Apa yang dikatakan Calvin seolah menyulut sebuah sumbu tua yang selama ini menggantung di jantung Emma.
"Benar! Kau mengerti, kan? Kalau dipikir, dengan wajahmu yang tampan itu, seharusnya situasi kita tidak jauh berbeda.." Emma tersadar atas ucapannya sendiri. Secara blak-blakan ia mengakui bahwa Calvin berwajah tampan.
Calvin langsung tertawa melihat Emma yang jadi salah tingkah. Pria itu memiliki perasaan yang peka. "Saat kita terlahir di dunia, kita tidak bisa memilih akan memiliki wajah seperti apa. Lagi pula, pada akhirnya semua bergantung pada hati dan sifat kita sendiri. Menilai orang dari rupanya itu sangat mudah. Tapi mengetahui isi hati sesorang lah yang sulit."
"Orang-orang akan memberikan perhatian lebih dan sikap yang lebih baik kepada orang yang berparas menarik. Tapi karena mengetahui alasan mereka, kita menjadi lelah sendiri. Sampai-sampai kita tidak tau yang mana yang sebenarnya tulus ingin menjadi teman kita." Lanjut pria itu sembari menatap langit yang gelap tanpa bintang. "Sepertinya salju akan turun.." gumamnya.
Emma termenung sendiri. Kata-kata Calvin benar. Itulah yang selalu Emma rasakan. Karena ia adalah anak ketua mafia dan juga memiliki paras yang catik, maka semua orang pasti selalu bersikap baik kepadanya. Emma juga menjadi bingung, yang mana yang memiliki niat tulus atau hanya berujung memanfaatkan dirinya saja. Itu sungguh melelahkan hatinya.
"…saljunya. Iya, kan?"
"Hah? Apa?"Emma tersadar dari lamunannya.
Calvin mengerjap sebelum tertawa kecil, menyadari bahwa dari tadi ia hanya berbicara sendiri karena Emma terlalu sibuk melamun dan tidak mendengarkan. "Kita sudah sampai, Emma. Ini mobilmu, kan?" Ia menepuk badan mobil yang sudah ada di samping mereka.
"Oh.. Maaf, sepertinya aku melamun tadi." Emma tertawa tidak enak.
"Oke. Pulanglah.. Hati-hati di jalan dan jaga dirimu agar tetap hangat." Ucap Calvin ramah.
Emma tersenyum tipis "Trimakasih, ya. Aku juga ingin minta maaf karena sempat bersikap agak dingin padamu selama ini."
Calvin menggeleng "Aku mengerti, Emma. Tapi asal kau tau, aku tulus ingin berteman denganmu. Aku tau kau berbeda dari kebanyakan orang yang aku kenal. Jadi, kalau bisa.. kau mengijinkanku untuk berada di sekitarmu." Jujurnya.
"Tentu." Tawa Emma. "Sampai jump..."
Tiba-tiba terdengar suara deru mesin motor yang dengan cepat menghampiri mereka. Dalam sekejap saja, kedua orang itu sudah dikelilingi oleh sekelompok geng motor.
"Sial!" Umpat Calvin sembari mengambil satu langkah maju untuk menutupi Emma di belakang punggungnya.
Salah satu pria berjaket kulit hitam turun dari motornya sambil melepas helm full face hitamnya, "Calvin Lee."
Emma tidak mengerti apa yang terjadi, tapi ia tau bahwa ini tidak bagus.
"Kau harus segera pergi dari sini." Bisik Calvin ke belakang punggungnya.
"O.. Oke. Tapi mobilku tidak bisa lewat.." Ucap Emma sambil terus berlindung di belakang tubuh tinggi pria itu.
"Masuk saja dulu ke dalam mobilmu. Dengar aku, Emma. Jika kau melihat celah, kau harus langsung lewat dan gas mobilmu secepat mungkin. Mengerti?"
"Aku mengerti. Tapi bagaimana denganmu?" Tanya Emma khawatir.
"Jangan perdulikan aku. Mereka adalah masalahku dan kau tidak boleh terlibat." Jawabnya.
"Hey! Kami ada di sini, kenapa kalian malah sibuk pacaran disana?" Ujar pria motor itu sambil tersenyum merendahkan.
"Apa masalah kalian?" Tanya Calvin datar. Perlahan ia menggeser tubuhnya sembari Emma melangkah kecil ke arah pintu mobil dan membuka kuncinya.
"Wah.. Ternyata Calvin Lee sudah mempunyai pacar. Orang sepertimu ternyata bisa punya pacar juga ya? Kenapa tidak membaginya dengan kami?" Tawa pria itu sambil mencoba mengintip gadis yang berada di belakang punggung Calvin.
"Dia bukan pacarku dan tidak ada kaitannya dengan kalian. Jangan membawa perempuan ke dalam kekacauan yang kalian buat." Desis pria itu.
Emma berhasil membuka pintu mobil dan segera masuk ke dalam lalu menyalakan mesin mobilnya.
"Singkirkan motor kalian!" Perintah Calvin.
"Kenapa kami harus melakukannya?" Goda sang pria.
"Perempuan tidak ada yang terlibat dalam pekerjaan gangster. Masalah kalian adalah denganku, kan? Tidak perduli siapa gadis ini, tidak seharusnya kalian memikirkannya." Jawab Calvin.
Namun pria itu malah tertawa "Semakin kau melindunginya, semakin aku penasaran pada gadis itu. Secantik apa dia hingga bisa mempengaruhi seorang Calvin Lee?"
"Kalian bisa membawaku kalau kalian minggir. Aku tidak akan melawan."
Mendengar ucapan Calvin, para pria bermotor itu saling menatap satu sama lain. Mereka mengangguk sambil tersenyum picik.
"Baiklah. Kau harus memegang kata-katamu sebagai laki-laki." Ucap pria dengan rambut sepanjang pundak itu.
Emma yang berada di dalam mobil tidak dapat mendengar apa yang dibicarakan para pria di luar. Ia hanya menunggu di dalam dengan jantung terus berdebar keras karena khawatir. Namun rasa berdebar itu tidak berlangsung lama, karena nampaknya Calvin berhasil melakukan negoisasi dengan gangser bermotor itu.
Para pria berjaket kulit hitam tersebut mulai meminggirkan motor mereka dari jalan depan mobil Emma. Seperti yang Calvin katakan, gadis itu langsung tancap gas begitu jalan sudah bisa dilewati.
"Hah…" Hela Emma sambil menyetir mobilnya menjauh.
Lalu ia melihat spion mobilnya untuk melihat bagaimana Calvin bersama para gangster itu. Seketika kening Emma mengkerut begitu menyaksikan para gangster tersebut sudah mengelilingi Calvin hingga pria itu tidak terlihat lagi.
Masih melajukan mobilnya, perasaan Emma jadi tidak tenang. Sebenarnya apa yang Calvin katakan pada gangster itu hingga mereka mengijinkan mobilnya lewat?
"Jangan-jangan.. Calvin melakukan sesuatu yang bodoh demi menolongku?.." Gumam Emma panik.
Sepanjang jalan menuju rumah, Emma merasa tidak tenang, memikirkan nasib Calvin. Begitu sampai di lampu merah, ia terbang melayang lebih dalam pada kekhawatirannya. Begitu lampu bernyala hijau, Emma langsung berbelok ke kanan, dimana ia seharusnya tetap lurus jika ingin pulang ke rumah.
Emma menghentikan mobilnya di depan sebuah bengkel. Kebetulan Troy sedang menurunkan rolling door untuk menutup tokonya. Pria itu langsung terhenti begitu menyadari bahwa mobil itu adalah milik Emma Hilland.
"Troy.." Emma keluar dari mobilnya dengan terburu-buru.
Troy menatapnya dengan bingung "Ada apa? Apa terjadi sesuatu?" ia dapat melihat wajah panik Emma. Gadis itu mengangguk.
Emma sudah berada di dalam bengkel Troy yang tertutup, duduk di meja yang kala itu mereka duduki saat Calvin habis dihajar oleh para gangster. Emma sudah menceritakan kronologi yang terjadi.
"Aku tidak tau apa yang Calvin katakan pada mereka. Tapi setelah itu mereka mengerumininya. Aku takut dia kenapa-napa." Jelas Emma.
Troy menghela gusar sambil melipat kedua lengan berotot besarnya di depan dada "Dia memang pasti akan kenapa-napa. Apa kau melihat logo di jaket mereka?"
Emma menggeleng "Jaket mereka polos. Tidak ada logo apa pun."
"Tidak ada logo? Itu semakin gawat.."
"Kenapa?" Tanya Emma serius.
"Itu tandanya mereka tidak jelas dari kelompok apa. Mungkin saja mereka berasal dari sebuah kelompok yang lebih besar, atau sengaja diutus khusus untuk menangkap Calvin." Jawab Troy.