Descargar la aplicación
50% SENTERA / Chapter 1: CHAPTER 1 : THE MYSTERIOUS PACKAGE
SENTERA SENTERA original

SENTERA

Autor: _Your2ndworld

© WebNovel

Capítulo 1: CHAPTER 1 : THE MYSTERIOUS PACKAGE

Bus kini terasa lengang. Orang-orang tertidur pulas. Jadwal study tour hari kedua memang cukup melelahkan. Sejak pukul 7 pagi sampai pukul 4 sore murid-murid beraktivitas. Mulai dari mengunjungi universitas ternama di kota lalu berlanjut menuju taman wisata. Namun berbeda dengan keempat siswa itu, Agta, Taka, Eron, dan Tiero. Mereka duduk tegap, masih terjaga, menatap datar ke sembarang arah.

Sekarang sudah hampir pukul 5 sore. Mereka sedang dalam perjalanan kembali ke hotel. Rundown acara malam ini bebas. Berbeda dengan teman-teman mereka yang lainnnya, mereka tidak antusias dengan hal itu. Mereka belum memutuskan apa yang akan mereka lakukan malam ini. Sebenarnya kelas mereka sudah sepakat untuk pergi ke balai kota, menikmati suasana khas kota tersebut, tapi mungkin mereka akan lebih memilih untuk tetap berada di hotel.

Setelah sekitar satu jam lebih perjalanan, mereka akhirnya sampai. Jalan di sekitaran hotel menjadi tersendat karena bus rombongan sekolah mereka. Bus kelas mereka berada di paling belakang. Alhasil kelas mereka turun paling terakhir, menunggu bus-bus sebelumnya parkir terlebih dulu.

"Siapkan kunci kamar kalian!" Tour guide mereka mengingatkan.

Siswa-siswi mengantri panjang-hampir memenuhi lobby-menunggu giliran lift. Tidak mau terjebak di situasi ini, keempat anak itu menerobos antrian, memilih untuk menggunakan tangga yang letaknya di sebelah lift. Kebetulan juga kamar mereka berada di lantai 2, jadi tidak harus melewati tangga berkali-kali.

Taka membuka pintu kamar. Bunyi 'ceklek' terdengar setelah kartu masuk di tempatkan di tempat seharusnya. Lampu-lampu otomatis menyala, begitupun dengan pendingin ruangan. Mereka berempat langsung menjatuhkan tubuh mereka pada kasur putih empuk. Kini mereka baru terlihat kelelahan.

Tidak ada suara yang keluar selama beberapa menit sampai dering telepon kamar memecah keheningan. Agta yang berada paling dekat mengangkat telepon itu.

"Halo.."

"...."

"Dari siapa mba?"

"...."

"Nanti akan kami cek ya mba."

"...."

"Iya, sama-sama mba."

Agta menutup telepon.

"Siapa, Ta?" Eron bertanya. "Lobby. Resepsionis bilang ada paket untuk kita," Jelas bocah berwajah bulat kecil itu.

"Paket? Dari siapa?" Tiero ikut bertanya. "Itu dia. Katanya mereka tidak tahu siapa yang mengirimnya. Tidak ada nama pengirimnya."

"Bagaimana mungkin? Memangnya semudah itu orang asing bisa menitipkan barang mereka di hotel?" Taka yang masih memejamkan mata ikut merespon.

"Mari cek kalau begitu. Aku temani kau," Ajak Eron. Agta mengangguk. "Aku akan mengeceknya. Kalian ikut?" Agta melihat kedua temannya yang masih berbaring malas.

Taka menggeleng pelan.

"Aku disini saja dengan Taka," Kata Tiero.

"Baiklah kalau begitu. Jangan tidur dulu, kami tidak akan lama." Tiero dan Taka melayangkan acungan jempol mereka.

Agta dan Eron kini pergi ke lobby. Mereka kembali menggunakan tangga. Di bawah ada tour guide dan beberapa guru mereka sedang berbincang. Mereka menyapa singkat lalu segera menghampiri meja resepsionis.

"Mbak, kami mau ambil titipan."

"Oh, iya. Sebentar ya.." Seorang resepsionis berjalan menuju loker penitipan. Ia mengeluarkan sebuah box hitam berukuran kecil, lalu memberikannya pada kedua anak itu.

"Ini paketnya? Kecil sekali." Eron penasaran siapa yang mengirim paket sekecil ini pada mereka. Resepsionis tersebut mengangguk.

"Agta, Taka.." penjaga resepsionis itu membaca kartu yang dititipkan bersama box tersebut.

"Iya itu saya.."

"Mbak benar-benar tidak tahu siapa yang mengirimnya?" Agta bertanya. Ia menggeleng. "Mungkin paketnya dititipkan kemarin, kebetulan kemarin bukan shift saya." Agta dan Eron mengangguk paham. Mereka pun berterimakasih dan kembali ke kamar mereka.

Kini mereka telah kembali ke kamar mereka. Tiero yang membukakan pintu langsung penasaran melihat kedua temannya itu kembali dengan sebuah box kecil, tapi dia menunda pertanyaannya.

Eron meletakkan box itu di atas tempat tidur, di sebelah Taka yang masih berbaring. Taka mengintip kecil barang di sebelahnya.

"Apa itu?" Taka bertanya. "Kami belum tahu."

"Ini benar untuk kita?" Tiero memastikan. Agta menyodorkan kartu yang diberikan bersama box itu.

Eron membuka box itu. Alangkah terkejutnya mereka setelah melihat apa yang ada di dalam box tersebut. Sebuah peti bercorak dan amplop hijau.

Mereka refleks menjauh dari box itu. Taka yang ternyata hanya memejamkan Ketiga temannya mematung dengan tatapan gelisah.

"Ada apa?" tidak ada satupun jawaban keluar dari ketiga temannya. Taka akhirnya bangkit dan melihat paket itu.

Nafasnya tercekat setelah menyadari apa yang membuat ketiga temannya mematung terdiam. Mereka mengenali darimana peti bercorak itu berasal. Suasana menjadi lengang. Mereka berempat terdiam semua, berusaha mencerna kondisi yang sedang menimpa mereka.

"aku akan buka amplopnya." Eron dengan kesal memberanikan diri. Ia meraih amplop hijau berstampel pohon emas itu, membuka dan membacanya.

Untuk anak-anakku tersayang,

Maafkan aku harus memberitahu kalian seperti ini, tapi aku tidak punya waktu lagi. Aku memerintahkan kalian untuk kembali secepatnya setelah kalian membaca surat ini. Mall Asa, elevator hijau, lantai 3.2. ruang 444.

Nyonya Reta.

Hening. Eron memandang kosong kertas di genggamannya. Ketiga temannya juga masih terdiam, entah mengerti atau tidak.

"Kita harus kembali, bukan?" Tiero memulai. Anak sawo matang itu lebih tenang dibandingkan sebelumnya.

Taka mengangguk. "Ya, kita harus kembali."

"Apa waktu itu belum selesai?" Agta juga sudah menata kembali ekspresinya. Ia kembali terlihat baik-baik saja.

"Mungkin saja. Lagipula kita sudah 17 tahun, dan kau Agta minggu depan kau juga akan sama seperti kita," Jelas Taka.

Eron kemudian mengeluarkan peti bercorak dari dalam box. Ia membukanya perlahan. Di dalam peti tersebut, ada 4 buah cincin silver dengan motif pohon di tengahnya dan sebuah kunci.

"Kurasa ini kunci untuk ruang 444 itu." Bocah berkulit cokelat dengan rambut cepak itu menunjukkannya pada mereka.

Keempat anak itu sudah terlihat lebih baik. Mereka sepertinya sudah biasa mengatasi keadaan seperti ini. Dan pada akhirnya mereka mempunyai rencana malam ini.

"Aku akan membuat daftar perlengkapan," Kata Tiero. Mereka tentu saja butuh banyak perlengkapan karena mereka tidak sedang di rumah.

"Aku akan mencari tahu tentang mall itu." Eron langsung menyambar handphone, dan membuka penelusuran.

"Aku? Aku akan mengabari Raya saja bahwa kita tidak bisa ikut acara kelas?" tanya Agta yang mendapat anggukan dari mereka bertiga. Taka ikut membuat daftar perlengkapan bersama Tiero.

30 menit sudah berlalu. Tiero dan Taka sudah menulis segala perlengkapan yang akan mereka butuhkan. Eron juga sudah mendapatkan berbagai informasi mengenai mall tersebut. Mulai dari letaknya, jam buka-tutup, sampai fasilitas-fasilitasnya.

"Agta, Raya sudah balas?" Taka bertanya. "Sudah, dia bertanya kita mau kemana."

"Dia perlu tahu?" Eron kesal.

"Oh ayolah dia sekretaris kita, dia bertanggung jawab dengan kehadiran. Setidaknya beri saja alasan yang masuk akal agar kita tidak dicurigai!"

"Bilang saja bahwa kita akan bertemu keluarga kita," Usul Tiero.

"Teman saja, lebih aman," Agta menimpali. Mereka setuju.

Sekarang mereka beranjak pergi ke supermarket. Kebetulan supermarket berada tidak jauh dari letak hotel mereka. Hanya butuh waktu 5 menit untuk sampai.

Sesampainya mereka di supermarket, ternyata banyak sekali teman mereka di sana. Mereka menyapa datar teman mereka. Memang sejak pertama kali mereka masuk, keempat anak itu kurang memiliki hubungan yang baik dengan teman-teman sekolah mereka. Keempat anak itu selalu tidak mau ada orang yang masuk ke dalam hidup mereka atau sebaliknya. Untungnya mereka kembali ditempatkan di kelas yang sama tahun ini. Orang-orang tentu saja membicarakan hal aneh ini. Bagaimana bisa empat orang yang sudah jelas-jelas sangat dekat tidak dipisahkan di kelas selanjutnya, biasanya guru-guru BK selalu memisahkan yang seperti itu. Mereka berempat berfikir bahwa ini adalah ulah wali mereka.

Keempat anak itu kemudian mulai mencari perlengkapan yang mereka butuhkan. Lumayan banyak yang perlu mereka beli. Walaupun tidak ada yang tahu apa yang akan mereka hadapi, mereka tetap harus berjaga-jaga.

Daftar belanja :

1. Ransel

2. Senter

3. Baterai

4. Air

5. Cemilan

6. Pisau

7. Jas hujan

8. Band-aid

9. Betadine

10. Kapas

11. Korek api

12. Kapur

13. Tali

Dengan cepat mereka berhasil mengumpulkan semua barang-barang yang ada di daftar. Beberapa teman mereka yang lewat melontarkan pertanyaan kebingungan melihat mereka membeli barang-barang tersebut. Namun mereka menjawabnya dengan bercanda.Setelah mengantri lalu membayar belanjaan mereka, keempat anak itu langsung memesan taksi online.

Di sepanjang jalan, mereka sibuk memasukkan barang belanjaan ke dalam masing-masing ransel mereka. Mereka juga tak lupa memasukkan peti bercorak serta surat hijau itu.

Mereka masih membawa kunci kamar hotel mereka, koper-koper mereka beserta bawaan yang lain mereka tinggalkan. Keempat anak SMA itu tahu bahwa mereka tidak akan kembali lagi kesini, setidaknya untuk beberapa tahun mungkin. Mereka membayangkan apa yang akan terjadi saat orang-orang tahu teman mereka, murid mereka hilang mendadak dan tidak kembali. Berita itu pasti akan sangat menarik untuk diliput media-media berita.

"Agta, kau bawa hp?" Eron tidak percaya melihat tingkah temannya itu.

"Memangnya kenapa? Aku masih bisa menggunakannya sebelum kita kembali. Lagipula, kita tidak tahu apa benda ini benar-benar tidak berfungsi di sana." Ketiga temannya terkekeh.

Sekarang mereka bergerak menuju mall ASA. Mereka belum pernah ke mall itu sama sekali. Namun menurut cerita supir taksi, mall itu adalah mall terkenal di kota ini dan mall itu selalu ramai tiap hari.

Akhirnya mereka sampai. Keempat anak itu turun, membayar ongkos dan taksi itu pun melesat pergi meninggalkan mereka.

Kini di hadapan mereka, sebuah bangunan besar, luas nan elegan. Nama bangunan ini menyala terang. Mereka berjalan menuju pintu masuk. Pintu kaca otomatis terbuka. Lampu-lampu gantung menyala, suara lagu diputar keras, orang-orang berlalu-lalang, mall ini benar-benar ramai.

Sejenak mereka sempat lupa dengan tujuan mereka. Mereka larut dalam suasana ramai serta gembira tempat ini. Setelah kembali sadar, mereka langsung bergegas menuju elevator. Ingat! Elevator hijau, mereka mencari elevator hijau.

Mereka mencoba bertingkah senormal mungkin sambil mencari elevator hijau. Sekiranya ada 3 elevator yang berfungsi di tempat ini karena mall ini memang luas. Mereka baru menemukan satu dan warnanya bukan hijau. Mereka terus berjalan sampai akhirnya mereka menemukannya! Tepat sebelum elevator itu tertutup membawa beberapa orang naik.

"Itu dia!" Taka menunjuknya. Sekarang mereka perlu memastikan saat mereka berempat naik, tidak ada orang lain yang ikut bersama mereka.

Mereka baru berhasil setelah 3 kali percobaan karena selalu saja ada orang yang masuk. Sekarang mereka hanya berempat di elevator ini. Tiero memencet tombol angka 3 lalu 2. Mereka sama sekali tidak tahu menahu apa yang akan terjadi setelah ini. Jadi mereka hanya mengikuti apa yang tertulis di surat.

Selama semenit tidak ada yang terjadi. Mereka sempat khawatir bahwa ini elevator yang salah. Namun tiba-tiba elevator tersebut bergerak, bukan ke atas melainkan ke bawah padahal mereka masuk di lantai paling bawah.

Dan ting! Elevator mereka telah berhenti. Namun pintu tidak kunjung terbuka. Mereka tidak menyadari bahwa tembok hijau di belakang mereka bergerak membuka.

"Hey, lihat." Taka menyenggol ketiga temannya. Mereka semua berbalik.

Lorong panjang tak berujung kini ada di hadapan mereka.

Mereka menatap satu sama lain, menarik nafas dalam, lalu melangkahkan kami mereka masuk ke lorong itu. Tembok hijau tersebut langsung menutup dan bergerak naik setelah mereka berempat keluar.

"lorong ini tidak menyenangkan," Ujar Agta. "Aku setuju." Eron menatap kanan-kiri. Lorong ini sempit. Dindingnya berwarna cokelat merah. Ada kamar-kamar berderet sepanjang lorong. Entah sampai mana lorong ini berhenti.

"Ruang 444 ya? Ini kamar no.1." Tiero melangkah maju. "Kau tahu darimana Tiero? Tidak ada nomor di pintu ini." Taka menatap pintu hitam polos.

"Coba lihat gagangnya." Taka kemudian menatap gagang pintu. Benar saja, ada nomor di gagang pintu tersebut. Mereka kemudian terus berjalan, mencari ruang nomor 444.

Lorong benar- benar panjang. Setiap pintu berjarak cukup jauh yang membuat ruangan nomor 444 pun juga sangat jauh. Sekarang mereka baru mencapai ruangan nomor 439, yang berarti beberapa pintu lagi.

"Kenapa harus nomor 444? Kenapa tidak nomor 10 atau 20?" Eron mengeluh jengkel yang membuat ketiga temannya terkekeh kecil.

"444!" Agta teriak girang setelah menemukan ruangan itu. Ia menyentuh gagang dan membukanya, tapi tidak bisa.

"Terkunci Agta. Kau butuh kunci," Kata Taka. Wajah oval dan dagu segitiganya memberi kesan tertentu pada suaranya.

Eron membuka ranselnya, meraih peti bercorak itu kemudian mengeluarkan kunci, dan mulai membuka pintu tersebut.

Ruangan itu ternyata tidak jauh berbeda dengan lorong. Sempit-bahkan lebih sempit-dan gelap pada ujungnya. Mereka akhirnya masuk satu-persatu. Dinding kanan-kiri dipenuhi rak-rak penuh buku. Setiap rak dipisahkan oleh lentera yang menyala remang.

"Jangan injak kakiku!" Teriak Eron yang berdiri di antara Agta dan Taka.

"Aku tidak menginjakmu, kau yang menginjakku, bocah!" Seru Taka.

"Maaf-maaf, aku tidak sengaja." Agta menyengir pada Eron.

Mereka melangkah perlahan, mencoba meraba-raba dahulu lantai di depannya. Ruangan ini sangat berdebu, seperti sudah lama ditinggalkan.

"Taka, lihat ini. Cara meningkatkan kekuatan pedang." Mata Agta berbinar melihat judul-judul buku di sini. Ketiga temannya pun mulai memperhatikan buku-buku di rak.

"Kita tidak boleh mengambilnya?"

"Tentu saja tidak, bisa saja itu adalah jebakan," Kata Tiero yang membuat Agta mengerucutkan bibirnya.

"Lihat! Pintu!" Tiero berteriak. "Dimana?" Tiero yang berada paling depan langsung berjalan ke ujung, menyibakkan gorden merah lusuh berdebu yang menutupi pintu tersebut. "Tada.."

Agta, Taka, dan Eron pun menghampirinya. Mereka menatap pintu itu aneh. Tidak ada gagang pintu. Bagaimana cara mereka membukanya? Saat mereka sedang memikirkan cara tentang bagaimana membuka pintu di hadapan mereka itu, pintu itu mendadak terbuka lebar, menarik keempat anak itu ke dalamnya, diikuti oleh kegelapan yang menyelimuti mereka.


next chapter
Load failed, please RETRY

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C1
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión