Night King : Kebangkitan Sang Kucing Hitam
Chapter 11: Lapar
Lin Tian makan dengan begitu lahapnya, sampai ranjangnya bergoyang. Lin Hua yang menyaksikannya hanya bisa menepuk keningnya, tidak habis pikir. Jika diingat-ingat kembali, Lin Hua merasa malu dengan dirinya sendiri karena harus menangis untuk pria yang sebenernya baik-baik saja.
Dokter mengatakan, Lin Tian jatuh pingsan karena kelaparan yang membuat tubuhnya tidak lagi memiliki energi.
Lin Xiao yang sedari tadi diam sambil mengamati Lin Tian, akhirnya tertawa. Dia tertawa begitu keras, selanjutnya dia berjalan cukup cepat menuju ranjang Lin Tian.
"Kakak Lin. Aku sangat senang kau baik-baik saja," ucap Lin Xiao penuh dengan modus. Dia membuat ekspresi wajah memelas, seolah-olah bersedih dan mendekap Lin Tian dengan penuh kehangatan. Namun, matanya itu melirik ke arah makanan yang ada di atas ranjang.
"Syukurlah kau baik-baik saja. Itu tandanya Tuhan menyayangimu, Kak. Dia, sangat menyayangimu sampai peluru pun tidak bisa melukai tubuhmu, Kak," lanjut Lin Xiao tanpa menurunkan lirikannya pada makanan tersebut.
"Apa kau ingin memakannya juga?" tanya Lin Tian, spontan saja. Dia sebenernya sudah menebak arah pikiran Lin Xiao. Kedatangannya, sudah dapat Lin Tian rasakan sebagai cara pemuda itu untuk bisa mendapatkan perhatian dari dirinya.
Lin Xiao tersentak kaget, dia buru-buru mengambil jarak agar modusnya itu tidak diketahui oleh Lin Tian. Namun, sepertinya dugaan Lin Xiao meleset, faktanya Lin Tian sudah bisa merasakan kepura-puraan dari Lin Xiao ketika dirinya datang secara tiba-tiba.
Lin Hua yang masih berada di posisinya hanya bisa menepuk keningnya dan mengelah napas dari waktu ke waktu. Sementara itu, dokter yang keberadaannya tidak jauh dari Lin Tian pun tidak bisa berkata-kata.
Selama karirnya di rumah sakit, baru kali ini dia menemukan pasien yang seperti Lin Tian. Mungkin ada pasien pingsan karena kelaparan, tetapi sikapnya tentu sangat jauh berbeda dengan Lin Tian sekarang.
Biasanya orang-orang seperti itu hanya akan makan sekedarnya saja, lalu diberi vitamin untuk menambah energi dan setelahnya mereka pun meninggalkan rumah sakit. Namun, berbeda kasusnya dengan Lin Tian.
Dokter itu pun tidak tahu, apakah keputusannya ini akan berakibat baik atau tidak? Hanya waktu yang akan menjawabnya.
"Dokter tenang saja, semua biaya rumah sakit dan semua makanan tersebut biarkan aku yang membayarnya. Jadi, Dokter tidak perlu cemas.
Lin Hua mendekati dokter tersebut, lalu mulai berbicara dengan Beliau, "Aku yang akan berbicara langsung dengan pemilik rumah sakit ini. Aku yakin, dia akan bisa memahami kondisinya. Percayalah!" ucap Lin Hua menambahkan.
Lin Hua juga memberikan jaminan pada Dokter dan perawat di sana, bahwa mereka tidak akan terkena masalah hanya karena ulah satu orang saja, yaitu Lin Tian.
"Baik Nona, kalau begitu saya mohon izin untuk pergi karena masih ada pasien yang harus saya tangani. Jika ada sesuatu yang darurat, mohon untuk segera menghubungi saya atau perawat di sini," pesan Dokter tersebut di akhir kalimatnya.
Lin Hua pun mengangguk pelan, tidak lama kemudian Dokter tersebut segera pergi meninggalkan ruangan dan beberapa perawat pun ikut mengekor di belakangnya.
Sementara itu, tampak pemandangan yang tidak asing lagi bagi Lin Hua, yaitu kebersamaan Lin Tian dan Lin Xiao. Kedua pemuda pemilik nama Lin di depan nama mereka, tampak begitu bahagia, akrab dan bersahaja.
Namun, sebenarnya adalah keduanya bukan seseorang yang terlahir dari rahim yang sama, hanya saja baik Lin Tian dan Lin Xiao disatukan di atas atap yang sama dan begitu juga dengan Lin Hua.
Gadis itu memandang dengan lekat kedua pria yang tenang asyik saling menyuapi satu sama lain. Lin Xiao tampak sangat bahagia ketika bisa melihat Lin Tian tertawa. Keduanya saling menjahili, Lin Xiao mencolek bumbu makanan dengan jari telunjuknya, lalu dia meletakkan bumbu tersebut di pipi Lin Tian.
Sontak itu membuat Lin Tian terkesiap, dia bergumam kecil sebelum akhirnya membalas perbuatan Lin Xiao terhadap dirinya.
Lin Xiao pun tidak kehabisan akal, dia segera menghindar ketika Lin Tian hendak menyerangnya di waktu yang hampir bersamaan. Lin Tian pun tidak diam begitu saja, dia juga segera turun dari tempat tidur, lalu mulai mengejar Lin Xiao yang berlari mengitari meja.
Lin Hua hanya diam dan menyaksikan tingkah kedua lelaki di sana yang asyik saling mengejar. Lin Hua memejamkan matanya, seketika kenangan masa lalunya terlintas kembali dalam benaknya.
Hari-hari saat dirinya, Lin Tian dan Lin Xiao masih asyik bermain. Usianya dengan duo Lin lainnya tidak terpaut jauh dan Lin Tian paling tua di antara mereka. Hanya beda beberapa bulan saja.
Lin Hua memutar kembali memori masa lalunya, yang terbilang cukup unik dan penuh dengan perjuangan. Lin Hua membuka matanya, ketika suara gaduh tiba-tiba terdengar, yang membuat dirinya tersadar dari lamunannya.
Seketika Lin Hua merasa geram sebab Lin Tian dan Lin Xiao tak kunjung berhenti bermain, sampai seisi ruangan menjadi kacau. Barang-barang yang ada di meja jadi berserakan di lantai akibat keduanya yang terus saja berlari.
Lin Hua pun tidak bisa diam saja "Lin Tian! Lin Xiao!" Dia berteriak dengan sangat keras, bertujuan agar Duo Lin itu mau berhenti.
Namun, sepertinya panggilan Lin Hua tidak membuat keduanya tertarik. Duo Lin itu tidak menggubris perkataan Lin Hua, sebaliknya semakin asyik saling mengejar.
Keduanya sekarang berlari-larian mengitari Lin Hua dan membuat gadis itu merasa semakin marah dibuatnya.
"Ayo, kejar aku. Kakak tidak bisa menangkap aku," ucap Lin Xiao dengan nada mengejek. Dia pun tidak lupa menjulurkan lidahnya yang membuat Lin Tian semakin kesal.
"Awas kau, Ya ... Jika tertangkap, maka tidak akan aku biarkan dirimu bisa lari lagi ..." ancam Lin Tian.
Namun, bukan Lin Xiao namanya jika tidak bisa membuat Lin Tian kelahan. Lin Xiao dengan sengaja terus berputar-putar di sana dan menjadikan Lin Hua sebagai pelindungnya. Dia tahu kalau Lin Tian tidak akan bisa melukainya andai dirinya berlindung di balik Lin Hua.
Sedangkan Lin Hua merasa semakin marah, emosi serta kesal. Bagaimana tidak, suara teriakan Lin Tian dan Lin Xiao begitu keras dan sangat dekat dengan telinganya, otomatis akan membuat pendengaran Lin Hua menjadi terganggu.
Lin Hua tidak lagi bisa menahan diri untuk tidak mengumpat, "Berhenti!"
Sekarang giliran Lin Hua yang berteriak. Jika sebelumnya perkataannya sama sekali tidak digubris Lin Tian dan Lin Xiao, maka lain cerita dengan saat ini.
Lin Hua menarik kedua telinga duo Lin tersebut, seketika Lin Tian dan Lin Xiao berteriak kesakitan. Lin Hua tidak memedulikan teriakan mereka, dia sudah sangat geram dengan tingkat kedua laki-laki itu yang seperti anak-anak saja.
"Auu ... kak Hua, lepaskan. Sakit," kata Lin Xiao merintih kesakitan. Biarpun hanya sekedar tarikan di telinga, tetap saja rasanya sakit juga. Apa lagi Lin Hua menariknya dengan cukup tenaga.
"Diam!" Lin Hua membentaknya, matanya membulat sempurna dan begitu dinginnya sampai Lin Xiao tidak berani untuk menatap maniknya.