Unduh Aplikasi
55% Happy Marriage / Chapter 11: KEKESALAN FAISAL

Bab 11: KEKESALAN FAISAL

Faisal langsung menarik tangan Alma pergi dari sana, Alma juga langsung menarik tangan Rania untuk pergi dari kerumunan itu ke tempat yang lebih sepi. Tidak ada lagi yang bisa menuduh Rania sebagai pencuri, dan dia juga tidak harus menanggung malu di depan orang-orang.

Akan tetapi, itu bukan berarti membuat Rania justru merasa bersyukur, karena dia benar-benar merasa tidak enak dengan uang yang Faisal keluarkan hari ini hanya untuk membeli sebuah tas yang sebenarnya tidak Rania inginkan.

Mereka berhenti di salah satu lorong di lantai tiga, itu adalah tempat yang biasa di lalui orang-orang, tepat di depan sebuah startbucks yang tengah ramai pengunjung. Faisal berhenti dan melepaskan cengkraman tangannya pada tangan Alma.

"Ada apa, Mas?" tanya Alma polos.

"Huft ... aku hanya bingung, bagaimana bisa gadis itu masuk ke sebuah toko tas mahal sampai di tuduh mencuri?!" Faisal berbalik badan dan menatap Rania. "Kamu tahu apa yang sudah kamu lakukan? Kamu membuat saya malu di depan banyak orang, Rania! Bisa-bisanya kamu masuk ke sebuah toko sendirian, benar-benar memalukan!" hardiknya pula pada Rania yang hanya bisa tertunduk.

Alma sempat menahan Faisal untuk tidak memarahi Rania, tapi kali ini dia lah yang harus mendengarkan Faisal. Sejak awal niat Alma mengajak Rania bersama mereka ke mall ini saja sudah membuat Faisal tidak senang.

Perasaannya mendadak tak karuan, dan sekarang terbukti dengan kejadian hilangnya Rania yang mendadak dan membuat keributan di sebuah toko. Sampai-sampai Faisal harus mengeluarkan uang cukup banyak dari rekeningnya hanya untuk membeli sebuah tas yang ... ah, Rania bahkan tidak menginginkan tas itu.

"Mas, aku mohon tahan emosimu. Jangan seperti ini," tahan Alma.

"Tidak, Alma. Kali ini dia yang harus mendengarkanku. Dia sudah membuatku malu, dan kamu jangan terus-terusan membelanya, dia bisa besar kepala nanti!" dengus Faisal pula.

Alma tak bisa berkata apa-apa lagi sekarang, jika Faisal sudah semarah ini, itu artinya dia memang benar-benar tidak suka di bantah. Rania hanya bisa tertunduk mendengar omelan Faisal yang bukan untuk pertama kalinya memarahi Rania seperti ini.

Di kantor juga dia sudah biasa di marahi oleh Faisal, hanya saja dengan kasus dan masalah yang berbeda. Mengingat hal itu membuat Faisal semakin kesal, entah kenapa Rania selalu saja membuatnya marah dengan tingkahnya yang beragam.

"Saya minta maaf, Pak. Saya hanya berusaha untuk mencari Pak Faisal dan Nyonya Alma saja, saya tidak berniat untuk—"

"Ah, sudahlah! Berhenti membela diri, itu hanya akan membuatmu terlihat semakin bersalah. Saya tidak mau lagi kejadian seperti ini terulang kembali, mengerti?" potong Faisal pada perkataan Rania yang belum selesai.

Alma mengelus pundak Rania, gadis itu hanya mengangguki perkataan Faisal tanpa menjawab apapun. Dan untuk mencairkan suasana, Alma pun memutuskan untuk memesan makanan dari starbucks yang ada di hadapan mereka.

Kebetulan ada bebangkuan yang tersedia di sana, jadi Faisal dan Rania bisa menunggu sebentar selama Alma memesan makanan. Tidak ada perbincangan diantara mereka, hanya saling diam tanpa kata dengan tangan Faisal yang sibuk memainkan ponselnya.

"Tuliskan nomor handphone-mu disini," titah Faisal sambil menyodorkan ponselnya pada Rania.

"Untuk apa, Pak?"

"Saya tidak mau mengambil resiko, jika kejadian seperti tadi terulang kembali, saya bisa langsung menelepon kamu."

Dengan segera, Rania pun menuliskan nomor handphonenya di ponsel mahal Faisal. Dia menelan ludah dengan susah payah saat melihat ekspresi wajah Faisal yang kelihatan begitu tidak senang, bahkan saat makanan datang pun dia masih tetap menekuk wajahnya.

Gagal, acara kencan dengan Alma yang sudah Faisal rencanakan jauh-jauh hari sebelum ini mendadak gagal hanya karena kejadian ini. Moodnya sudah tidak sebagus sebelum dia datang kemari, membuatnya sudah enggan melanjutkan perjalanannya untuk berkeliling mall.

Mereka pun pulang setelah makan selesai. Rania hanya bisa memperhatikan tas mahal yang ada di tangannya, berwarna putih polos dengan bahan yang begitu bagus. Dia bahkan tidak tahu apakah dia bisa memakai ini atau tidak. Rasanya orang kampung sepertinya tidak akan pantas memakai tas semahal ini.

Faisal langsung masuk ke kamarnya tanpa menunggu Alma, membuat Rania semakin merasa bersalah karena membuat Alma ikut di abaikan oleh Faisal.

"Maafkan aku, Nyonya. Gara-gara aku, pak Faisal jadi marah. Seharusnya aku memang tidak perlu ikut bersama kalian, aku benar-benar menyesal. Maafkan aku," cicit Rania saat dia berdiri di ujung tangga sebelum naik ke atas bersama Alma.

"Tidak perlu minta maaf, lagi pula mas Faisal juga tidak semarah itu padamu. Kita bisa pergi lain kali, aku yakin kamu juga pasti belum puas datang ke sana 'kan?"

"Tidak, Nyonya, aku—"

"Rania, bisakah kamu berhenti memanggilku dengan sebutan 'nyonya'? Aku bukan bosmu, kita adalah adik kakak sekarang. Aku merasa tidak panggilan 'mbak' lebih pantas untukku," sela Alma pula.

Rania hanya tidak mau menghilangkan rasa hormatnya pada Alma dengan panggilan yang begitu akrab. Biar bagaimanapun juga, Alma adalah nyonya di rumah ini, dan dia juga yang memiliki tahta tertinggi disini setelah Faisal. Bahkan ibu mertuanya saja tidak berhak atas apapun di rumah ini.

"Mulai hari ini, panggil aku dengan sebutan 'mbak', anggap saja aku seperti kakakmu sendiri. Dan jangan panggil mas Faisal dengan sebutan 'pak', dia suamimu sekarang, panggil dia dengan sebutan yang sama, 'mas Faisal'. Mengerti?"

Ragu, Rania pun langsung mengangguk perlahan. Alma mengelus kepala Rania dengan senyuman layaknya seorang kakak, dia pun meninggalkan Rania di bawah sana untuk menyusul Faisal ke kamarnya. Sungguh wanita yang begitu baik hati, pantas saja Faisal tidak bisa berpaling darinya.

Dia tahu seberapa baiknya Alma, bahkan dia masih bersikap baik setelah Rania melakukan kesalahan sampai memakai uang suaminya sebesar 24 juta. Itu bukan uang yang sedikit baginya, tapi Alma sama sekali tidak marah.

Rania menceritakan kejadian itu pada sang nenek, meski neneknya hanya bisa diam tanpa menjawab Rania karena masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Dia hanya duduk di samping tempat tidur sang nenek sambil mengelus-elus perlahan punggung tangan neneknya.

Hingga tak lama kemudian, mata neneknya mulai terbuka, membuat Rania langsung menegakkan kepalanya dengan mata berbinar.

"Nek? Nenek sudah sadar? Rania panggilkan dokter, ya?" ucap Rania dengan semangat.

Dokter langsung datang dan memeriksa keadaan sang nenek. Dokter menyatakan jika neneknya sudah mulai membaik dan mendapat respon yang baik setelah sekian lama hanya tertidur lelap. Hal itu membuat Rania tersenyum lebar.

"Alhamdulillah, akhirnya nenek membaik. Nenek harus lebih banyak makan, agar lebih cepat sembuh dan bisa keluar dari rumah sakit," kata Rania sambil memegang tangan neneknya.

"Apa kamu sudah menikah?" tanya sang nenek yang mendadak membuat Rania terdiam. Cincin di jari manisnya telah menjelaskan semuanya.


next chapter
Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C11
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk