Mata Raya terbuka dan sosok yang dilihat sebelumnya adalah nyata, Alan menggenggam tangan Raya, air mata Raya jatuh saat pandangan mereka bertemu,
"Kenapa kamu membiarkan aku sendiri? kenapa membuatku susah bernafas setiap waktu? kenapa?" Raya menghapus kasar air matanya yang tak bisa berhenti keluar,
"Maaf... aku baru sadar 2 bulan yang lalu dan dalam 2 bulan ini aku belajar berjalan dengan baik dan mengobati cedera kepalaku, rencananya 1 minggu lagi aku akan pulang ke indonesia untuk menemuimu." Raya bangun memeluk tubuh Alan dengan erat, apapun yang terjadi sebelumnya yang Raya jalani setiap detiknya, yang pasti sekarang Raya bahagia, sangat bahagia, Alan telah kembali disisinya, Raya tidak pantas menghakimi Alan karena yang terjadi bukan kesengajaannya,
"Aku mencintaimu Alan...sangat mencintaimu." Alan memiringkan kepalanya dan menekan bibir Raya, Raya membalas ciuman Alan, perlahan- lahan hati yang sepi dan beku menjadi hangat, ciuman yang sangat lama dan lembut yang sangat memabukan.
"Ayo pulang!" bisik Alan, Raya hanya mengangguk dan menahan airmatanya, agar tidak keluar lagi, setelah menyelesaikan administrasi, Raya di temani Alan kembali ke Hotel untuk mengambil barang - barang Raya dan setelah itu pergi ke Apartemen Alan,
"Sayank kamu tidak apa- apa?" Raya terlihat cemas saat Alan sesekali menghentikan langkahnya dan diam sebentar wajahnya terlihat jelas tidak baik.
"Tidak apa- apa, aku cuma belum terbiasa berjalan lama, kamu harus sabar menghadapiku. " Alan tersenyum menyembunyikan rasa sakitnya,
"Kamu duduk dulu di sini!" Raya menyuruh Alan duduk di kursi loby Hotel,
Alan melihat Raya menghubungi seseorang, tidak lama mobil datang dan ternyata asisten Raya,
"Ayo yank!" ajak Raya, Alan hanya diam dan mengikuti langkah Raya,
"Tolong rahasiakan dulu keadaan Alan ..." Raya berbicara dengan asistennya.
"Baik Bu..." Asisten Raya, Lala namanya mengangguk, sesampainya di Apartemen Raya memerintahkan Lala untuk menghubungi Dokter, Raya cepat keluar dari mobil dan mengambil kuris roda dari bagasi,
"Ayo yank!" Alan menggeleng,
"Kakimu sakit kan? jangan membantah!" akhirnya Alan duduk si kursi roda, sial batin Raya telapak tangannya berdenyut tapi Raya menahan sakitnya jadi, tangan kanan yang bekerja extra, Lala yang melihat Bosnya begitu kagum,
"Ma'af sayank." Raya begitu cemas melihat Alan, sampai di Apartemen Alan duduk di sofa, Raya langsung mengecek kaki Alan yang ternyata bengkak,
Tak lama Dokter datang , Dokter segera memeriksa Alan yang tampak kelelahan,
"Apa yang terjadi?" Raya menatap Dokter yang bertugas di perusahaan Metro...
"Pak Alan memaksakan kakinya, obat yang di konsumsi pak Alan sudah bagus jadi teruskan saja, saya sarankan untuk tidak memaksakan kakinya dulu untuk berjalan atau jangan terlalu lama berjalan." Raya mengangguk
"Terimakasih Dok!" Dokter memberi hormat dan tersenyum,
"Sama- sama Bu Raya, kami pamit sekrang kalau ada apa- apa jangan segan untuk menghubungi kami kembali." Raya mengangguk lalu mengantar Dokter dan Asistennya sampai pintu, setelah pintu tertutup Raya berbalik menatap Alan, menaruh air hangat di wadah dan memasukan kaki Alan yang bengkak,
"Maaf yank aku sama sekali tidak tau." begitu cemasnya Raya, sampai terisak,
"Hey aku baik- baik aja." Alan menarik tangan Raya dan memeluknya, Raya membalas pelukan Alan,
"Airnya pasti udah dingin, aku taruh dulu wadahnya ya?" Raya melepaskan pelukan Alan dan mengambil handuk kecil untuk mengelap kaki Alan, Satu persatu kaki Alan di lap hingga kering, walaupun tangan Raya terluka tapi Raya tidak mempedulikannya, setelah selesai Raya memasak untuk makan malam mereka,
Setelah makan malam dan minum obat Alan pindah ke kamar, Sementara Raya mandi karena badannya sudah lengket dan ada bekas darah kering juga di tangannya,
"Tanganmu kenapa bisa luka separah itu?" Alan menarik tangan Raya untuk memeriksanya, matanya terbelalak melihat lukanya memang dalam,
"Kamu mencemaskanku sementara kamu ..." Alan begitu marah pada dirinya sendiri yang senang di manjakan Raya tanpa peduli luka di tangannya,
"Sudah ku bersihkan, aku juga sudah minum obat, jangan khawatir, tadi aku jadi korban pelemparan gelas pecah oleh sepasang kekasih yang berantem, tapi aku sepertinya harus berterimakasih padanya." Raya tersenyum,
"Kamu terluka gini malah senyum- senyum dan bilang terimakasih." Alan mengerutkan keningnya, Raya menatap Alan.
"Kalau lukaku kecil dan tidak perlu penanganan Dokter, aku tidak akan ketemu kamu hari ini." kali ini Alan mengangguk setuju,
"Tapi kamu seperti liat hantu tadi setelah melihat aku," Alan terkekeh. Raya mencubit pinggang Alan,
"Sakit yank." Alan mengusap pinggangnya, bibir Raya manyun,
"Bagaimana tidak? aku menyaksikan sendiri kopermu di temukan dalam kecelakaan pesawat terus mana bisa orangnya masih di sini?" Alan mengerti kenapa Raya terkejut, dan Alan mulai menceritakan semuanya tanpa sedikitpun Alan sembunyikan,
"Tega ya Ana sama aku, aku hampir gila merindukanmu, aku hampir putus asa menjalani hari tanpamu, semuanya begitu sulit dan berat."
"Ada Fano..."Alan tiba- tiba membahas Fano, Raya terisak lagi, memukul dada Alan ,
"Kamu fikir karena Fano mirip kamu, aku bisa menerimanya tanpa memikirkanmu? kita satu atap tapi melihatnya setiap saat membuat hatiku semakin sakit, dia baik sepertimu dan sama sepertimu tapi itu bukan kamu, aku hanya mencintaimu, aku bisa saja meluapkan kerinduanku pada tubuhnya tapi aku tidak segila itu.... aku hanya milikmu..." Alan mengerti perasaan Raya dan Alan juga tidak mengerti kenapa harus menghubungi Fano waktu itu...
"Buah cinta kita???" Alan mengingat anaknya.
"Adalia Alexa... dia cantik." Alan tersenyum mendengarnya,
"Aku sudah menjadi seorang Ayah, aku sudah tak sabar ingin memeluknya." Alan tersenyum lagi, terlihat pancaran kebahagiaan di wajahnya,
"Kalau begitu, cepatlah sembuh!" Alan mengangguk,
"Maaf sayank... atas semua yang terjadi, maaf membiarkanmu bersedih setiap waktu..." Alan mencium bibir Raya dan menekannya, Raya tentu membalas ciuman Alan, tangan Raya di kalungkan keleher Alan, Alan semakin tergoda ketika Raya mendesah saat bibir Alan berada di leher Raya, ciuman Alan makin ganas menyusuri lekuk tubuh Raya hingga Raya tak hentinya mendesah, kerinduan akan sentuhan Alan terbayarkan hari ini, Raya begitu menikmatinya,
"Alaaannn Love you..." tangan Raya juga tidak kalah membuka baju Alan hingga polos, pipi Raya merona melihat tubuh Alan dan langsung memejamkan matanya,
"Bukankah kamu menginginkannya? kenapa matamu terpejam?" Alan berbisik di telinga Raya,
"Aku... " Tiba- tiba Alan menekan tubuhnya tepat saat Raya menatapnya membuat Raya kaget tapi merasa bahagia, sentuhannya membuat gairahnya semakin naik
"Kamu nakal..." suara Raya manja, Alan tersenyum dan mengulum bibir Raya dan melanjutkan aktivitasnya hingga keduanya mencapai puncak kenikmatan, Alan ambruk menindih tubuh Raya, Raya dengan senang hati memeluknya hingga akhirnya Alan turun dari tubuh Raya tapi masih memeluk Raya dan akhirnya terlelap hingga pagi,
Pagi ini Raya menghubungi Yos untuk menyelesaikan pekerjaan yang tersisa, karena Raya untuk sementara ini, waktunya di fokuskan untuk Alan dan juga Raya tidakbmau jauh- jauh dari Alan,
"Pagi yank..." Raya tersenyum manis di hadapan Alan ketika Alan membuka mata,
"Pagi juga yank... kamu udah rapi, mau kemana?
"Mau bercinta sama kamu." Raya mengedipkan matanya sebelah, menggoda Alan, tentu saja itu berhasil, Alan menarik Raya kepelukannya,
"kenapa pakai baju?" Suara Alan berbisik di telinga Raya,
"Sarapan yank terus minum obat!" Alan menghentikan tangannya yang mencoba membuat Raya polos lagi, menatap Raya dan cemberut,
"Kamu tidak tahu aku masih kangen..."
"Aku tidak akan kemana- mana, pekerjaanku sisanya Yos yang tangani." Raya sekilas mengecup bibir Alan,
"Benarkah??" suara Alan manja, Raya mengangguk sambil menggigit bibirnya karena melihat dada bidang Alan yang bikin Raya betah di pelukannya.
"Kenapa? bahkan matamu terlihat masih menginginkan tubuhku." Alan menatap wajah Raya yang langsung berubah seperti kepiting rebus,
"Kalau begini terus kita tidak akan pernah selesai yank..."Raya tertunduk dan pergi meninggalkan Alan yang terkekeh melihat sikap Raya.
Alan keluar dari kamar memakai celana pendek dan kaos pas badan, terlihat sangat tampan badannya tidak ada yang berubah kecuali ada beberapa bekas luka yang belum pulih terlihat jelas, Alan duduk di kursi dan tersenyum melihat ada Ayam panggang masih hangat,
"Ayo makan! obatnya jangan terlewat, aku ingin kamu cepat baik."
"Aku sudah baik, cuma butuh di charger saja ini baru isi setengah, setelah ini kamu harus segera membuatnya full." jawaban Alan asal,
"Ih Alaaan." pipi Raya memerah, tapi Raya malah membayangkan polos lagi dan menikmati percintaannya dengan Alan membuat senyumnya mengembang.
Selamat membaca...
semoga hari ini suka dengan ceritanya,
tetep kasih PS dan bintangnya ya! agar saya lebih semangat lagi menulisnya,
terimakasih?