Unduh Aplikasi
72.66% KEMBALI PADAMU / Chapter 109: Dia mencintaiku

Bab 109: Dia mencintaiku

Makan siang sudah tertata di meja, Ibu Panti duduk di sebelah Anto dan berhadapan dengan Natan dan Ara, lalu anak- anak dan pengurus Panti yang lain juga duduk dengan rapi, setelah Berdo'a semuanya makan dengan tenang, makanan kali ini bahan- bahannya berkualitas bagus bahkan lauknya ada daging dan Ayam,

"Bu, makanan panti sekarang sudah lebih baik." Anto terlihat tersenyum.

"Sekarang Nak Natan memperhatikan kualitas makanan buat anak panti, hampir satu minggu satu kali mereka mendapatkan daging dan hari biasa juga sering pakai telur tempe sama tahu hanya buat selingan saja."

"Uhuk...uhuk...uhuk." Anto batuk, Ibu Panti terlihat khawatir, laku menepuk pundak Anto, sedang Anto tampak kesal dan penasaran siapa sebenarnya Natan.

Sementara Natan hanya diam tidak merespon apa- apa,

"Nak Natan, ikan goreng tepungnya tidak di coba?"

"Baik Bu, saya coba." tapi dengan cepat Ara menggelengkan kepalanya,

"Kenapa, sayang?" Natan mengerutkan keningnya,

"Kamu tidak bisa makan ini." Natan menurut dan memakan makanan yang ada di piring yang lain.

"Natan tidak makan itu Bu, Alergi." jawab Ara memberi penjelasan,

"Lain kali hati- hati dan bertanya dulu kalau melihat makanan yang sudah di olah seperti itu! aku bisa mati jika kamu kesakitan seperti sebelumnya," Natan mengangguk dan mengecup kening Ara, suara Ara sangat pelan tapi terdengar oleh Anto dan Ibu Panti, kalau Ibu Panti merasa senang dengan interaksi mereka berdua tetapi bagi Anto tidak, hatinya seperti terbakar dan menyudahi makan siangnya.

"Aku sudah selesai, permisi." Anto bangkit dan meninggalkan ruang makan,

Acara makan selesai, Ara sibuk membantu membereskan meja makan, sementara Natan duduk di Taman belakang Panti sambil mengecek hasil kerja orang kepercayaannya.

Sedang tenggelam dalam pekerjaannya, Anto datang dari arah belakang, mendengar suara langkah semakin dekat, Natan menoleh kebelakang dan ketika tahu Anto yang datang, Natan tersenyum, lalu bangun dan mengulurkan tangannya,

"Natan..."

" Anto..."Natan membiarkan Anto duduk di depannya, lalu Natan menyudahi pekerjaannya dan menutup laptopnya.

"Sejak kapan kamu mengenal Ara?" pandangan Anto tajam memandang Natan, Natan hanya melihat sekilas dan tersenyum.

"Sejak SMA, Ara teman sekelasku." jawab Natan jujur, Natan ingin tahu sejauh mana laki- laki ini mengusiknya.

"Aku bersam Ara dari dia umur 2 tahun, hanya saja semenjak Ara SMA aku kuliah di luar, kami punya banyak mimpi dan kesamaan tujuan, makanya kami begitu dekat, tidak ada jarak di antara kami dan kami saling terbuka. Aku sekarang pulang dan akan mewujudkan mimpinya." mendengar penjelasan Anto, Natan begitu terbakar hatinya tetapi mencoba tenang dan mengontrol emosinya.

"Lalu?" Natan ingin terus mengorek isi hatinya.

"Aku mencintainya jadi, tinggalkan dia!"

"Tapi kami saling mencintai, bahkan sulit di pisahkan."

"Aku akan memisahkan kalian." matanya tajam menatap Natan, Natan yang tadinya tenang berubah menjadi datar dan dingin pandangannya seperti pandangan ingin membunuh, Anto yang melihat ekspresi Raut muka Natan yang berubah menjadi sedikit goyah, namun kekerasan hatinya membuatnya tidak bisa berhenti.

"Kamu tidak akan bisa menyentuh Ara, dia Araku." kedua mata mereka saling menatap dan memancarkan permusuhan.

"Nat, aku mencarimu ternyata di sini, owh... ada kak Anto juga di sini. Nat, kak Anto ini udah aku anggap seperti kakaku sendiri seperti kak Ata hanya saja kami lebih dekat, dia kakak terbaik, aku senang kalian berteman." mendengar penjelasan Ara tentang Anto, bahwa dia itu kakak terbaik membuat Natan ingin tertawa terbahak - bahak.

Natan menarik tangan Ara kesampingnya dan Ara juga bergelayut manja memeluk pinggang Natan.

"Kak, Aku sudah mendapatkan semuanya kecuali bersama kakak," tubuh Anto bergetar,

"Jadi kalian telah menikah?" suara Anto setengah bergumam, Ara menganggukan kepalanya,

"Iya kak, dia memberiku segalanya, bahkan yang tidak aku minta, Panti ini akan segera di perbaiki sesuai keinginanku,"

"Kalau kamu menikah dengan yang lain, kakak tidak bisa memenuhi janji kakak untuk bersamamu." Ara tersenyum,

"Keadaan bisa berubah kak, itu hanya sebuah keinginan Ara kecil, yang ingin kenyamanan untuk membuang kesedihan, karena harapan itu aku bisa bertahan hidup karena mempunyai tujuan, lupakan saja! aku melihat kakak baik- baik saja di depanku sekarang, aku sudah sangat bahagia." Anto hanya diam tidak berbicara apapun lagi. Ara menatap Natan dengan manja.

"Sayang, ayo pulang sekarang!" Natan mengecup kening Ara,

"Baiklah, tunggu sebentar! aku mau menghubungi Ryo dulu."

"Okey... jangan lama- lama yah!" Natan mengangguk sambil tersenyum, Ara berbalik dan sebelumnya mencuri ciuman di pipi Natan,

"Heyyy kamu nakal sayang." Ara berbalik, tertawa dan berlalu.

Setelah Ara pergi, Natan kembali menatap Anto,

"Kamu melihatnya bukan? dia mencintai aku dan bahagia bersamaku." Anto mengepalkan tinjunya dan ketika Natan lengah, sedang merapikan beberapa dokumen miliknya, tinju Anto tepat mengenai pipi Natan,

"Arrgh... kamu gila Anto, apa salahku?" darah keluar dari sudut bibirnya dan lumayan banyak. Natan melotot dan memegang pipinya yang lumayan sakit, dengan cepat Natan membalikan keadaan, beberapa kali Anto kena pukulan balasan Natan, hingga Anto tersungkur,

"Aku sudah bersabar dari tadi, harusnya aku yang marah karena kamu terang -terangan mengusik istriku." Natan pergi meninggalkan Anto yang masih terduduk di tanah, baru beberapa langkah berjalan Ara berlari kencang sambil menangis dan memeluk Natan,

"Sayang bibirmu berdarah, kata Nana, kak Anto mukul kamu." Ara terisak melihat bibir Natan masih mengeluarkan darah dan cepat menekannya dengan sapu tangan Ara.

"Tidak apa- apa, suamimu ini tidak lemah. Lihat dia! dia bahkan tidak bisa bangun karena balasanku." semua orang melihat ke arah tangan Natan dan terkejut muka Anto lebam semua,

"Tapi, aku tidak mau kamu terluka sedikitpun." Natan tidak menjawab lagi, melainkan menggandeng Ara menjauh dari Taman.

" Kak Anto kenapa sampai memukulmu?" Ara bertanya, sambil mengompres bibir Natan.

"Dia sangat mencintaimu, dan dia ingin memilikimu." Jawab Natan,

"Aku tidak pernah mencintainya, hanya Menyayanginya." Natan cemberut mendengar penjelasan Ara. Ara menarik napas panjang dan sekilas mengecup bibir Natan,

"Itu berbeda denganmu, sangat berbeda, bahkan kerinduanku padanya tidak mendorongku untuk memeluknya," Natan menatap Ara dan tersenyum. Dulu waktu pacaran saja, Ara berpelukan sama Ata dia ngamuk, kalau hari ini sampai berpelukan dengan Anto apa jadinya? Ara bergidik.

"Ma'af aku terlalu posesif, aku tidak ingin kamu tersentuh siapapun, aku juga tadi sudah bersikap baik karena aku tau itu masalalumu tapi, dia menyerang aku terlebih dahulu."

"Aku tidak pernah keberatan kamu bersikap seperti itu, karena aku tahu aku milikmu dan kamu mencintaiku. Untuk kak Anto, aku tidak menyalahkanmu,"

"Ayo kita pulang!" Natan mengangguk, Natan dan Ara bergandengan tangan dan menemui Ibu Panti untuk berpamitan pulang,

"Ara dan Natan pamit Bu," Ibu panti yang sedang duduk di mejanya berdiri mendekati Ara.

"Hati- hati sayang, terimakasih sudah berkunjung Nak Natan, ma'af Nak Anto bikin ulah hari ini."

"Ini rumah Ara, berarti rumahku juga kita akan sering- sering berkunjung kesini, dan untuk Anto tidak masalah Bu, dia juga sudah Natan bikin babak belur karena dengan beraninya menyuruh Natan untuk meninggalkan Ara." Nada suara Natan masih dalam keadaan marah,

"Ibu mengerti Nak." Natan dan Ara melambaikan tangannya dan masuk ke dalam Mobil. Ara terlihat panik melihat pipi Natan,

"Lebam Nat." Beberapa kali Ara mencium pipi Natan lalu mengoleskan salep untuk mengurangi lebamnya. Natan hanya tersenyum di perlakukan Ara seperti itu, padahal hanya lebam sedikit.

"Kamu yakin kita jadi pulang Nat? Mama nanti khawatir." Natan tertawa dan mengecup kening Ara,

"Ini tidak apa- apa cuma luka kecil, aku laki- laki dan wajar saja kalau mainnya pukul- pukulan." Ara menarik napas panjang lalu diam. Karena lelah Ara tertidur di Mobil.

Ara di gendong Natan dan di rebahkan di tempat tidur, Natan menyelimutinya dan segera turun menemui mama dan kakeknya,

"Itu pipimu kenapa Nat?" Raya menatap Natan,

"Biasa mam ada yang gangguin istriku." Raya tidak bertanya apa- apa lagi karena tau sifat Natan bagaimana, lalu mengalihkan pembicaraan,

"Kalian lama di sini?"

"Mungkin beberapa hari mam, kenapa mam?"

"Tinggal di sini saja!" Natan tersenyum,

"Mam, bukannya Natan tidak mau, tapi untuk pengantin baru seperti kami lebih bebas di Apartemen." Natan tersenyum lagi sambil mengedipkan matanya pada Raya, otomatis Raya mengerti dan tertawa, sebab dirinya juga seperti itu saat Herlambang menawarkan untuk tinggal di rumahnya ketika mereka baru menikah.

"Iya Mama ngerti," Natan menoleh kearah Herlambang, dan menggeser duduknya mendekat,

"Apa kabar kakek, Natan rindu." Herlambang terkekeh mendengar suara manja Natan.

"Tentu saja kakek baik, kakek juga merindukanmu," Herlambang menepuk pundak Natan, melihat Natan tumbuh besar, pintar dan membanggakan juga telah menikah membuat Herlambang sangat bahagia.


next chapter
Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C109
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk