"Itu tandanya mereka tidak jelas dari kelompok apa. Mungkin saja mereka berasal dari sebuah kelompok yang lebih besar, atau sengaja diutus khusus untuk menangkap Calvin." Jawab Troy.
"Hah?" Emma menutup mulutnya dengan tangan. "Lalu bagaimana? Aku sangat khawatir pada Calvin. Saat itu saja dia sudah dihajar habis-habisan meski pun menang. Jika kelompok tadi adalah seperti yang kau katakan, maka Calvin berada di dalam bahaya besar." Lanjutnya.
"Lalu kau mau aku bagaimana?" Tanya Troy datar.
Emma mendecak. Sebenarnya di dalam hati ia merasa sangat kesal. Andai saja ia tidak mau terlibat masalah gangster, sudah pasti ia berangkat sendiri untuk menolong Calvin. Meski Emma tau, bahwa orang-orang itu berbahaya juga untuk ia lawan seorang diri.
Troy terkekeh "Aku hanya bercanda. Aku akan mencarinya. Kau tidak perlu khawatir."
"Ah.." Emma tersenyum lega. Tidak salah ia datang menemui Troy. Tapi, lagi pula di kota ini, pria yang Emma anggap teman hanya Calvin, Troy, dan.. Roger, mungkin.
Troy bangkit berdiri lalu mengambil ponselnya dari atas meja laci perkakas. Lalu ia mengutak atik ponsel tersebut sebentar seraya kembali ke kursi. Emma hanya menatapnya penuh harap bercampur cemas.
"Jadi.. Apa yang kau rencanakan? Apa kita harus kembali ke kedai itu?" Tanya Emma.
"Tunggu sepuluh menit. Aku akan bersiap-siap." Kata Troy dengan bangkit berdiri.
Pria itu mengambil sebotol minuman soda dari dalam lemari pendingin lalu memberikannya kepada Emma. Kemudian ia pamit masuk ke dalam rumah.
"Aku tidak memiliki nomor Calvin. Seharusnya aku meminta kontaknya tadi.." Gumam Emma sembari memandangi ponselnya. Ia sungguh cemas memikirkan nasib temannya itu.
Tidak lama, Troy sudah kembali dari dalam rumah. Ia mengenakan jaket jeans tebal dan celana jenas panjang. Sebelumnya ia hanya mengenakan kaos oblong dan celana olahraga lusuh. Lalu ia melangkah menuju rolling door dan membukanya.
Emma bangkit berdiri, memperhatikan Troy yang nampak mempersiapkan motor sportnya yang terletak di samping motor Calvin yang masih belum selesai dikerjakan.
"Kau mau pergi sekarang?" Tanya Emma dengan melangkah mendekatinya.
Troy mengangguk "Sebentar lagi teman-temanku akan sampai. Kau mau pulang saja atau menunggu disini? Kebetulan di rumahku tidak ada orang, nanti kau pegang kuncinya saja dulu."
Emma menggeleng "Tidak keduanya. Aku akan ikut denganmu." Jawabnya cepat.
Dahi Troy mengkerut tidak yakin "Kau serius? Aku menyarankan kau tidak ikut. Karna mungkin ini.. agak berbahaya.." ia menimang-nimang.
Namun Emma tidak menggubrisnya. Ia menghampiri sebuah rak yang menyimpan beberapa helm lalu mengambil salah satunya, "Boleh aku pinjam ini?"
Troy hanya mengangguk. Lalu ia mengeluarkan motor besar biru putihnya dari dalam garasi.
Begitu ia keluar, sekelompok pria bermotor tiba di depan bengkel itu. Ada lima motor dengan jumlah tujuh orang. Masing-masing mereka langsung membuka helem.
"Hei!" Sapa Troy.
Namun teman-temannya saling menatap saat melihat sosok gadis yang cantik luar biasa yang berada di samping pria itu. Mereka tidak menyangka seorang Troy bisa memiliki teman perempuan cantik. Dan gadis itu juga berada di rumahnya di malam hari. Mungkin itu adalah pacarnya?
"Dia bukan pacarku. Dia adalah temannya Calvin Lee." Troy langsung bisa menebak apa yang ada di dalam isi kepala teman-temannya.
"Oh.. Hahaha.." Tawa mereka.
"Kenalkan. Mereka adalah teman-temanku dari klub Judo. Mereka akan membantu kita mencari Calvin." Jelas Troy.
"Aku Ian. Dia Martin, Nico, Steven, Lucas, Jerremy, dan ini Frank." Ucap salah satu pria yang bermata sayu, sambil menunjuk teman-temannya.
"Aku Emma Hilland. Trimakasih sudah bersedia datang untuk membantuku." Angguknya.
"Sebaiknya kita berangkat sekarang sebelum keadaan semakin tidak baik. Pertama kita harus ke tempat kalian bertemu dengan mereka." Ucap Troy.
Emma mengangguk "Kedai seafood xx di tengah kota. Ayo kita kesana sekarang." Ia hendak naik ke atas boncengan motor Troy.
"Tu.. tunggu.. Emma. Maaf, tapi bisakah kau menumpang dengan Ian saja? Kebetulan aku agak ugal-ugalan saat mengendarai motor." Tahan Troy. Ia menyengir tidak enak dengan wajah agak melas.
Emma mengerjap bingung, lalu menoleh pada Ian.
"Aku akan membawamu dengan hati-hati. Dia tidak pernah membonceng perempuan. Dan tidak ada yang mau juga dibonceng oleh anak itu.. Haha.." Tawa Ian. Pria itu terdengar ramah meski memiliki wajah yang sayu seperti orang mengantuk.
"Baiklah. Trimakasih." Kata Emma sebelum naik ke atas motor Ian.
Kemudian kumpulan motor tersebut berangkat dengan cepat. Tidak sampai sepuluh menit, mereka sudah sampai di lokasi dekat kedai tempat kejadian bermula. Sayangnya di sana sudah sangat sepi. Bahkan pemilik kedai terlihat sedang menutup tokonya.
"Mereka sudah tidak ada. Apa kau punya nomor Calvin?" Tanya Emma pada Troy.
Pria itu menggeleng, "Aku tidak sedekat itu dengannya."
"Kita harus mencari informasi sendiri. Sekarang seperti mencari jarum di tumpukan jerami." Kata Ian. Lalu ia dan teman-temannya mengutak atik ponsel mereka.
"Salah satu pria itu berambut panjang se-bahu. Alisnya tipis dan tegas. Hidungnya mancung kecil." Emma mengingat-ingat.
Ian mengerutkan dahinya, berpikir sejenak "Apa dia punya luka di samping dahinya?"
"Aku tidak terlalu melihatnya. Tapi suaranya sangat dalam dan agak serak seperti orang TBC." Jelas Emma lagi.
"Dia TJ." Seru Ian pada teman-temannya.
"TJ?!" Troy terkejut.
"Kita ke markas North Viking." Ucap Troy.
Semua langsung menutup kaca helm mereka dan menggeber motor.
"Tolong pegangan yang erat. Kita akan mengebut." Ucap Ian pada Emma, sebelum kumpulan motor tersebut melaju kencang membelah gelapnya kota Handway.
Di sepanjang jalan, jantung Emma terus berdegub keras. Sepertinya masalahnya jadi semakin serius sekarang.
Motor mereka tiba di sebuah lokasi penyimpanan kapal bekas di daerah dermaga. Mereka memarkir motor karena ada gerbang besar tertantai yang tidak bisa dilewati. Mulai dari sana mereka harus berjalan kaki.
"Sebenarnya siapa TJ itu? Apa kelompok mereka sangat berbahaya?" Tanya Emma sambil melepas helmnya.
"Dia adalah ketua dari kelompok The North Viking. Mereka tidak memalak atau menjalani bisnis illegal seperti kelompok lain. Tapi justru kemisteriusan itu yang membuat mereka sangat berbahaya. Karena mereka mengerjakan apa pun yang paling menguntungkan. Bisa dibilang mereka seperti pembunuh bayaran. Pasti ada yang membayar mereka sangat mahal untuk menangkap Calvin." Jelas Ian.
"Tunggu.." Troy menghentikan langkah mereka. "Kita harus menutupi identitas Emma." Ia membuka tas kecilnya dan mengeluarkan sebuah kain buff bergambar tengkorak dan memberikannya pada Emma.
"Kau benar. Mereka tidak boleh mengetahui identitas Emma." Nico membuka kaca mata berbingkai hitam yang ia kenakan. "Kau bisa memakai ini. Apa sebelumnya mereka sempat melihat wajahmu?" tanyanya.
Emma menggeleng sambil mengucapkan terimakasih "Sepertinya belum. Tadi Calvin langsung menyembunyikanku di belakang punggungnya. Tapi.. Bukankah mereka tidak akan menyerang perempuan? Troy bilang perempuan tidak akan dilibatkan di dalam masalah gangster." Ia mengenakan kaca mata tersebut di atas buffnya. Kini wajah cantik gadis itu sudah tertutup rapat.
"Peraturannya seperti itu. Tapi orang-orang jahat selalu melanggar peraturan, kan?" Sahut Steven, pria dengan alis tergores dan rambut cepak setengah.