Unduh Aplikasi
4.9% Yuga dan Ralin / Chapter 5: Chapter 4 : Remedial

Bab 5: Chapter 4 : Remedial

Cewek kalau sedang ngambek memang mengerikan, pikir Yuga. Seharian ini Ralin hanya diam dengan mata sembab. Tiap kali Yuga hendak meminta maaf kembali atas ulahnya kemarin, Ralin selalu mendelik galak dan melengos pergi dengan angkuh. Di sekolahpun gadis itu sama murungnya. Yuga mau tak mau jadi merasa tak enak hati. Lain dengan Fani yang menanggapi ceritanya dengan senyum sinis penuh kemenangan.

“Siapa suruh jadi orang segoblok itu?” tukas Fani berapi-api, membuat Yuga berjanji pada dirinya sendiri untuk tak menceritakan apapun lagi tentang Ralin. Tak enak mendengarnya, biarpun dari bibir pacar sendiri. Bagaimanapun juga, Ralin adalah adiknya, yang harusnya ia lindungi, bukannya dijelek-jelekkan kesana kemari.

Bel pulang sekolah berdering nyaring, diikuti kegaduhan yang biasa menyertainya. Yuga memasukkan semua buku dan peralatan tulisnya ke dalam tas. Beberapa temannya juga ikut remedial hari ini bersama Bu Tata. Ia menoleh ke arah pintu kelas yang terbuka lebar, melihat sosok Ralin yang muram tengah lewat bersama Jenny, melawan arus para siswa untuk menuju ruang guru. Ia membatalkan niat untuk pulang, dan mengeluarkan ponsel serta earphone, lalu duduk bersandar lagi di kursinya sambil menyetel musik.

Setelah lewat 30 menit ia bangkit, menyandang ranselnya dan keluar kelas. Suasana sepi, koridor lengang. Ia berjalan ke arah ruang guru. Sepi. Ia melangkah ke sepanjang koridor dan menemukan para peserta remedial tengah duduk di dalam salah satu ruang kelas kosong. Sebentar lagi selesai, pikirnya, saat melihat sosok Ralin berjalan ke arah meja guru dan menyerahkan kertas ulangannya. Bu Tata menahannya lama, mengomentari jawaban yang dituliskannya. Saat gadis itu berbalik, wajahnya terlihat rileks, dan tanpa disadarinya ia juga menghembuskan napas lega.

“Ga, ngapain lo disini?” tanya Dodo saat para siswa yang ikut remedial bubar. Yuga bangkit dari duduknya di teras depan kelas.

“Ada urusan sebentar, Do. Gimana? Lancar?”

“Begitulah!” Dodo mengacak rambutnya dengan gusar. “Duluan ya!”

Ralin keluar kelas paling akhir, sementara Jenny telah melesat lebih dulu. Ia tersentak melihat sosok Yuga yang berdiri di depan pintu, lalu melengos pergi.

“Hei, masih marah?” tanya Yuga.

“Nggak usah nanya lagi!”

Yuga mengikutinya berjalan sepanjang koridor dengan santai.

“Gimana tadi? Bisa kamu jawab semua soalnya?” tanya Yuga penasaran.

“Ngapain nanya-nanya? Mau ngejek lagi?” Ralin menjawab dengan gusar, tak berbalik sama sekali.

“Penasaran aja. Galak amat sih!”

Ralin menghentikan langkah dan berbalik. Ia bersedekap dan mendongak memandang Yuga.

“Maumu apa? Nggak usah sok perhatian deh kalau ujung-ujungnya cuma untuk menggosipkan aku dengan pacarmu!” Ralin menghembuskan napas jengkel. “Terima kasih sudah menjelek-jelekkanku ke semua orang. You’re the best!”

“Menjelek-jelekkan? Masalah apa?” tanya Yuga heran, tak paham maksud Ralin.

“Nggak usah pura-pura, Ga.” Ralin hendak melenggang pergi, tapi Yuga mencekal lengannya.

“Soal apa, Ralin?”

“Remedial gue!” Wajah Ralin memerah. “Kamu cerita ke Fani, dan pacarmu itu cerita ke semua orang!”

“Dia cerita apa? Nilaimu yang jeblok? Bahwa kamu memang sering remedial dan kemampuanmu pas-pasan? Begitu?” Yuga mendelik padanya, tak terima Fani dituduh seenaknya oleh Ralin. “Kalau yang diceritakan itu fakta dan banyak orang yang sudah tahu duluan, kenapa kamu harus marah?” Yuga mendengus sinis dan melepas cekalan tangannya. “Kamu nggak suka sama Fani ya?”

“Males deh ngomong sama bucin.”

Ralin mendorong dadanya, membuat Yuga terhuyung ke belakang, dan pergi begitu saja.

“Kamu sendiri nggak bisa jawab pertanyaanku kan?” Yuga berseru pada punggungnya. “Kalau kamu nggak mau digosipin, pinterlah dikit! Belajar yang rajin! Bukannya bertingkah kecentilan setiap saat!” Ia menahan napas saat melihat Ralin menghentikan langkah. “Kamu nggak sebanding dengan Fani.”

Ia mengira Ralin akan berbalik dan kembali mendebatnya. Tapi gadis itu meneruskan langkah seolah tak terjadi apa-apa. Yuga mengumpat kesal dan dengan enggan mengikuti langkah Ralin yang telah jauh.

***

Suasana makan malam hening. Ralin dengan muram menyantap makanannya, setengah dari porsi biasanya. Yuga yang duduk di seberangnya sesekali meliriknya. Kedua orang tua mereka menikmati hidangan di hadapan mereka sambil mengobrolkan banyak hal, tak menyadari perang dingin yang tengah terjadi pada dua remaja di sebelah mereka.

Seusai mereka menyantap makanan penutup yang berupa puding mangga, obrolan berlanjut ke seputar sekolah. Harris menanyakan beberapa hal pada Yuga mengenai olimpiade Fisika yang akan diikutinya. Ralin sebisa mungkin menahan diri untuk tidak melompat dari kursinya lalu kabur ke kamarnya. Topik ini tidak menyenangkan untuk dibahas.

“Ralin, bagaimana kabarmu di sekolah?”

Ralin memilih meminum airnya sebelum menjawab. Papanya menatapnya dengan senyuman, yang tak lama lagi akan berubah menjadi seringai kejam mematikan.

“Biasa aja, Pa.”

“Wali kelasmu tadi menelepon Papa.” Harris mendesah. “Kamu remedial lagi, Nak?”

Ralin mengangguk pelan, mengabaikan tatapan Yuga dari seberang meja, memilih untuk memotong-motong sisa pudding di piring di hadapannya.

“Apa kamu sudah cukup belajar?”

“Ralin sudah setiap hari belajar, Pa.”

“Lalu kenapa nilaimu nggak pernah bagus? Terutama Matematika? Bukannya kamu sudah mendaftar bimbel online? Perlu Papa panggilkan guru privat juga?”

“Ralin nggak suka Matematika, Fisika, Kimia…. Makanya nilai Ralin nggak pernah bagus.”

Ralin memejamkan mata saat untaian panjang nasehat meluncur dari bibir Harris, tentang ilmu IPA yang berguna di segala bidang kehidupan, bahwa seandainya Ralin bisa mencintai ilmu alam ia akan bisa menguasainya. Harris lalu membandingkannya dengan Yuga, yang terlihat kaget, yang sekarang tengah mengikuti persiapan olimpiade.

“Nanti saya yang bantu Ralin belajar, Pa.” Tiba-tiba Yuga berkata, menghentikan monolog Haris. Ralin membuka mata dan memandang Yuga yang balas menatapnya tanpa ekspresi.

“Nggak usah.” Ralin menyahut cepat, malas melihat Yuga yang mencoba mencari muka di hadapan Harris.

“Ralin,” Donna membelai bahunya, “Yuga pasti bisa membantu kamu. Coba aja dulu. Kalau memang nggak nyaman, nanti kita cari guru privat aja. Setuju?”

“Nah, boleh juga.” Harris yang menyahut. “Terima kasih, Yuga. Dan, mungkin kamu harus bersabar menghadapi Ralin nantinya. Kalau memang tidak berhasil, jangan sungkan bilang pada Papa ya.”

“Ya, Pa.”

Suasana hati Ralin jadi tambah buruk. Tanpa berpamitan ia pergi dari meja makan begitu yang lainnya bangkit. Ia menaiki tangga dengan cepat dan telah sampai di depan pintu kamarnya saat suara Yuga membuatnya menoleh.

“Kamu harusnya berterima kasih padaku karena telah menyelamatkanmu tadi.”

“Oh, jadi kamu sekarang sok jadi pahlawan?”

“Kenapa responmu selalu negatif, Lin?”

Ralin menggeleng dan memutar kenop pintu kamar hingga daun pintu terbuka.

“Aku merasa sama sekali nggak berharga. Bahkan Papa… Aku memang nggak pernah cukup untuk membuatnya bangga.” Ralin menoleh, menatap Yuga yang telah berdiri di sebelahnya. “Setidaknya sekarang Papa nggak malu lagi, karena sudah ada kamu yang bisa dibanggakannya ke semua orang.”

Yuga merentangkan satu lengannya, mencegahnya masuk ke kamarnya.

“Tapi aku tulus lho ingin membantumu. Bukannya ingin mencari muka di depan orangtua kita.” Ia menatap Ralin bersungguh-sungguh. “Kapanpun kamu butuh, tinggal ketuk pintu kamarku. Nggak usah gengsi.”

Ia lalu masuk ke kamarnya sendiri, menutup pintu di depan Ralin yang masih tercengang.


next chapter
Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C5
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk