Unduh Aplikasi
3.92% Yuga dan Ralin / Chapter 4: Chapter 3 : Just Call Me Stupid!

Bab 4: Chapter 3 : Just Call Me Stupid!

“Rastiti Lintang Hredaya.”

Ralin menghembuskan napas kasar, memejamkan matanya sekilas, lalu bangkit dari kursinya dengan enggan dan berjalan dengan langkah terseret ke depan kelas. Bu Tata, si pengajar Matematika yang terkenal killer dan berlidah layaknya pedang, menatapnya tajam dan menusuk layaknya elang tengah mengincar mangsa. Ralin mengerang pilu dalam hati, menguatkan diri sebisanya untuk menerima deretan panjang omelan lain kali ini. Seperti biasa, saat hasil ulangan Matematika dibagikan.

Suasana kelas yang tadinya ramai mendadak hening dan senyap. Semua mata mengawasi dua sosok di depan kelas, menantikan hiburan rutin yang tak kalah dengan sinetron azab di TV. Riga, Pipin, dan Jenny menatap Ralin dengan prihatin, berbanding terbalik dengan sisa teman sekelasnya yang terlihat bergairah. Beberapa bahkan telah mengeluarkan ponsel mereka untuk merekam adegan antagonis yang menginjak-injak si protagonis nanti.

“Nilaimu kebakaran, Rastiti!”

Suara tajam Bu Tata melecut keheningan. Ralin menunduk dalam-dalam, merasa sangat malu, ingin momen penyiksaan ini cepat berakhir.

“Maaf, Bu.”

“Untuk apa minta maaf pada saya?” tanya Bu Tata ketus, seperti sabetan pedang yang menebas udara. “Ini karena kamu tidak berusaha sebaik mungkin! Apa kamu tidak belajar sebelum ulangan?”

“Belajar kok, Bu.”

“Lalu kenapa…” Bu Tata membetulkan letak kacamata di pangkal hidungnya, terlihat sekuat tenaga menahan emosinya menghadapi murid bebal seperti Ralin. “Nilaimu paling rendah dari semua temanmu!”

Tawa tertahan terdengar dari belakang kelas, diselingi suara gedubrakan meja dan kursi. Dodo sialan, kutuk Ralin, mengerling sengit ke arah Dodo yang tengah merekam dirinya dengan antusias. Sepertinya ia baru saja ditendang dari bawah meja oleh Ranu yang kesal melihat kelakuannya yang norak.

“Apa kamu tidak ikut bimbel?”

Ralin menggeleng.

“Coba ikut saja. Perbaiki nilaimu. Kalau tidak, rapormu nanti bakal hancur. Atau belajar kelompok dengan teman-temanmu.” Kini sekilas ekspresi sedih terlihat di wajah Bu Tata.

“Ya, Bu.”

“Besok ulangan remedial sepulang sekolah. Silakan duduk. Ini diambil.”

Bu Tata menyerahkan hasil ulangannya. Ralin menerimanya dengan sengatan perih dan cepat-cepat melipatnya sebelum yang lain melihat nilainya. Ia berjalan ke mejanya sementara Bu Tata menyebut nama-nama yang ikut remedial besok.

“Rastiti, Jennifer, Rangga, Edwardo. Semuanya ikut remedial besok.” Dodo dan Jenny terpekik, disambut tawa yang lainnya. “Ayo, lanjutkan pelajaran!”

***

Bukan hal yang baru bagi Ralin untuk mengikuti remedial. Matematika, Fisika, Kimia, just name it. Semuanya masuk daftar wajib remedial baginya tiap kali ulangan. Malam itu ia belajar ekstra keras, dari buku dan dari bimbel online yang sebenarnya telah dia ikuti sejak lama. Tapi kemampuan otaknya untuk menghadapi angka-angka memang payah. Ia mengerang kesal dan menghempaskan punggungnya di kasur, menatap langit-langit kamar yang ditempeli stiker bintang-bintang.

Harusnya dari awal dia tak masuk jurusan IPA, ia memejamkan mata dan berpikir dengan getir. IPS mungkin bisa lebih ditoleransi, walaupun masih tetap harus berhadapan dengan Matematika di jurusan itu. Setidaknya tak ada Fisika atau Kimia yang bisa membuat mood-nya berubah keriting lalu kribo dalam sekejap. Ralin memukulkan satu kepalan tangan ke kasur dengan jengkel. Mana mungkin, batinnya merana. Sudah telanjur juga, dan ia tak bisa berbuat apapun lagi untuk menyelamatkan sisa hidupnya di sekolah, selain belajar. Belajar keras, sampai tumbang.

Ia lalu menoleh saat mendengar ketukan di pintu kamarnya, malas beranjak dari posisinya.

“Siapa?”

“Aku.” Suara Yuga yang berat terdengar, membuatnya ingin melempar bantal ke pintu yang masih tertutup. “Bik Suli bilang makan malam sudah siap.”

“Makan aja sendiri sana!” teriak Ralin jengkel.

Ia menutupi wajah dengan bantal, tak menyadari bahwa Yuga telah membuka pintu dan masuk. Lelaki itu menyeringai melihat kamar Ralin yang acak-acakan, dan buku bertebaran di atas kasur sementara meja belajarnya sendiri rapi. Ia mengulurkan tangan untuk mengambil buku Matematika di sebelah tubuh Ralin, mengangkat alisnya. Lalu selembar kertas dengan angka bertinta merah menarik perhatiannya, membuatnya ternganga dan spontan tersedak tawanya sendiri.

“Sepuluh? Ulangan Matematikamu dapat nilai sepuluh?” Ia berseru tak percaya dan menatap Ralin yang tengah menyingkirkan bantal dari wajahnya dengan kaget. “Luar biasa, Ralin!” Ia terguncang dalam tawanya, lalu melemparkan kertas hasil ulangan itu ke arah Ralin yang terlihat geram.

“Pergi! Aku nggak butuh ejekanmu!” Ralin melempar bantal ke arahnya, yang ditepis dengan lihai.

“Ya Tuhan… Ralin… Sepuluh dari seratus??” Yuga lalu tertawa lagi, lebih keras, sampai terbungkuk-bungkuk dengan wajah memerah dan memegangi perutnya, tertawa tanpa belas kasihan. Ia tak menyadari bahwa Ralin hampir menangis gara-gara tingkahnya. “Satu kelas pasti mengejekmu kan? Di kelasku dapat nilai 50 aja udah jadi aib! Mending mati daripada dapat nilai sejeblok itu!”

“Keluar, Yuga!” Ralin melemparinya dengan benda-benda di atas kasur. “Nggak usah nyombong! Keluar!”

“Aduh!” Yuga mengurut lengannya yang terkena buku Matematika tebal itu. Tawanya lenyap saat melihat Ralin telah menangis. “Eh, maaf. Aku nggak bermaksud… Habis lucu sih!”

“Keluar!” Ralin melempari kepalanya dengan kotak pensil, telak mengenai dahinya hingga Yuga tersentak ke belakang.

“Hei! Aku kan sudah minta maaf!” Yuga berubah jengkel, menepis kembali pulpen dan stabilo yang melayang ke arahnya. “Galak banget!”

“Aku bilang pergi!”

“Ralinnn… Aku bisa membantu… Hei!” Ia menepis bantal yang hampir menabrak kepalanya, membelalak pada Ralin yang terlihat kacau.

“Pergi! Pergi!”

Ralin lalu melompat dari ranjang, mendorongnya keluar. Yuga bertahan di tempatnya dan mencekal kedua pergelangan tangan Ralin, mencegahnya mengamuk. Selama beberapa saat mereka adu kekuatan, Ralin mendorong Yuga kuat-kuat dan Yuga membelalak, bergeming di posisinya. Yuga bukan tandingan yang sepadan, yang menjulang di hadapannya bagai patung batu kokoh. Namun Ralin tak peduli. Ia mengerahkan segenap tenaga untuk melepaskan diri dari cengkeraman lelaki itu, sembari menunduk dalam-dalam, tak ingin bertatapan dengannya.

“Ralin, tenanglah!”

“Nggak!”

“Maaf, aku kelewatan.” Pergelangan tangan Ralin mulai sakit dalam cekalan kedua tangan Yuga yang kuat. “Kalau kamu mau, aku bisa membantu…”

“Nggak usah! Nggak usah sok baik!”

“Hei, niatku tulus! Jangan berpikir negatif terus tentangku, bisa?”

“Yah, gimana nggak negatif?” Ralin akhirnya mengangkat wajahnya yang basah, mendongak menatap Yuga. “Kamu cuma bisa mengejek dan mencemoohku selama ini. Nggak deh. Terima kasih.” Ralin terisak, menarik tangannya namun gagal. “Jangan ikut campur urusanku!”

Yuga menghela napas, menelusuri wajah Ralin yang basah dan kacau di hadapannya dengan prihatin.

“Jangan nangis lagi.”

“Silakan ejek aku sepuasmu. Terserah!” Ralin menyentak keras kedua tangannya hingga terlepas dari pegangan Yuga. “Keluar, Yuga!”

Yuga tak membalas ucapannya dan berdiri mematung sambil menatapnya tajam. Ekspresinya mengeras, membuat Ralin mengerjap. Dia tersinggung, pikir Ralin. Peduli amat!

Yuga berbalik tanpa mengucap sepatah katapun dan menghilang di koridor. Ralin membanting pintu kamarnya hingga menutup. Yuga brengsek! Ia mengusap pipinya yang basah. Cukup dengan ejekan di sekolah hari ini, cowok sombong itu nggak usah menambahinya lagi. Ralin lalu kembali ke ranjangnya, menjatuhkan diri dan menangis tersedu.

***


next chapter
Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C4
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk