Tidak terasa kandungan Amelia sudah menginjak usia tujuh bulan. Perutnya sudah semakin membuncit dan ia sekarang sudah mulai merasa tidak enak tidur dan sulit bergerak. Apa lagi sebelumnya Amelia memang bertubuh gemuk.
"Kau sudah meminum susumu, Mel?" tanya Tasya. Tasya memang sangat memperhatikan kebutuhan gizi Amelia dan calon bayinya.
"Aku ini sudah makin membulat seperti bola,Sya."
Tasya tertawa geli ,"Tunggu saja tiga tahun lagi, aku akan membuatmu menjadi seorang gadis yang berbeda, tidak akan ada lagi yang akan mengenalimu sebagai Amelia. Jadi, kau sekarang bersabar saja dulu. Tidak apa-apa sekarang kau gemuk, lagi pula kan, ada bayi di dalam sini," kata Tasya sambil mengelus perut Amelia dengan penuh kasih sayang.
"Hai,baby girl. Dengarkan baik-baik, jika kau sudah lahir nanti, kau tidak boleh manja dan harus selalu menjadi anak yang pintar dan bisa membahagiakan Mamimu," kata Tasya lagi. Amelia tertawa geli, terlebih saat ia merasakan pergerakan dari dalam perutnya.
"Wah,sepertinya dia mendengar ucapan Aunty Tasya," tukas Amelia.
Mereka berdua pun tertawa geli.
"Kira-kira bagaimana kabar David,ya?" gumam Amelia tiba-tiba. Tasya menatap sahabatnya itu, "Kau masih mencintainya ,Mel?"
"Salah satu alasanku membesarkan bayi dalam kandunganku ini adalah karena cinta. Aku sangat mencintai David hingga aku rela memberikan nyawaku sekalipun padanya. Hanya saja, ia tidak pernah mencintaiku. Yang ada di dalam hati dan pikirannya hanya Karla."
Tasya menghela napas panjang ,"Sabarlah,Mel. Aku akan membantumu untuk menggapai impianmu dan menjadikan dirimu seorang bintang yang terlihat oleh siapapun, karena tempatnya berada yang sangat tinggi," tukas Tasya.
Amelia menatap Tasya dengan dahi berkerut. "Memangnya apa yang akan kau lakukan?"
"Sekarang kau tidak perlu banyak bertanya. Lakukan saja apa yang aku katakan."
"Baiklah, kau bosnya. Aku bisa apa?" kata Amelia pura-pura merajuk sehingga Tasya pun tertawa geli.
***
Sementara itu di Jakarta, David tampak kacau. Sejak semalam bahkan ia tidak tidur menunggu proses recording rekaman Bianca dan Gwen. Dia merasa belum puas dengan suara mereka untuk lagu baru yang bulan depan akan diluncurkan.
Suara Gwen biasa saja, hanya wajah gadis itu sangat menarik dan begitu menjual menurut David. Sedangkan Bianca memiliki karakter vocal yang baik , hanya saja penampilannya kusam seperti pembantu. Namun, Patricia bersikeras jika David ingin Gwen maju maka Bianca pun harus diberi kesempatan yang sama.
Hasilnya terbukti imbang, penjualan single perdana mereka cukup baik di pasaran. Namun, entah mengapa David ingin mereka membawakan lagu yang tadinya harus dibawakan oleh Karla dibantu Amelia tentunya. Tapi, keduanya ternyata tidak ada yang bisa menyanyikan lagu itu dengan baik seperti apa yang David mau.
"STOOOP! BUBAR SEMUA!" seru David geram.
Ia pun segera keluar dari studio rekaman dengan wajah masam. Karla yang sejak semalam menemaninya langsung menyusul David keluar ruangan.
"Dav, sudahlah. Sejak semalam mereka juga sudah lelah," kata Karla.
David memicingkan matanya dan menatap kekasihnya itu dengan tajam.
"Semua itu karena kau terlalu jahat pada adikmu sendiri. Kalau saja kau bersikap sedikit baik kepadanya, mungkin saat ini dia yang sedang di dalam studio itu dan menyanyikan lagu yang aku mau dengan baik. Tapi, kau sudah mengacaukan segalanya!"
"Heh! Kenapa jadinya kau bahas masalah itu?"
"Aku tidak mau tau, kau harus berlatih vocal lebih bagus lagi, harus seperti Amelia!"
David tak peduli lagi , ia pun segera beranjak pergi dan berlalu dari hadapan Karla.
"Sudah sampai mana latihan vocalmu?"
Karla menoleh, Patricia ternyata sedang berdiri di belakangnya. Entah sejak kapan gadis itu berdiri di sana. Mungkin dia juga mendengar apa yang David katakan kepada Karla tadi.
"Apa urusanmu?!" hardik Karla kesal.
"Oh, jelas saja ada. Ingat Kalo aku juga adalah pemilik di sini. Jadi, aku ini bosmu , sekalipun Dave statusnya adalah kekasihmu."
Karla terdiam, perlahan ia berjalan dan duduk di atas kursi yang ada di dekat mereka dengan lemas.
"Meskipun kualitas vocalku sudah jauh lebih baik, David tetap saja kurang puas. Dia selalu meminta lipsing jika ada EO yang memintaku bernyanyi di acara mereka."
"Ya jelas saja. Suaramu belum semerdu dan sejernih suara Amelia. Dia itu memiliki suara emas. Melengking tinggi, tapi lembut dan empuk. Itulah yang membuat Amelia bisa membawakan lagu apa saja. Hah, entah apa yang dipikirkan David dulu."
Patricia pun mengenddikan bahunya lalu ia masuk kembali ke dalam studio rekaman untuk menyuruh semua orang pulang dan beristirahat termasuk Gwen dan Bianca.
"Bos sedang tidak mood ya, Mbak Pat?" tanya Gwen. Patricia mengerutkan dahinya sambil menatap Gwen dengan sinis.
"Mbak Pat? Jangan pernah panggil aku dengan sebutan itu lagi. Apa kau tidak lihat tubuhku kurus begini? Pat , Fat sama saja terdengar di kupingku. Panggil aku Tacy! Dan jangan sok akrab denganku. Juga tidak perlu sok cantik di depan Dave. Kau itu penyanyi jadi, kualitas utama sebagai modalmu itu adalah suaramu. Dan kau juga, sudah berapa kali aku menyuruhmu ke salon dan juga ke dokter kecantikan? Suntik putih dan rawat wajahmu. Meski suaramu sudah bagus , bukan berarti kau bisa tampil dekil dan kumal seperti pembantu!"
Gwen dan Bianca terdiam mendengar ocehan Patricia. Tidak ada yang berani membantah. David dan Patricia itu satu tipe jika marah. Mereka bisa- bisa memakan manusia.
Sementara itu , David yang kesal memutuskan untuk pergi ke apartemen. Diam-diam tanpa sepengetahuan siapapun, David sering tidur di apartemen yang ditinggalkan oleh Amelia. Entahlah, setiap kali ia berada di sana dan mengingat Amelia, ia merasa jauh lebih tenang dan nyaman.
"Ah, kau di mana sekarang ini Mel? Apa kau masih menjaga kandunganmu? Aku yakin kau tidak menggugurkan anak itu. Apa kau sudah membawanya USG? Lelaki atau perempuan? Hah! Bisa gila aku lama- lama jika seperti ini terus."
David meraih ponselnya dan menekan nomor yang sudah sangat ia hapal dan menunggu orang yang ada di seberang sana mengangkat teleponnya.
"Kau sudah mendapatkan kabar? Sudah berapa bulan ini? Kau bisa kerja tidak sih? Hanya mencari gadis gemuk saja tidak bisa. Dia itu sangat mencolok dengan tubuhnya yang mirip bayi gajah itu. Masa iya berbulan-bulan kau tidak bisa menemukan dia!"
"Maaf, bos. Sepertinya, Amelia pergi ke luar negeri. Aku baru mendapatkan info dari rekanku yang sekarang bekerja di Bandara. Amelia meninggalkan Indonesia saat Bos memintaku pada hari pertama untuk mencarinya."
"Setelah berbulan-bulan, kau baru mendapatkan informasi ini? Apa saja kerjamu?!"
"Maaf, Bos. Selama ini tidak terpikir jika Amelia meninggalkan Indonesia. Tapi , sekarang kita tau dia di luar negeri. Tidak mungkin juga kita akan mencarinya di negeri orang."
David langsung menutup sambungan telepon dan langsung melemparkan ponsel miliknya itu begitu saja. Saat ini ia merasa putus asa dan tidak tau lagi harus bagaimana untuk menghubungi Amelia.