Renee datang dengan senampan teh dan kue kering di tangannya yang hampir membeku, ia melihat Leo yang masih tidak bergerak di tempatnya dengan kursi rodanya, wanita itu buru-buru datang dan menuangkan teh dan menyerahkannya pada Leo.
"Tuan, apakah anda baik-baik saja?"
Renee dengan bodohnya bertanya, ia bisa merasakan tangan Leo sedingin es.
"Apa aku terlihat baik?" Leo balik bertanya, tatapannya terlihat dingin dan sulit dikatakan kalau ia tidak marah saat ini.
"Maafkan saya. Tolong segera minum tehnya agar tubuh anda jadi lebih hangat." Renee menahan napas, walau di luar ia terlihat menyesal, sebenarnya di dalam hati ia sedang mengumpat.
Orang waras mana yang akan keluar di tengah malam dan dingin ini hanya untuk menghirup udara segar?
Angin berhembus terlalu kencang dan tentu saja akan kedinginan. Renee tidak tahu apakah Leo saat ini sedang menguji atau mempermainkan dirinya.
Leo tidak mengatakan apa-apa, tangannya membungkus cangkir yang kecil itu dan membiarkan uap teh menerpa wajahnya, Renee bisa merasakan saat ini Leo sedang melotot ke arahnya.
Sial, apa besok ia akan diusir karena kesalahannya malam ini?
Luar biasa, padahal baru satu malam ia di sini dan Leo sudah menemukan kesalahan yang bisa membuatnya diusir.
"Siapa namamu?"
Renee mendongak, mengerutkan keningnya. Rasa-rasanya ia sudah memperkenalkan diri pada Leo, tapi mungkin saja laki-laki itu tidak dapat mengingatnya dengan jelas.
"Nama saya Renee Lysandra."
"Nama yang buruk." Leo berkata sambil menyesap tehnya.
Renee mengepalkan tangan dibalik roknya, ia mengumpat lagi dalam hati dan mengatupkan bibirnya sekuat tenaga untuk mencegahnya mengatakan sesuatu yang kasar.
"Apa kau pernah pergi ke Ibukota?" tanya Leo lagi sambil meletakkan cangkir ke tangan Renee.
Renee terdiam, sebagai seorang aktris teater tentu saja ia pernah pergi ke Ibukota, bahkan untuk bertemu Ratu pun, bukan sekali dua kali ia lakukan.
Renee mengatur wajahnya sedemikian rupa dan menggelengkan kepalaya dengan pelan.
Ingat, ia adalah seorang aktris, ia harus pandai berakting seperti gadis polos di depan Leo.
"Tidak, saya tidak pernah meninggalkan Desa Kortham sebelumnya."
Leo mendengkus pelan, Renee tidak tahu apakah itu karena dingin atau karena Leo mencurigai perkataana Renee.
"Apa pekerjaanmu sebelumnya?" Leo kembali bertanya, layaknya seorang Tuan yang sedang menyeleksi pelayan yang akan ia rekrut.
Renee menelan ludah, tangannya yang tersembunyi dibalik rok itu mengencang. Tapi wajahnya masih diatur oleh Renee agar terlihat santai dan senyum di wajahnya tidak pernah luntur.
"Saya hanya pelayan kedai, Tuan."
Leo menatap Renee selama beberapa saat, mungkin karena keterampilan acting yang ia miliki, Leo percaya dan tidak mengatakan apa-apa lagi.
Renee diam-diam menghela napas lega. Mereka diam selama beberapa saat hingga Renee hampir merasakan kakinya akan berubah menjadi balok es
"Apa Tuan ingin kembali ke dalam?"
Leo tidak menjawab, tapi melambaikan tangannya. Renee mendorong kursi roda dengan kecepatan tercepat yang ia bisa untuk masuk ke dalam rumah, ia takut kalau lebih lama lagi di sana, ia akan mati membeku.
Renee menutup pintu, keadaan di dalam rumah masih sama, lilin-lilin menyala dengan terang dan sunyi, ia tidak tahu apakah ia harus membawa kembali Leo ke ruang kerja atau kamarnya.
"Bawa aku ke kamarku."
Seakan sudah mengerti kebingungan Renee, Leo langsung menunjuk sebuah lorong panjang setelah ruang kerja, keadaan di sana jauh lebih gelap daripada yang lain. Hanya ada sebuah lentera yang menyala dekat jendela yang tertutup rapat.
Renee ingin membuka pintu tapi langsung dihentikan oleh Leo, mata laki-laki itu mentap Renee dengan penuh peringatan.
"Jangan pernah berniat membuka pintu kamarku."
Renee menarik tangannya dan mundur, meski hanya sekilas ia bisa merasakan kengerian yang ditampilkan di wajah Leo tadi, seperti seorang binatang buas yang sedang mengancam mangsanya.
"Maaf, saya tidak bermaksud."
Renee menautkan kedua tangannya, teringat dengan apa yang dikatakan oleh Ivana siang tadi.
Jangan pernah berniat naik ke tempat tidur Leo.
Tapi demi apa pun, Renee tidak sedikit pun memiliki pikiran seperti itu, alih-alih ingin menjadi Nyonya di keluarga Emmanuel, ia lebih senang untuk menjadi bos pemilik kedai mie di Ibukota.
Dan juga … Renee masih memiliki harga diri.
Leo mendengkus, menatap Renee seakan mengusirnya tanpa suara, wanita itu menundukkan kepala dan dengan kekesalan di wajahnya, ia pergi dari hadapan Leo.
Leo menatap kenop pintu yang masih terkunci di depannya, setelah memastikan kalau suara ketukan sepatu Renee benar-benar menghilang, ia mengerutkan keningnya.
"Tuanku," kata Ivana yang tiba-tiba muncul entah dari mana, wajahnya terlihat tidak senang dengan apa yang ia lihat. "Apa yang ingin anda lakukan pada wanita itu?"
Leo menatap pintu yang masih tertutup, ia sudah mengalami hal yang menjijikkan seperti ini, bahkan sebelum ia mengalami kecelakaan yang menimpanya waktu itu.
Para wanita, tidak peduli itu dari kalangan bangsawan atau rendahan, mereka semua berlomba-lomba ingin merayunya, mendekati dan mengincar posisi sebagai Nyonya tunggal dari keluarga Emmanuel.
Menjijikkan, menjijikkan sekali.
Leo tanpa sadar menggosok lengannya dengan pelan, ia mengulurkan tangannya dan membuka pintu kamarnya.
"Jika anda ingin, syaa bisa membawanya keluar kota Dorthive besok." Ivana berkata lagi dengan pelan, seakan-akan ia tengah membuang anak kucing di pinggir jalan.
"Biarkan saja."
Ivana terlihat terkejut, tapi ia dengan cepat mengatur ekpersi wajahnya.
"Jika itu keinginan Tuanku."
"Ya, tapi …."
Leo mnatap lentera yang masih menyala di sudut, hari ini wanita itu terlalu banyak bicara tanpa ia suruh, suara ketukan sepatunya masih terdengar, sangat menganggu.
Wanita itu tidak menanggapi peringatan Ivana dengan serius dan banyak bertingkah, membuat Leo menjadi kesal dengan kedatangannya.
"Disiplinkan dia."
Leo menatap Ivana dengan seringai di wajahnya, seakan telah memiliki ide menarik yang terlintas dalam pikirannya.
"Dia yang mengirim dirinya sendiri ke tempat ini, maka dia harus merasakan seperti apa tempat ini yang sebenarnya, kan Ivana?"
Renee sudah seenaknya masuk ke Mansion keluarga Emmanuel, maka ia tidak akan bisa keluar tanpa persetujuan Leo. Laki-laki itu tidak ingin membuat kehidupan Renee berjalan dengan mudah.
Leo tidak suka hidupnya diusik, apalagi Renee datang dengan perintah sang Ratu yang menyebalkan itu.
Ivana mengangguk setuju.
"Baik Tuanku."
Sementara itu Renee yang menggulung selimut di tubuhnya tiba-tiba saja bersin, hari ini adalah hari yang terberat yang pernah ia lalui seumur hidupnya, ia hanya berharap semoga ia bisa menjalani kehidupan yang aman dan nyaman di sini selama tiga bulan.
"Benar, bertahanlah demi emas Ratu … Renee."
Wanita itu menghela napas, berbaring dan mulai memejamkan matanya, ia langsung terlelap dalam hitungan detik.