang sedikit mengena.
"Kamu jadi penyanyi dangdut?" tanyaku setengah sadar.
Tiara mengangguk, wajahnya lurus menatapku dan kedua tangannya memegangi kedua lenganku dengan sangat lembut dan manja. Posisi yang seketika menyeret memoriku pada kenangan masa lalu yang telah silam.
Sebenarnya aku tak perlu bertanya tentang profesinya. Dari pakaian dan dandanannya pun dia sudah terlihat dangdut banget.
Yang jadi pertanyaan, sejak kapan dia menjadi artis dangdut? Kemana pakaian syar'i dan kerudung besarnya yang dulu selalu menutupi sekujur tubuhnya?
Beberapa tahun yang lalu, aku mengenal dia masih sebagai gadis yang sangat cantik, imut, pemalu, pendiam dan auratnya tertutup sempurna. Dia seorang ukhti yang sangat shalihah dipandang dari sudut gaya berdandan dan kepribadiannya.
Mengapa kini berbalik 108 derajat?
"Sejak kapan kamu jadi artis dangdut?" tanyaku ragu-ragu. Sejujurnya aku takut menyinggung perasaanya. 
Mungkinkah Tiara sedang bercanda? Untuk urusan aurat, tak mungkin dia sebercanda ini.
"Hmmm belum lama sih, mungkin sudah setengah tahunan kali ya." Tiara pun ragu-ragu. "masih sebatas hobi dan iseng aja. Daripada bengong sendirian di rumah." lanjutnya seraya menyandarkan pantatnya pada motorku yang jadi saksi bisu pertemuan kembali aku dan wanita syar'i yang kini telah menjelma menjadi artis dangdut yang sangat seksi.
"Bukannya artis dangdut biasanya pulang tengah malam?" selidikku.
"Harusnya begitu. Tapi, aku minta izin pulang lebih dulu. Soalnya dari tadi siang udah ngerasa gak nyaman di atas panggung. Penontonnya rada-rada rese gimana gitu."
"Hmmm."
"Ya, aku yakin, nanti malam pasti lebih rese tak terkontrol. Siang bolong aja udah rese dikendalikan alkohol. Aku tidak terlalu suka dengan lelaki pemabuk, makanya setengah hari aja, hehehe." Tiara menjelaskan panjang lebar.
"Bukannya kalau yang jogetnya mabuk berat makin asik. Kan dia hilang kontrol, lupa diri dan mudah menghambur-hamburkan uang recehnya untuk nyawer, hehehe." Aku terkekeh malu hati. Teringat segala kekonyolan dan kebodohan yang dulu sering aku lakukan.
"Gak semua begitu. Malah lebih banyak yang rese saat mabuk berat. Terkadang mereka ngotot minta uang sawera, kan brengsek. Namanya juga dalam pengaruh alkohol, mereka berasa paling berkuasa dan dunia miliknya, hehehe."
"Oh gitu," balasku kembali terkekeh.
Khusus yang satu ini, aku tak pernah konyol. Walau setiap berjoget di atas panggung, hampir dipastikan ada dalam pengaruh minuman keras. Namun tidak pernah sampai rese parah.
Mungkin karena sudah mengenal dan terbiasa dengan minuman beralkohol sejak kecil, hingga tidak pernah ada pemikiran meminum minuman keras untuk sekedar pamer atau dianggap hebat jika sampai mabok.
Di atas panggung aku malah jadi idola para penyanyi. Selain wajahku yang ehem-ehem dan tidak pernah rese aku pun sangat royal saat menerbangkan lembaran uang saweran. Mereka bahkan menjulukiku 'Abang Sawer Ganteng'
Sebenarnya aku tidak terlalu banyak mengenal Tiara. Kami beda sekolah dan beda kampung. Walau masih dalam satu desa. Kami saling mengenal hanya sebatas tahu nama dan wajah. Itupun karena saat pergi dan pulang sekolah sering kebetulan naik angkutan umum yang sama.
Aku tak pernah menduga bisa bertemu kembali dalam situasi seperti saat ini. 
Dia telah menjadi orang yang benar-benar berbeda. Seorang ukhti shalihah yang berani memakai pakaian kekurangan bahan, terbuka di sana-sini.
Mengejutkan, menakjubkan juga sedikit membuat bulu romaku berdiri. Ada apa dengan Tiara? Tragedi kehidupan model apa yang telah menimpanya hingga bisa mengubah dirinya sedrastis ini.
&&&

KHUSUS DEWASA
Ketika mertua menanamkan benih cinta pada sang menantu dan menimbulkan dendam kebencian ketika ditolaknya, maka apa yang akan terjadi?

Shah Rukh Khan, Anushka Sharma and Katrina Kaif starer, Zero, was released on December 2018.  The film was a much-awaited film of the year, considering the Shah Rukh Khan being the lead actor.


 
SRK's fan had huge expectations from the film but none of the expectations were met after the release. The movie was a non-performer at the box office.

Nevertheless, Zero has seemed to be making up for the losses and is now doing considerably good on television.

Image result for zero movie

In fact, reports state that Zero premiered on TV with a record 9.2 million impression, and following this the film also recorded a staggering 3.9 million impressions in a single month on other paid streaming platforms.

After its success on the television, the question arises that why was the movie not able to do well on the silver screen.

For starters, Red Chillies Productions supplied the TV network and the streaming platform a different cut of the film, helping Zero to set new benchmarks in satellite and streaming domains.

Another reason is said to be the difference in marketing strategies. The network promotional campaign for Zero revealed the bit about the Mars mission and portrayed the film to be a journey of sorts that the lead protagonist Shah Rukh Khan goes through from Meerut to Mars. Which was clearly missing in the theatrical campaign.

Lastly, the television audience is far different from the theatre-going crowd. While the theatre-going audience decides whether a film is worth watching based on reviews and word of mouth, the satellite audience, on the other hand, do not pay much attention to such factors. In fact, an individual who might skip a film in theatres may watch the same film on TV out of sheer curiosity or for the lack of options.

Para penduduk panik.
"A-Apa kamu menyarankan pemberontakan?"
"Pemberontakan? Ini adalah Lord yang menyebabkan pemberontakan! Kita adalah orang-orang dari Earl Steim. Kita akan pergi melawan iblis-iblis yang bekerja sama untuk melawan kehendak Earl Steim!"
Penduduk diingatkan bahwa mereka memiliki alasan untuk melawan Lord. Semangat mereka mulai meningkat.
"Baik! Aku akan mengikuti Khan!"
"Tidak mungkin mengusir Lord dengan kekuatan kita, tapi dengan kemarahan kita, kita akan membiarkan dunia tahu bahwa ada yang salah di Winston. Kemudian Earl Steim akhirnya akan mendengar berita tentang Winston."
"Kita harus berjuang untuk Grid, yang dikurung karena kita."
"Aku akan bertarung!"
Para penduduk memutuskan untuk mengubah nasib Winston dengan kekuatan mereka sendiri!
Khan membuka pintu gudang dan memeriksanya. Gudang tersebut penuh dengan peralatan perang, item-item yang sama yang dihasilkan Grid saat berlatih untuk pertandingan. Penampilannya tidak bagus karena keterbatasan bahan, tapi item-item tersebut lebih baik daripada peralatan pertanian.
"Ohh!"
Para penduduk bersemangat ketika mereka mempersenjatai diri mereka di bawah komando Khan.
"Pergi ke Perusahaan Mero sekarang juga!"
"Ya! Tangkap Valmont!"
Khan menahan mereka. "Jika kita menyerang Perusahaan Mero, berita pemberontakan kita akan disampaikan dengan cepat kepada Lord dan kemudian benteng akan sangat dipertahankan."
"Kalau begitu, kita harus pergi ke kastil lebih dulu?"
"Benar. Kita harus memasuki kastil sebelum pemberitaan pemberontakan kita diteruskan menuju Lord. Jika Lord dijadikan sandera, para prajurit takkan bisa bergerak dan kita dapat dengan mudah mengusir Perusahaan Mero!"
Seorang pria maju dan berkata, "Arsitek yang mendesain kastil adalah kakek buyutku. Jadi aku punya cetak biru kastil di rumahku. Kita dapat memahami jalan rahasianya melalui cetak biru tersebut, yang memungkinkan kita dengan mudah menyusup ke kastil."
"Ohh!"
Mereka melihat harapan. Penduduk tidak berdaya. Mereka yakin mereka bisa mengusir Lord dan Perusahaan Mero. Tapi itu hanya berlangsung sesaat.
Jaengurang!
Jendela lantai kedua bengkel hancur dan tentara bersenjata dengan busur masuk.
"Jatuhkan senjatamu jika kau tidak ingin mati!"
Lantai kedua bengkel diduduki oleh puluhan pemanah dalam sekejap, semua membidikkan busur mereka pada penduduk di lantai pertama. Penduduk ketakutan ketika Valmont memasuki bengkel.
Dia tertawa keras, "Hei, aku hanya datang untuk mengambil alih bengkel, hanya untuk mendapatkan kesempatan untuk hadiah besar! Hahaha!"
Lemak di dagunya bergoyang saat dia tertawa.
Khan berteriak pada Valmont yang tertawa. "Kau menjebak Grid dan menahannya sehingga hasil dari pertandingannya takkan terungkap!"
Valmont mengangkat bahu.
"Hasil dari pertandingan ini belum ditentukan? Itu konyol. Itu adalah kemenangan sempurna Perusahaan Mero. Apa kau tidak lihat karya pandai besi yang kami sewa? Bahkan jika rincian belati yang kau dan Grid buat diungkapkan, kau takkan bisa mengalahkan pekerjaannya. Bertanyalah pada kerumunan, semua orang akan setuju. Perusahaan Mero memenangkan pertandingan, jadi pemilik yang tepat dari bengkel ini adalah Perusahaan Mero."
"Kau! Kau pasti memperhatikan bahwa pekerjaan Grid jauh lebih baik daripada pandai besimu, jadi kau dengan terburu-buru menangkap Grid karena takut dikalahkan dalam pertandingan!"
Valmont mengejeknya, "Jika kau ingin menyalahkan seseorang, bukankah seharusnya kau menyalahkan mata publik? Pokoknya, buang senjatamu jika kau tidak ingin segera dieksekusi karena menyebabkan pemberontakan."
"Siapa yang mau mendengarkan perintah seorang pedagang?"
"Hoh, apa itu masalah kalau aku seorang pedagang? Kalau begitu ikuti perintah Tuan Philipson, bukan aku. Tuan Philipson, orang-orang itu bersenjata jadi bukankah itu merupakan pemberontakan? Kamu harus menenangkan mereka."
Philipson berdiri di sebelah Valmont mengangguk. Dia melambaikan tangannya dan para prajurit yang menempati lantai dua menarik kembali busur mereka.
"Serahkan semua senjata kalian. Dan Khan, aku akan menangkapmu sebagai biang keladi pemberontakan."
Penduduk sangat marah.
"Bajingan sialan! Apa kau seorang ksatria? Anjing Valmont! Aku tidak perlu mendengarkan perintahmu!"
Philipson melirik para prajurit di lantai dua. Panah ditembakan ke bawah.
Puuok!
"Kuaack!"
"Hiik!"
Salah satu warga jatuh setelah terkena panah.
Khan gemetar melihat pemandangan tersebut.
"Bajingan jahat!"
"Serangan selanjutnya akan diarahkan menuju kepalamu. Jatuhkan senjatamu jika kau tidak ingin mati."
Meskipun mereka semua memegang senjata, orang biasa tidak memiliki kesempatan melawan tentara terlatih. Jika mereka bertempur, mereka hanya akan mati tanpa arti.
"Ohhh..."
Jaengurang!
Senjata mereka jatuh dengan lemah ke tanah. Tekad mereka jatuh dan orang-orang tak berdaya berbaring di tanah karena ketakutan.
Valmont mengawasi orang-orang yang menangis dan tertawa. "Hahahaha! Kalian bodoh! Pada akhirnya, anjing seperti kalian hanya bisa menolak dengan sia-sia! Pahami hal ini dengan jelas! Kalian dimaksudkan untuk diperintah! Yang perlu kalian lakukan adalah mematuhinya tanpa syarat! Jangan berpikir untuk memberontak lagi!"
Valmont memberi perintah kepada Philipson.
"Sita semua benda di bengkel ini. Dan tangkap pemimpin pemberontakan, Khan."
"Ya!"
Para prajurit bergerak secara teratur. Valmont mendekati Philipson dan berbisik. "Tuan Philipson, Lord akan dengan jelas memberikan hadiah besar kepada kita, yang menghentikan pemberontakan sebelum kerusakan terjadi. Kenapa kita tidak minum malam ini untuk merayakannya? Aku akan mempersiapkan para wanita dan makanan lezat."
"Itu hal yang patut dihargai. Kita bisa bermain malam ini. Tapi kau tidak perlu mempersiapkan para wanita yang terpisah."
Tatapan rakus Philipson tertuju pada satu sisi.
Valmont mengikuti pandangannya dan melihat beberapa orang tua dan wanita berdiri di satu sisi. Di antara para perempuan, ada satu berumur sekitar 15 tahun. Ketika dirinya dewasa, dia akan menjadi wanita yang cantik.
Valmont mengerutkan keningnya dan berbicara pada dirinya sendiri. "Menginginkan seorang gadis muda... Kau lebih buruk dariku."
"Hah? Apa yang kau katakan tadi? Aku minta maaf tapi aku tidak mendengarnya."
"Tidak, tidak ada apa-apa. Kau tidak mendengar apapun. Aku hanya berbicara sendiri."
Sementara Valmont dan Philipson dipenuhi dengan antisipasi atas hadiah Lord, para penduduk putus asa ketika mereka melihat Khan diseret.
"Apa yang kita lakukan sekarang?"
"Apa yang harus kita lakukan? Ini adalah akhir... Tidak ada orang lain yang bisa diandalkan di Winston."
"Aku harus pergi ketika aku bisa... Sekarang aku tidak bisa meninggalkan tempat ini..."
Khan adalah sumber harapan terakhir bagi warga Winston. Sekarang dia diseret ke penjara bawah tanah, jadi penduduk kehilangan harapan. Seorang penyelamat dibutuhkan.
***
Ruangan bawah tanah kastil Winston.
"..."
Sudah berapa hari berlalu? Cahaya tidak pernah masuk dan Huroi merasa putus asa saat dirinya tetap terjebak dalam kegelapan. Sekarang dia tidak tahu apakah ini kenyataan atau virtual realitas.
'Dimana ini? Kenapa aku melakukan ini? Bagaimana aku bisa keluar dari neraka ini?'
Huroi lebih baik memilih mati. Sementara itu, dalam kenyataannya, EEG milik Huroi menunjukkan ketidakstabilan yang parah.
Suasana Grup S.A cabang Mongolia sangat berat.
"EEG terlalu tidak stabil. Kita tidak bisa menjamin kesehatan Allunbatar. Jika kita tidak memaksanya keluar sekarang, dia mungkin perlu dikurung di rumah sakit jiwa."
Para ahli menyarankan untuk menyerah pada quest ini.
Namun, pemikiran direktur cabang Mongolia Park Eunhyuk berbeda.
"Allunbatar telah bertahan 48 jam dan 10 menit. Sudah sampai di sini, jadi ini bukan tentang PR lagi. Kita tidak bisa menyia-nyiakan upaya Allunbatar. Hanya ada 1 jam dan 50 menit tersisa. Sampai saat itu, kita akan melihat Allunbatar sampai akhir."
Itu berarti dia takkan mengizinkannya keluar secara paksa. Wajah para eksekutif berubah memucat.
"Satisfy pantas mendapat kritik atas adanya quest yang menempatkan player pada risiko. Jika kita tidak bertanggung jawab atas keamanan player, perusahaan akan terkena sedikit dampaknya."
"Seluruh dunia akan berpikir Satisfy berbahaya dan layanan akan terganggu!"
Park Eunhyuk tidak mundur dari para eksekutif. "Keputusanku sudah dibuat. Jika ada yang salah, aku akan mengambil semua tanggung jawab. Aku akan melakukan yang terbaik untuk menghindari rusaknya perusahaan."
"Tidak, kenapa kamu bertindak sejauh ini? Situasi saat ini tidak begitu menggembirakan. Probabilitas Grid menyelamatkan Huroi hanya 9%! Selanjutnya, Grid ditangkap sebagai kaki tangan Huroi. Daripada menyelamatkan Huroi, Grid akan terjebak di penjara bawah tanah yang sama. Bukankah itu keputusan yang bijaksana untuk memaksanya untuk keluar, karena quest itu akan gagal?"
Pikiran Park Eunhyuk berbeda.
"Bukankah itu hal positif yang Grid ditangkap? Mereka sekarang dekat satu sama lain di ruang bawah tanah."
Para eksekutif terkejut.
"Grid adalah kelas legendaris, tapi levelnya rendah. Selanjutnya, item-item dan senjatanya telah disita. Bagaimana dia akan keluar dari penjara bawah tanah dan menyelamatkan Huroi hanya dengan tubuhnya?"
"Sudah diputuskan, jadi jangan katakan apa-apa lagi."
Park Eunhyuk mengabaikan mereka dan fokus pada monitor lagi. Monitor pertama memiliki 48 jam yang tertera di situ. Di monitor terlihat Huroi terjebak 192 jam dalam game, jadi Huroi mulai panik. Di monitor kedua, para prajurit baru saja membawa Grid ke kastil Winston.
'Jelas, situasinya putus asa. Huroi tidak bisa diselamatkan dengan kekuatan Grid. Tapi sepertinya sesuatu akan terjadi.'
Setelah quest 'Tunggu' telah dipicu, Park Eunhyuk mengawasi Grid sepanjang waktu. Grid rakus, nada suaranya kasar dan perilakunya tidak bijaksana. Dia adalah sosok yang jauh dari Apostle of Justice (Rasul Keadilan) di film-film.
Namun demikian, Park Eunhyuk semakin percaya diri saat dia menyaksikannya.
Grid selalu berusaha keras. Dia berdiri di depan tungku selama beberapa jam dan mengulang proses memalu. Grid mendesain dan membuat item yang berbeda menggunakan bahan yang sama. Dia menggerakkan tubuh dan pikirannya tanpa istirahat. Dia menggerutu sepanjang hari, tapi tindakannya benar-benar berbeda.
Kemudian ia menghasilkan karya luar biasa dalam pertandingan produksi item.
'Player yang menciptakan awal...'
Bahkan jika Grid memiliki Skill Legendary Blacksmith's Craftsmanship yang curang, ini masih terlalu berlebihan untuk menghasilkan item sedemikian cepatnya.
'Dia mungkin tidak memiliki bakat, tapi semangatnya luar biasa. Akan menyenangkan untuk percaya padanya.'
Pahlawan dalam film tidak pernah menyerah, tidak peduli kesulitan macam apa yang mereka derita. Dan pahlawan harus menang pada akhirnya. Mungkin Grid pantas menjadi pahlawan juga, pikir Park Eunhyuk.

Sinopsis Awal Cerita:
Shin Youngwoo memiliki kehidupan yang tidak menguntungkan dan sekarang
dirinya terjebak mengangkut batu bata di lokasi konstruksi.
Ia bahkan harus menjadi buruh di game VR, Satisfy!
Namun, keberuntungan akan segera memasuki kehidupan tanpa harapannya.
Karakternya, 'Grid', akan menemukan Gua Ujung Utara untuk Quest, dan di tempat tersebut,
ia menemukan 'Buku Langka Pagma' dan menjadi player kelas legendaris.

Ulasan Translator:
Basis dari novel ini adalah game VR ( Virtual Reality ) yang disebut Satisfy, dikembangkan oleh
ilmuwan terbaik di dunia Lim Cheolho dan para ilmuwan terbaik di dunia lainnya.

Karakter utamanya dari cerita ini bersifat pemalu, mudah frustasi, penakut, egois, peduli dengan uang dan mudah merasa iri dengan orang lain.

Karena sang Author membuat karakter dengan sifat demikian, ceritanya akan sedikit sulit untuk dibaca para reader pada awalnya.

Namun, ketika sang tokoh utama bertemu dengan berbagai macam orang dan para jenius,
ia secara internal menjadi dewasa dan kepribadiannya berubah.

Jika karakter utama digambarkan seperti kanker sejak dini, saat ini ia dapat disebut sebagai orang dewasa yang matang.
Namun, bagi para reader yang tidak membaca bagian-bagian awal dari chapter 90 ( atau volume ke-5 )
pastinya akan sulit untuk mempercayai tingkat pengembangan ceritanya. Pengaturan dasar dan alur ceritanya mirip dengan novel-novel VR lainnya,
namun yang patut dipuji dari novel ini adalah pengembangan kontennya.

Bagian-bagian awalnya tidak jauh berbeda dengan novel-novel lainnya, tapi di peringkat yang baru telah melampaui
rata-rata pasar dalam beberapa tahun terakhir karena perkembangan dari penulisnya.
Pada awal cerita, game berlangsung dengan sang karakter utama menggunakan kelas dari seorang pandai besi legendaris.
Karakter utama memperluas konten game dan tingkat pengguna gamenya meningkat secara dramatis.
Bakat tersembunyi, player baru di peringkat resmi, berbagai macam kelas yang dapat merusak keseimbangan game,
semua ini menunjukkan bahwa sang tokoh utama tesebut dapat melakukan hal-hal yang mustahil sendirian.

Tokoh utama tumbuh secara internal dan eksternal saat bersaing dengan player lainnya.
Bahkan, jika reader membandingkan metode pertempuran yang sederhana dan tanpa dasaran di awal cerita dengan kemampuannya di masa sekarang, adalah hal yang mungkin bagi para reader untuk merasakan besarnya jarak sehingga sang tokoh utama tidak terlihat seperti karakter yang sama.

Sedangkan untuk evaluasinya, ada begitu banyak kritikan cukup berat di awal cerita, namun popularitasnya meningkat pesat setelah itu.

Seperti yang dijelaskan di atas, perbaikan dalam penulisan dan pertumbuhan tokoh utama menyebabkan terjadinya perubahan yang cepat dalam komentar-komentar tersebut.
Namun, perilaku egois dan frustasi karakter utama tersebut seringkali menyebabkan banyak reader berhenti membaca bagian awalnya.

=======================================
Author: Park Saenal ( 박새날 )
Translator ( English ): rainbowturtle ( WuxiaWorld )
Translator ( Indonesia ): ch0c01d
Genre: Crafting, Virtual Reality
=======================================

Hai my lovely reader. 
Mohon bersabar ya, Bunda Sonianya sedang revisi abis-abisan. maksudnya diedit karena terlalu banyak typo. Maklum total episode sampai 125 jadi agak banyak banget editnya. 

kenapa harus diedit? 
supaya para reader makin enak dan nyaman bacanya. 

Sambil menunggu Bunda Sonia beraksi, silahkan yang belom baca ikuti keseruan si Bangla dalam "Terjerat Hasrat Mertua" 
awas jangan bapper dan horny  mendadak ya. 

ciyus Jang lupa bagi juga Power Stone-nya buat si Bangla

KHUSUS DEWASA (21+)
Terpaksa jadi Gigolo di usia muda karena ayah yang tak bisa dijadikan panutan

Los Tanques de la primera línea formaron una defensa rígida e impenetrable mientras los jugadores de rango detrás de ellos comenzaron a usar sus habilidades AdA en los monstruos que estaban agrupados al frente.
Zhang Yang usó un <Barrido Horizontal> e hizo más de 3200 de daño a todos los monstruos en un semicírculo enfrente de él. Después con un fuerte pisotón usó <Fragor del Trueno> haciendo otros 444 de daño.
¡Bam!
<Onda Expansiva> y otros 444 de daño.
En esa situación caótica las habilidades y ataques sólo podían usarse por instinto, no es anticipación a las acciones del enemigo. Como Tanque, él debía mantener su posición firme, sin moverse. Necesitaba asegurarse que ningún monstruo pase por él y amenace a los que estaban detrás. El número de monstruos era como un tsunami en el océano. Ninguno sabía exactamente cuántos monstruos estaban detrás de la primera línea. ¿Cuánto podía soportar un sólo Tanque? Sólo un batallón de Tanques podía resistir.
Aunque los monstruos alrededor de Solitario Humo del Desierto e Ira Carmesí eran bloqueados, no todos los jugadores eran tan fuertes como ellos. En otros lugares del campo de batalla, los monstruos ya habían penetrado la línea de defensa de jugadores, enfrentándose al ejército NPC.
El sonido de la guerra se escuchaba en todo el campo, los sonidos del metal golpeando metal. Este era un gran comienzo para la guerra a gran escala en "El Milagro de Dios".
Con el Hacha Diente de Dragón Amarillo/Oro nivel 50, todo su cuerpo cubierto de equipamiento Gris/Plata y una habilidad pasiva de 50% de defensa, incluso como Tanque, el daño que hacía Zhang Yang era devastador. Especialmente devastador, especialmente cuando usaba <Barrido Horizontal> podía fácilmente hacer 3200 o más de daño y 6400 o más si era un golpe crítico. Si tenía un golpe de suerte el daño iría hasta más de 9600. Era suficiente para darle un infarto a cualquiera que presencie su poder.
¿Es ese maldito realmente un Guardián?
Los Tanques, independientemente de su clase, tenían un AdA único para ellos. Un Guardián tenía <Fragor del Trueno> mientras un defensor tenía <Devoción>. Los Defensores también tenían <Escudo Filoso> que se disparaba sólo cuando uno era atacado. Zhang Yang era único entre los Tanques, ya que además de <Fragor del Trueno> también tenía <Barrido Horizontal> y <Onda Expansiva>
En una pelea como esta, con los Tanques en primera línea y tantos ataques, su ira se recargaría sin límite y podían sencillamente usar todas sus habilidades una vez que termine el tiempo de recuperación. Sólo con <Barrido Horizontal>, Zhang Yang ya estaba a nivel de los Hechiceros y Cazadores con respecto al daño. Agregando <Fragor de Trueno> y <Onda Expansiva> a la ecuación Zhang Yang excedía sus ataques y se convertía en el más fuerte de todo el campo. Obviamente estaba en primer lugar en la lista de contribución y sobrepasaba por lejos al segundo en la lista.
Los puntos de contribución se medían en ataques hechos y cantidad de curación. Para balancear la medida de la contribución, los Tanques tenían un sistema adicional que multiplicaría el daño hecho por cierta cantidad para compensar el bajo daño de los tanques.
Sin embargo, Zhang Yang no era para nada como los Tanques que hacían poco daño. Su poder de daño era como el de un helicóptero apache.
¡Boom, boom! ¡Bam, bam!
Él podía hacer llover un infierno cuando menos lo esperaban, ¿cómo tener pocos puntos de contribución?
Los dos Tanques junto a Zhang Yang estaban aburridos porque los monstruos que se les acercaban sólo atacaban a Zhang Yang. Sus roles bajaron un poco y lo único que tenían que hacer era asegurarse que la línea se mantenga impenetrable para los monstruos. Sólo tenían que asegurarse de que Zhang Yang no esté rodeado y matar a otros enemigos que puedan llegar a romper la línea, poniendo a los Hechiceros y Sanadores en peligro.
Las Apariciones Guardias tenían un ataque básico de alrededor de 1000, cuando atacaban a Zhang Yang él sólo recibía un poco más de 20 de daño después de deducir el valor de su defensa, 20% de reducción de daño, y el equipamiento tenía 450 de absorción de daño. Sólo 10 monstruos podían atacar a Zhang Yang al mismo tiempo, esos ataques eran como cosquillas para Zhang Yang.
Cuando el Aparición Asesina apareció, Zhang Yang se concentró para pelear en serio. A pesar de que el número de élites no era alto, cuando uno de ellos atacó a Zhang Yang, él recibió más de 800 de daño en un golpe. Han Ying Xue rápidamente usó <Regeneración> y siguió con lo que estaba haciendo.
Otros no eran tan fuertes como Zhang Yang con la súper Sanadora Han Ying Xue apoyándolos, cuando la batalla empezó no hace mucho, muchos Tanques de primera línea habían caído y permitieron a varios monstruos entrar a la multitud de jugadores. Esa era la oportunidad para dejar que otros, como Berserkers, Bandidos, Templarios y otros jugadores melee tengan su oportunidad de brillar. Todos corrieron hacia los monstruos y los mataron a todos. Incluso sin un Tanque para mantener el aggro de los monstruos, una hermosa mujer automáticamente atraería a un hombre, y los buenos monstruos atraen a los jugadores a atacar. Élite o no, esta Aparición Asesina tenía 100.000 HP, pero aun así fue aniquilada por 10 jugadores en unos diez segundos. Los monstruos no podían matar a ningún jugador.
El ejército de NPCs no estaban parados sin hacer nada mientras Zhang Yang y el resto de los Tanques peleaban con todas sus fuerzas. Los monstruos que estaban tacando en el frente no podían disparar la atención del ejército NPC detrás de la línea de defensa, pero una vez que un monstruo haya roto las líneas y amenazado a los jugadores de rango, el ejército NPC iniciaría los ataques a los monstruos ayudando a los jugadores.
Los monstruos seguían apareciendo sin parar, cuando mataban a un montón, aparecía otro para tomar su lugar. El ciclo se repetiría sin fin. Afortunadamente, la cantidad de puntos de experiencia que daban los monstruos era tanta que muchas luces doradas envolvían a los jugadores que subían de nivel. Los jugadores de niveles 20 o 30 que entraron a la batalla realmente se llevarían un regalo.
Los monstruos daban preciosa experiencia, y también dejaban equipamiento. A pesar de que el porcentaje, de 10%, era bastante bajo, la cantidad de monstruos compensaba eso, el suelo estaba lleno de equipamiento Negro/Acero y Verde/Cobre. Como el campo todavía estaba lleno de monstruos, nadie se atrevía a parar a tomar el botín. Sólo el equipamiento que estaba entre los jugadores detrás de la primera línea podía tomarse, los dejaban los monstruos que rompieron la línea de defensa.
50 minutos después…
—¡Ding! El jefe de la primera ola, Bangla, ha aparecido.
Con la notificación del sistema, una Aparición gigante voladora de 50 metros apareció en el campo. Los monstruos dejaron de aparecer.
 [Bangla] (Gris/Plata, demonio)
Nivel: 51
HP: 10.000.000
Defensa: 600
—¡Carajo! ¿10.000.000 de HP? Es sólo un jefe Gris/Plata, mira esa defensa, ¡600! ¿Cómo esperan que lo matemos? Sólo tengo equipamiento Gris/Plata nivel 40 con 1200-1400 de daño. Lo golpearía con 50% de mi poder original —dijo el Gordo Han al ver las propiedades del jefe.
—Esto es normal, mira cuantos jugadores tenemos ahora. Si el jefe no tenía tanto HP moriría en 2 o 3 segundos —dijo Zhang Yang riendo.
El Gordo Han asintió. El número de jugadores participando en esta guerra podía fácilmente ser más de 2.000.000. Sin embargo, no todos podían dañar al jefe desde donde estaban. A lo sumo solo 100 o 200 jugadores podían atacar al jefe al mismo tiempo. Seguía siendo una muerte rápida.
—¡Tanque novato! ¡Vayamos a matar al jefe! —gritó Wei Yan Er.
—Todavía hay muchos monstruos aquí, no podemos ir siquiera si quisiéramos. Mantente atenta a dónde va el jefe —dijo Zhang Yang y usó <Golpe Devastador> instantáneamente matando a muchos monstruos a su alrededor con un golpe crítico.
La velocidad de movimiento del jefe no era demasiada, le tomó para siempre moverse sólo 500 metros. Para cuando el jefe llegó los jugadores ya habían matado a la mayoría de las apariciones. Para entonces, los gritos de guerra de los jugadores llenaban el aire.
—¡Maten al jefe!
—¡Ujuuu!
Cuando Zhang Yang notó que muchos jugadores se abalanzaban al jefe, inmediatamente habló en el canal del clan.
—Todavía no vayan hacia el jefe. Cualquier jefe que aparezca en una guerra de esta magnitud ciertamente será muy fuerte. No gasten su vida. Tomen esta oportunidad para tomar todo el equipamiento que nos pertenece.
En ese instante, como si los jugadores estuvieran tratando de probar que Zhang Yang tenía razón la mayoría de los jugadores que habían corrido hacia el jefe alcanzaron su aggro. El jefe movió su brazo derecho y un agujero negro apareció entre los jugadores más camorreros.
¡-4000!
¡-4000!
¡-4000!
Los jugadores parados en el agujero recibieron daño continuo cada dos segundos, instantáneamente matando a la mayoría. Aquellos que todavía estaban corriendo de pronto pisaron los frenos y se dieron la vuelta, corriendo como si viesen a sus exesposas persiguiéndolos con un cuchillo.
El lento jefe de repente se movía con agilidad, como si los esteroides que tomó antes finalmente hicieran efecto. Uno a uno el jefe cazó a los jugadores y los mató invocando más agujeros negros. Eventualmente, sin mucho esfuerzo, el jefe mató a la mayoría de los jugadores que había corrido a él.
Aquellos jugadores que habían llegado un poco después estaban agradecidos por su tardanza. Si corrían con los primeros jugadores, se les hubieran unido en la muerte. Todos tomaron la oportunidad para correr al otro lado y tomar el botín del suelo. Si los ítems se dejaban en el suelo desaparecerían junto con el cadáver después de cierto tiempo.
En un instante los jugadores ya no daban un paso adelante. De hecho, ningún clan se atrevía a hacer el primer ataque. Cuando un jefe aparecía era demasiado fuerte para que un clan cualquiera lo ataque. Además, cada Maestro de clan ya había llegado a un acuerdo respecto a los jefes. Era el jefe quien tenía que decidir. Con mucho apuro, el jefe entró a la línea de defensa de Cielos Altos.
El Maestro de Cielos Altos, y también el Tanque principal, Chamán del Cielo, un Guardián Enano, rápidamente juntó a otros 20 Tanques bien equipados para unírsele frente a Bangla. Detrás de ellos había 10 o más sanadores apoyando a los Tanques. En segundos, Chamán del Cielo pudo atraer el aggro del jefe y los jugadores de rango de Cielos Altos empezaron a atacar. Los jugadores melee todos se quedaron atrás preparados para ser atacados por el devastador AdA del jefe.
El jefe tenía unos buenos 600 puntos de defensa, no sólo eso, también tenía una defensa mágica similar. Incluso con 5 capas de <Agotar Defensas> en él, la mayoría de los jugadores ya fueron reducidos a 40% porque su equipamiento era Verde/Cobre nivel 40 y el nivel de sus personajes apenas 45. Su daño era sólo de más o menos 500. Esos jugadores con un nivel de equipamiento estándar era la mayor parte del ejército. Después de todo, no todos podían conseguir equipamientos Gris/Plata nivel 30 o 40.
90% 80%...
El HP de Bangla era demasiado para ellos. Incluso con varios cientos de jugadores rodeando al jefe, la barra de HP bajaba muy lentamente. Chamán del Cielo claramente tenía el aggro del jefe firmemente pero aun así podía lanzar un hoyo negro a la multitud de vez en cuando.
Cuando el HP de Bangla se redujo al 30%, Chamán del Cielo ya había perdido cientos de jugadores. Sin embargo, si no había ningún incidente, el jefe eventualmente caería ante Cielos Altos.


El ave fénix es una criatura de leyendas, una maravilla del mundo, una representación de la vida y de la destrucción. Esta criatura legendaria simboliza el ascenso de un héroe en un mundo virtual ¡donde las batallas ocurren por el honor y la gloria! 
Zhang Yang era un jugador profesional en el primer y más fantástico juego que revolucionaba el mundo: El Milagro de Dios. Un juego en el que, el conocimiento tradicional de los RPGs ya no importaba, los jugadores tendrían que apuntar y evadir los ataques manualmente, dando lugar a una brecha significativa en la habilidad entre un jugador profesional y un aficionado. 
La caída de Zhang Yang llegó demasiado pronto. Le robaron a su novia, su clan fue acosado y disuelto, ¡e incluso fue arrastrado a suicidarse! Saltando del último piso de un hotel, Zhang Yang sintió en ese momento que volaba como un ave fénix. Poco sabía él que el fin de su vida también significaba ¡su resurrección desde las cenizas!

Hari yang baru memancarkan kehidupan yang baru. Semua rasa penasaran terkumpul dalam pikiran Rika, di waktu senggangnya ia menyempatkan diri untuk membaca beberapa buku di perpustakaan panti.

Ia mulai berfokus untuk mempelajari ilmu-ilmu psikologi serta mencari cara untuk menghipnotis seseorang. Ia tahu di panti ini tak ada yang bisa menguasai skill ini, ada paling yang bisa tapi dia sudah keluar dari sini. Rika memutuskan untuk melakukannya sendiri karena tidak mau melibatkan orang-orang panti lainnya yang belum bisa sepenuhnya dia percayai dalam menyelidiki kasus ini, termasuk Sarah sekalipun baginya masih terbesit rasa curiga terhadap bocornya informasi, ya walaupun begitu, ia masih bersahabat dengan Sarah.

Semua ini dilakukannya demi Rafi orang yang dia cintai. Hanya saja kalau bukan karena Rafi, pastinya hampir tidak pernah Rika pergi ke perpustakaan di waktu-waktu seperti ini, paling mentok juga pas mau ujian dulu. Rika mengambil beberapa buku di Rak no. 5 yang berisi buku-buku dengan tema yang ia cari dan segera mengambil tempat duduk di tempat membaca di tengah perpustakaan.

Entah 6-7 buku diambilnya, ia mulai membuka dengan perlahan lembaran demi lembaran. Ritme membaca Rika masih belum stabil, ia masih membaca berulang-ulang halaman karena ia belum paham akan maksud yang disampaikan buku yang dibacanya.  Dia tahu bahwa tak mungkin membaca sampai habis karena waktu tak sepanjang itu, dia berencana untuk meminjam buku-buku itu kepada Pak Khan si Pustakawan.

Rika tak terpengaruh terhadap banyaknya jumlah orang yang sedang berkunjung ke perpustakaan itu, suara buku-buku yang berjatuhan di ujung salah satu rak tak akan melunturkan tekadnya untuk membaca. Kecuali ada seseorang yang mencolek pundaknya dari belakang dan membuat Rika kaget. Ternyata itu adalah Sarah sahabatnya.

"Rik, gua cariin lu kemana-mana, ternyata lu disini", kata Sarah sambil berbisik.
"He..eh", jawabnya ketus tanpa mengindahkan teguran dari Sarah.

Sarah duduk dihadapannya. Sarah mengambil buku yang sedang Rika baca di depan matanya, karena penasaran dan juga supaya Rika mau berbicara dengannya akhirnya dia melakukan hal itu.

"Ih..., apaan si Rah, gua lagi baca juga.", Kata Rika dengan nada tinggi. Sarah menaruh telunjuknya di bibir Rika.
"Shhttt..., jangan berisik, ini perpustakaan loh.", kata Sarah dengan suara pelan.
"Abisan lu-nya sih, ngapain ganggu gua, orang lagi asik juga, lagian kan lu bisa main Ama yang lain dulu, gua lagi sibuk nih."
"Neeeee....., lu ngikutin saran gua ya?, gua kira cuma bercandaan doang, lu serius?, nggak gua sangka, sahabat gua ternyata sudah besar ya!", Sarah menutup mulut dengan tangannya, pipinya sedikit memerah, "Gua mau kayak lu gitu, tapi gua nggak berani ngelakuin gituan Ama cowok yang gua sukai, nggak nyangka loh lu bakal se-agresif ini sama Rafi."

"EEEHHH..., NGGAK, INI NGGAK KAYAK YANG LU BAYANGIN!", kata Rika. Tetap saja Sarah menyeringai Rika dengan mata nakal-nya.
"Iya..., iya..., gua paham kok, intinya lu mau bantuin Rafi kan buat nyelesain masalah dia?, mungkin lu butuh bantuan, lu bisa minta ke gua kok, gua siap kapanpun lu mau.", kata Sarah.
"Yaudah, makasih ya atas tawarannya, mungkin nanti kalo gua udah siap, ini gua lagi fokus pelajarin materinya, nanti baru gua praktekin", kata Rika.

Rika kembali terfokus untuk membaca, Sarah yang ingin menemaninya memutuskan untuk membaca buku juga, ia mengambil sebuah novel dari salah satu rak di dekat tempat duduk dan duduk kembali dihadapannya.

"Kriiingg...", dari speaker terdengar bunyi bel yang berdering, tanda bahwa istirahat makan siang sudah selesai. Waktu membaca telah usai, Rika segera menandai halaman yang terakhir ia baca. Rika membuka suaranya kembali.

"Btw, lu sama gua dapet mapel yang sama kan abis ini?, bareng yuk kesananya", Rika mulai bangkit dari tempat duduk lalu melanjutkan," Tapi gua mau konfirmasi ke Pak Khan dulu kalo gua mau minjem buku-buku ini."

Rika membawa buku-buku itu ke meja Pak Khan untuk diinput datanya. Sarah mengikuti Rika dari belakang.

"Tumben kamu minjem sebanyak ini, lagi ada sesuatu ya?", Pak Khan mencoba menggoda Rika.
"Nggak kok pak, lagi butuh aja.", Rika tersipu malu dihadapannya, ia tak mau bilang kalau ini demi Rafi, kalau mereka tahu alasan aslinya, apa jadinya nasib Rika nanti. Mungkin juga percakapannya dengan Sarah tadi sedikit terdengar olehnya.

"Batas waktunya 2 Minggu ya, kalo mau perpanjang kontraknya, konfirmasi lagi ke sini.", kata Pak Khan yang hanya dibalas Rika dengan sebuah anggukan sederhana.

Dengan sedikit miring dan hampir terhuyung karena beratnya buku yang dibawanya, ia berjalan dengan Sarah disisinya. Sarah juga meminjam buku yang tadi ia baca.
"Lu minjem buku apa Rah?"
"Mycroft Holmes, buku tentang detektif juga, dia  itu kakak dari seorang detektif fiktif yang novelnya terkenal juga, Sherlock Holmes. Gua pikir gua harus baca yang kayak ginian juga kalo mau bantu Lo nanti."

Saat menaiki tangga, Rika kembali terpikir tentang buku yang diberikan Rafi untuknya, buku itu pun belum selesai dibaca, sepertinya pr untuk Rika semakin banyak saja. Saking termenung karena buku itu, ia menjadi kurang fokus saat berjalan, Rika hampir saja tersandung kakinya sendiri. Untung saja Sarah bisa tanggap untuk mencegah Rika untuk jatuh, mengingat jatuh saat menaiki tangga dapat membuat kepala sahabat nya bocor nanti.

"Kayaknya lu keberatan ya Ka, sini biar gua bantu bawain", pinta Sarah. Dia mengambil 3 di tumpukan teratas buku yang sedang dibawa Rika. Mereka terus berjalan menuju asrama perempuan tepatnya ke kamar Rika untuk menaruh buku-buku itu. Rika teringat dan merasa ada yang aneh dengan percakapan awalnya tadi di perpustakaan bersama Sarah.
"Rah, Lu kok tadi di perpustakaan bisa-bisanya berpikir yang aneh-aneh gitu?"
"Aneh gimana?, sebenarnya tuh aslinya gua ya kayak gitu, cuma sama lu aja gua mau terbuka nih", balas Sarah sambil meletakkan buku Rika diatas meja. Dia pun melanjutkan,
 "Kalo lu mau tau rahasia terbesar gua, gua pengen kasih tau lu asalkan lu bisa jaga rahasia gua."
"Percaya Ama gua, gua nggak pernah mengkhianati kepercayaan kok, gua nggak pernah ngumbar-ngumbar rahasia orang", kata Rika.

Dengan berbisik di dekat telinga Rika, ia mulai menyampaikan rahasianya.
"Sebenarnya Ka, gua itu suka nonton film biru di kamar"
"Hah...?, maksudlu porno?"
"Shhttt..., jangan kenceng-kenceng, serius gua udah dari dulu gua gitu, gua juga suka masturbasi di kamar mandi kalo udah kebelet."
"Gua nggak nyangka loh Rah, muka polos kayak Lu bakal terjerat kayak begituan", balas Rika.
"Ya kalo lu mau lu bisa ke kamar gua, mungkin kita bisa 'main' bareng."

Sontak Rika dibuat merinding dengan apa yang dikatakan Sarah, entah harus ia jauhi atau tetap dekati teman yang seperti itu. Sisi positifnya, Rika sudah bisa sepenuhnya percaya pada Sarah karena ia sudah menyampaikan rahasia terdalamnya.

Mereka berdua mengikuti mapel yang sama setelahnya.

******

Tanpa diperkirakan oleh Rika, dengan memakai waktu luang, waktu istirahat, dan waktu sebelum tidur, dalam waktu seminggu, ia dapat menyelesaikan 6 dari 7 buku yang dipinjamnya dari perpustakaan itu. Mungkin hanya butuh waktu sehari lagi untuk membuatnya siap untuk mempraktekkan apa-apa yang telah ia pelajari. Dengan pola membaca yang intensif, dari yang awalnya membaca dengan lambat, kini ia sudah bisa dengan cepat memahami isi dari halaman yang ia baca. Mungkin karena ini dilakukan dengan tekad yang kuat, sehingga walaupun terlihat mustahil namun dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diduga.

Apakah yang terjadi di masa ini?, kami hanya terkurung didalam panti yang mengerikan. Kehebatan Kota Jakarta di tahun 2029 tak membuat anak-anak di dalam panti terpengaruh. Setiap anak yang telah genap 17 tahun satu persatu menghilang dari sini, apa yang terjadi dengan mereka?.Para pengasuh hanya berkata "mereka mencari pekerjaan untuk penghidupan yang lebih baik".

Sambil menunggu umurku 17 tahun, aku menyelidiki apa sebenarnya yang terjadi dibalik panti ini. Aku Rafi dan sahabatku Rika, mencoba mengungkap kebenaran dibalik semua ini. Percakapan Bu Korosu pemilik panti ini dengan sesosok "monster" berwujud pria adalah permulaan penyelidikan kami.

Baca kisah lengkapnya disini....

Chapter 52. Orc Khan, Part II
 
Translator: Khan
Editor: RED 
 
3. 
A Gamecock with ferocious eyes under a blazing comb never runs away with its enemies in front of it. The fact does not change even if it is faced with a strong enemy.
 
It was the same now. The blood-stained Gamecock, flesh torn all over, was still facing the enemy, its eyes burning. Furthermore, it never uttered the sound of death or a cry of pain because it was close to death.
 
As its feathers and flesh were torn apart, the Gamecock, soaked in its own blood, gave a cry of tearing up the sky. With the sound, it spewed out the last of its power.
 
The blazing comb of the Gamecock rose up. Anger Soaring, the formidable power of the Gamecock, was activated.
 
A huge explosion burst out around the body of the Gamecock with a clap of thunder. The explosion of power seemed to send everything near the Gamecock to the far end of the horizon.
 
But in front of the explosion, it didn't fly away. Far from flying, it broke through the overwhelming explosion with a single leap and climbed onto the body of the Gamecock in one fell swoop.
 
Then it began to tear away the flesh of the Gamecock, its sturdy feathers, its tough hide, and its hard flesh, with its big hands.
 
As if to dig out the soil, it dug out the flesh of the Gamecock, and then, as soon as the heart was revealed, the giant Orc with purple eyes put its fist into the heart and pulled out the heart of the Gamecock.
 
Blood spurted out, the explosion died down, and the Gamecock that had been burning its fighting spirit collapsed.
 
It was a disaster. The end of the scene, which was inevitably called for, was a shout of triumph from the monster who had just destroyed the Gamecock. 
 
The Orc Khan had arrived in Europe.
 
-------------------
 
4.
 
Jang Sung-hoon, Maria, and Kim Tae-hoon sat around a crude table where they could see the chimneys of the Sistine Chapel. There were mugs in front of them with coffee, blooming in the morning. Its aroma was quite good. Even the Italians, who were some of the most finicky coffee drinkers in the world, could admire it.
 
But the coffee in front of Maria had not been touched. Instead of sipping her coffee, she looked nervously at the chimney of Sistine Cathedral and then at Kim Tae-hoon, who was enjoying his coffee. Finally, she looked at Jang.
 
Jang Sung-hoon, who had just wet his lips with a sip, put his mug down and asked, "Do you have anything you want to say?"
 
"Why are you so calm?" Maria spoke, but could not hide her anxiety. She had accumulated a lot of experience and ability on the battlefield so that she did not lack the experience. In other words, the reality she faced now meant that she was serious enough to disturb her.
 
"Now that ridiculous monster is coming to Europe, can we stay like this?" The Orc Khan, the Emperor of all the Orcs was leading the Orc army to Europe.
 
"They're approaching the Caspian Sea, and detouring around it."
 
If it bypassed the Caspian Sea, then what was next? It would be the Black Sea!
 
"And then, if they cross Ukraine or Turkey, there's no way to stop them."
 
As soon as they passed the Black Sea, Europe must wage a bloody war with the Orc army: a war without a winner.
 
"We'll have to deal with it before then."
 
Maria thought there was only one way to stop it after she knew the existence of Orc Khan. Before the Orc Khan and the Orcs crossed the Black Sea, the only solution was to detonate nuclear weapons in Ukraine or Turkey in the Black Sea and crush them. In fact, Maria and Russia tried to do so.
 
However, Kim Tae-hoon did not give an OK sign for the operation. That was the problem.
 
"It's not time to do this. At once, nuclear weapons..."
 
If they really wanted to stop the Orc army and the Orc Khan in Ukraine or Turkey, they had to step up now. Even now, they could not do such a thing like regular soldiers. That was because as Orc Khan headed for Europe, the monsters in Turkey and Ukraine were going crazy as well.
 
In this situation, Kim Tae-hoon was the only one who could install nuclear weapons. It was natural that Maria's heart would burn.
 
"Hey, if we use nuclear weapons every time we have a problem, will the humans in this world remain? Nuclear weapons are a self-destructing weapon. We'll only use them right before the end of mankind."
 
"That's the only way we can stop it now!"
 
"Who said that? Did the boss say that?"
 
"It's..." At Jang's objection, Maria looked at Kim. Instead of answering her eyes, Kim only savored coffee. Finally, Maria looked at Jang again.
 
"So there's another way to kill the monster?"
 
"I don't want to tell you about it here because it's a secret! You and I know each other, and if you could arrange a meeting with a woman for me, I'd really like it…"
 
"It's rising." Kim Tae-hoon's voice crossed the line between Maria and Jang Sung-hoon.
 
The two, who were facing one another, turned their heads and looked at the chimney of the Sistine Chapel. They could see white smoke streaming up through the chimney.
 
----------------------
 
5.
"That's all we can give." Along with the words, the Cardinals began to put the papers in their hands slowly and in order on the table. It was a subscription, a Mac Guild subscription.
 
"After a long discussion, we have come to the conclusion that there is nothing else we can give you. And again, after a long discussion, we unanimously agreed to give this to you."
 
The Cardinals accepted the fact that they no longer had any materials to pay Kim. And now they realized that all they could give was mental things. The result was this just now.
 
"Please accept it."
 
It was what Kim Tae-hoon and Jang Sung-hoon wanted. Apparently, in exchange for the Great Giant, Kim Tae-hoon took possession of everything the Vatican had. He also wrote a contract. But how effective would the contract be?
 
It was not very reliable a contract in the first place, and there was nothing as useless as a contract at this time.
 
Furthermore, their opponent was not just a group, it was the Vatican. It was a group that had shown faith and commitment to one being for more than twenty centuries. Putting them under with only material difficulties had never been done by anyone in human history, and attempts to subdue them in that way had always created greater chaos.
 
Kim Tae-hoon was no different. He would not make the Vatican give in from the bottom of their heart just with force and violence. All he had to do was make the Vatican defeat itself.
 
It was the only way to make the Vatican a comrade, not an enemy, and to admit that mankind was facing a disaster that had never been encountered before, and that the Vatican must follow Kim Tae-hoon to survive the disaster.
 
"I checked my subscription." So, the Mac Guild accepted the Cardinal's choice. "By this time, the Cardinals have become members of the Mac Guild, and I now ask for active cooperation and service for the Mac Guild."
 
After Jang Sung-hoon received the subscription from the Cardinals, he began to organize it. "In addition, the Mac Guild will do our best to protect its members."
 
Jang Sung-hoon, who had arranged the subscription forms, finished the words and looked at Kim Tae-hoon.
 
Everyone looked at Kim Tae-hoon.
 
Kim Tae-hoon spoke in front of their eyes. "We'll finish it in the Black Sea, prepare the battleship."
 
Kim Tae-hoon moved to protect the Mac Guild.
 
-------------------------
 
6.
The Black Sea…
Until December 30, 2016, it was the tensest sea in the world. While countless countries claimed the Black Sea as theirs, the occupation of the Crimean Peninsula by Russia, which began in 2014, made the Black Sea a chessboard of world powers, not just Eastern Europe.
 
It was funny that the monsters ended the tension. For a while, the screams of humans filled the Black Sea that had become the monsters' hunting ground, but it was literally only for a while.
 
In Turkey, where humans had disappeared and the Black Sea was to the north, peace, and abundance, which could not be compared with the past, had begun to take its place.
 
It was the Orc Horde that broke the peace, the abundance, and the stillness.
 
They were overwhelming from the beginning. As the hundred thousand Orcs marched on the ground without rest, the ground shook like an earthquake and screamed. The sound alone scared the powerful monsters and made them run away.
 
On the other hand, those who could not escape had to face the most terrible death in the world. The hungry Orc Horde ate anything that was alive. There was no hunting in the process. There was no battle. There was just a process of eating it if there was something alive. No matter how huge the monsters were, only bones were left when the Orc Horde ran.
 
But it was the presence of a Giant Orc moving at the rear of the horde that produced more overwhelming results than the 100,000 Orc Horde produced.
 
It was about four meters tall. It was obviously rather big. Of course, it was not so big compared to the monsters that were called huge.
 
But the muscles that filled its body were definitely different. The muscles seemed to be twisted with steel, and they were so intense that just moving its body lightly made the viewers gasp. The figure with the green skin reminded them of the Hulk from Marvel Comics. The difference from the Hulk was that four sharp fangs were protruding up and down from the muzzle of this monster, and that its eyes were shining purple.

That was the only difference. The destructive power that it could show was not lacking compared to what the character Hulk showed in the comics.
 
Kr!
 
There was no difference between the ferocity of the Hulk and the ferocity of this monster. It was impossible to face even at long distance, not just right before it.
 
"It's not a joke." The soldiers, who were watching the Orc Khan from a distance with a telescope, felt the fact.
 
"We could not imagine that it was this bad."
 
They were Russian soldiers, all fluttering. They were not just soldiers, but those who qualified to fight monsters, with patterns on the back of their right hands.
 
"We've got more than the B-rank in our Energy, but we can't get any closer."
 
Furthermore, they were not merely Awakeners, but also elites. Everyone had a combined strength and stamina of more than 500, and a higher Energy rank than B. They were those who had the qualifications and abilities to not be disturbed in front of powerful monsters.
 
"We wouldn't have been able to get this close without this Cross."
 
But the presence of the Orc Khan affected them, too, before the could even see the Orc Khan without a telescope. It had them pissing themselves at that distance, and that wasn't a metaphor.
 
"It's a good thing I wore diapers as ordered." Those here were actually pissing, even wearing adult diapers to prepare for it. Even that was a relief.
 
"It doesn't have a monster to attack, so we are just pissing. Let's thank it for that."
 
Those who were monitoring the Orc Khan and the Orc army ahead of them died while watching the Orc Khan fight with the Gamecock. The reason for their death was simple. As soon as the Orc Khan bellowed towards the Gamecock standing in its way, most of those who were watching the Orc Khan died of a heart attack. Diapers were merely lessons left for the survivors.
 
"This appears a monster that doesn't make sense. I don't understand why such a monster has been silent in Mongolia all this time"
 
In addition, there was one more lesson left by those who had died before; this monster did not condone any enemy.
 
"It's crazy to be able to live by killing a monster like this."
 
Fortunately, there was one person in the world who would be free from the lessons. The man was on the side of the soldiers who were here now.
 
"... he is here."
 
At that moment a soldier raised his head and looked up at the sky. The rest of the soldiers followed. A plane flew rapidly over the sky toward the Orc Horde. The most noticeable thing they could see from its low flight was the Russian flag decorating the plane. But it was not the flag that came into the eyes of the soldiers, but a new Mac on the tail of the plane. The soldiers who confirmed the new Mac immediately crossed themselves or gathered their hands. There were different ways, but the prayers were the same.
 
"May the grace of God be with the Master." With that sign, everyone immediately bit the capsule in their mouth.
 
The bitter liquid that burst out of the capsules began to double the amount of the Energy in their guts after it descended their throats, and their eyes changed.
 
Bang! At the same time, shells fell off the low-flying airplane and began attacking the Orc Horde on the ground.
 
The Orc Khan bellowed out its warcry. The fear of death began to spread rapidly around the Orc Khan, and even reached the soldiers who were still very far away.
 
"Ugh!" "Ahhhh!" The soldiers began to scream with a look like Munch's scream.
 
Of course, the fear reached the plane passing over the head of the Orc horde. But the plane was not shaken at all by the fear. However, the plane turned its nose toward the Black Sea to the north and continued spitting out shells.
 
The fact changed Orc Khan's purple eyes. It stopped bellowing, and instead grabbed one of the Orcs nearby and threw it at the flying plane, an unconventional attack.
 
Whizz! What was more unusual was that the body of the thrown Orc passed by the plane more than two hundred meters above. The Orc Khan did not stop there.
 
Thump, thump, thump! It started running after the plane, and when it leaped up, his body was high enough to look closely at the plane. The impossible chase between the Orc Khan and the plane began.
 
"Oh, my God."
 
The soldiers' eyes, looking at the ridiculous sight, the wingless monster chasing the airplane flying by, were shaking nonstop. Everything was so shocking. Despite the situation, the soldiers did not forget two things: the fact that they were still alive, and the fact that they had a mission to complete as long as they were alive.
 
"Now, let's move."
 
It was the Land Rover Range Rover, called the Rolls Royce of the desert, that was waiting for the soldiers who turned their heads to complete their mission.
 
"We risk our lives now, and deliver the weapons to the Master."
 
The hunting began.

The world has changed and so have the people.

December 31st, 2016 – the day before New Year's. Kim Taehoon was just casually shopping for groceries at the large store. Monsters suddenly appeared out of thin air. With the highly trained skills that he had gained from his previous occupation, he starts to hunt the monsters down and manages to win, saving countless people who were also at the mall.

But there are more and they don't stop coming.
Will he be able to survive until the end? 
Will he be able to beat the countless monsters that only seem to get stronger?
And will it just be monsters that he has to worry about? 

The journey of Kim Taehoon, The First Hunter, begins.
----
Editor's views  - from Ekdud

The First Hunter is a short Korean, action-fantasy novel situated in a post-apocalyptic world. Monsters start appearing out of nowhere and people are unlocking strange powers. Those who unlock such powers are called ‘Hunters’, ones with the strength to kill the monsters. To fight and survive, that is their goal. Society crumbles and the world burns.

A very fun novel that dives into the plot almost instantly. The novel is interesting in a way that it depicts a lot of human nature and what people would do in a situation such as this is quite an accurate manner. The character development is also very good as you get to learn about the characters, their backgrounds, and their stories. All in all, this is another novel I’d recommend to a lot of readers who are interested in reading fantasy and gaming novels.

---
**A licensed novel from Munpia**

the jungle book.... (1894) is a collection of 
stories by the  English author Rudyard Kipling
most of the character are animal such as
shere khan the tiger and balloon the bear 
through a principal character is the boy or 
man club Mowgli who is raised in the jungle India one place mentioned repeatedly is Seine-et-Marne (seonee) in the central state of
Madhya Pradesh


A major theme in the book is abandonment 
followed by  fostering as in the life of Mowgli
echoing Kipling's own childhood the theme is 
echoed in the triumph of protagonists including Rikki - tikki - tavi and the white seal 
over there enimis a as well as Mowgli,s another important theme is law and freedom ,
the stories are not about animal behaviour still less about the darwinian struggle for survival but about human  archetypes  in. animal  from  the teach respect for authority , 
obedience ,and knowing one,s place in society with the low of the jungle but the stories also 
illustrate the freedom to move between different world sach as when Mowgli moves between the jungle and the village .critics have also noted the essential wildness and lawless energies in the stories reflecting the irresponsible side of human nature.


the jungle book has remained popular ,partly
through its many adaptations for film and 
other media. critics such as Swati Singh have 
noted that even critics wary of Kipling for his 
supposed imperialism have admired the power of his storytelling the  book has been 
influential in the scout movement whose founder robert baden _powell was a friend of 
Kipling Percy Grainger composed his jungle book cycle around quotations from 
the book.

And that person was..

Lee Ji-eun, or as what the majority of people know her by, IU!

They looked at each other for a bit, and Jieun seemed embarressed for some reason, her temperament was very timid if he had to give it an evalutation. She couldn't look at him in the eyes and she bowed a bit too deeply. She had said before on a variety show that she had an introverted personality, he now knows that it wasn't a lie.

He just wondered why she approached him. Maybe she was also keen on meeting her co-stars? It seemed a bit sudden no?

"Oh sorry, sorry! Wrong person!" A second hadn't even passed and she quickly hurried off to somewhere after she had bowed, obviously trying to get further away from him.

...

'Are you kidding me?'

'Ya~, that's just....'

He was expecting at least an introduction, but this, this is just giving false hope to him. 

To be honest, he froze for a second. Seeing IU for the first time from so upclose was a very surreal feeling. Every fan would have that type of feeling, but he supressed it. It also wasn't that strong anyway, he wasn't that type of guy.

Fans could really be scary, especially those uncles in the military, they go absolutely nuts when they see a female celebrity, especially when a girl group showes up....

He hoped she'd at least start a basic conversation with him though, but contrary to his expectations, she actually just dashed off.

Ah well, he will have plenty of opportunities to hold conversations with her in the future.

While he was still looking at where in the world Jieun had run off to, JYP and Suji had already gone over to the rest of the staff, preparing to shoot some scenes.

JYP was looking at him from a distance; asking, "Minjae-ya(~), come here for a second." 

The whole staff turned their attention towards him, in just an instant, he had become the center of attention.

He walked towards them, trying to act like the gazes didn't affect him at all. He felt a bit uncomfortable, even though he attracted a lot of stares from a lot of people in this new life of his, he still couldn't get fully used to it.

He could act like he did though, it was just normal.

Celebrities also feel nervous, even when they don't show it.

Aside from the more intense looks from the females that he got while talking, the rest of the discussion about filming related matters and introductions went pretty smoothly.

Since some of them were essentially newbie actors and actresses, they had to receive a lot of advice and information, so it took quite a while until they started filming.

Jieun had also introduced herself, to everyone of course.

After about half an hour of talking and practicing, the first scene of the movie was being filmed, finally. He was getting sick of those drills that the staff gave them.

He wasn't present in the first scene, so he had to wait.

It was quite a cool scene, Taecyeon would do some parkour, and would eventually end up using a fire extinguisher in the middle of the main hall of the school to blast away his foes.

His scene would be somewhere else, which was the countryside. They would first film the things they needed to film at Kirin High School, where they were at right now. And after that they would go to the 'countryside' which was merely a broken down house and field somewhere about half an hour away from the main set.

The set was very colorful. There were a lot of different outfits and equipment was also there. The green screen was the icing on the cake though. It made the set even look a bit magical, at least, that was the impression he got.

He would get used to it overtime, he would come here a lot from now on. He will probably visit a lot of other filming sets as well, this wasn't going to be his only project.

Since Dream High was Soohyun's start, the same will go for him.

Honestly, almost his whole acting career would be stolen by him. He had already planned it all out.

His acting career, if everything goes well, will go like this,

- Dream High (2011), received high domestic ratings, averaging around 20%
- Moon Embracing the Sun (2012), received the 'national drama' status due to ratings over 40%
- The Thieves (2012), second highest-grossing movie in Korean film history
- The Heirs (2013), it enjoyed immense popularity both locally, with a peak rating of 28.6%, and internationally, having over one billion hits on a famous Chinese streaming site.
- Secretly, Greatly (2013), very popular movie in Korea, Soohyun even won the Daesang(~) for this movie.
- My Love From the Star (2013-2014), one of the most, if not the most famous K-drama, ever.

The Heirs was going to be a role very hard to get, he would have to contend with Lee Min-ho, who had already become a famous actor. But he also couldn't pass up on The Heirs, since it was about as famous as My Love From the Star.

If he lands his role in TMETS(~), then he will also be famous, but Lee Min-ho would still outclass him.

Minho had starred in the legendary Boys over Flowers, including a lot of other popular movies and dramas. Resulting in him becoming a Hallyu star. 

He also didn't know what he should do after 2014, since that would be the time GOT7 debuts. He didn't know if he would be able to act in any other movie/drama due to clashing schedules.

He would love to act in other movies, but he didn't know if it was possible.

He would have to ask JYP.

JYP had already told him that he had plans for his debut as a singer in an idol group, and the only boy group that will emerge in the nearby future is GOT7, and....

Oh shit, is he going to be in JJ project?

That... He would rather not...

It was way too cringey....

He could use the excuse of being busy with his acting if it was really needed....

He also wouldn't want to steal Jaebum's and Jinyoung's career, they were his future bandmates and friends.

If he goes in GOT7, in the beginning, he will probably outshine them, which could cause a lot of trouble. He would have already become a Hallyu star, one of the most famous actors. While they are just mere rookie idols.

It could cause a lot of backlash from his fans, and the fans of GOT7. They would probably say, "what is an actor doing as a singer", that he should just stick to acting.

They would be suprised that his talents are not limited to acting only, but to singing, rapping, playing instruments and dancing as well.

He would likely have to pass up on variety shows and the like, to let the other members establish their popularity.

But that, was all in the future. 

He should focus on Dream High first.

Kim Min-jae always dreamed of becoming a K-pop idol. He tried everything: taking acting and dance classes, becoming better at singing and rapping etc.

He had been a trainee, but got eliminated in one of the yearly evalutions.

Why?

He wasn't good at anything a k-pop idol should be good at. The only reason why he became a trainee is because he never gave up on his training.

One night, he looked up to the stars.

"Give me a chance to fulfill all my dreams"

bangla film shakib khan 2014

bangla gamers

Terjerat Hasrat Mertua

Everything about business related topics

Overgeared [ Indonesia ]

Terperangkap Dosa

MMORPG: Renacimiento del guardián legendario

Sisi Gelap Jakarta

The First Hunter

junglebook

Becoming A K-pop Idol

People search bangla film shakib khan 2014 also like: