Keesokan harinya, Renee dikejutkan dengan Ivana yang tiba-tiba saja muncul di tepi ranjangnya, ia langsung bangkit dengan ketakutan.
"Apa yang kau lakukan? Kenapa masuk ke dalam kamarku?!"
"Sudah pagi." Ivana seperti seorang Ibu tiri yang memergoki anaknya bangun kesiangan. "Matahari sudah setinggi menara dan kau belum bangun."
Renee melihat jendela yang gelap, dalam keadaan seperti ini siapa yang bisa membedakan antara siang dan malam? Semuanya terlihat gelap di mana-mana.
Renee tidak tahu apakah ia harus menyalahkan dirinya atau semua keanehan yang ada di Mansion ini.
"Maaf, aku … aku akan mandi dulu …." Renee bangkit memakai sepatunya, tangan Ivana tiba-tiba menariknya menuju pintu.
"Tidak perlu, aku punya tugas penting untukmu."
Renee hampir diseret oleh Ivana dengan tangannya, ia tergopoh-gopoh mengikuti wanita itu ke sebuah ruangan yang penuh dengan pakaian yang digantung, ruang cuci. Pakaian-pakaian itu terlihat kotor di mana-mana dan ia tidak tahu berapa lama pakaian itu ada berada di sana.
"Selesaikan ini semua."
"Bu … bukankah aku di sini untuk melayani … Tuan Leo?" Renee malah balik bertanya, siapa pun yang akan melihat tumpukan pakaian itu akan bergidik, terlalu banyak dan ruangan ini tidak memiliki sinar matahari, bagaimana mungkin bisa kering?
Ivana tidak menanggapi apa yang dikatakan Renee, ia berjalan ke arah pintu, menyentuh kunci yang masih terpasang di sana.
"Ini adalah hukuman."
"Apa?" Renee membulatkan matanya, kaget.
"Aku sudah mengatakan aturan Mansion ini kemarin dan kau melanggarnya sekaligus, tepat di depan Tuan Leo." Ivana menatap Renee dengan datar, lalu memutar kunci di pintu. "Jangan khawatir, setelah mencuci semua pakaian, kau juga harus mencuci semua piring di dapur."
Pintu kemudian ditutup dan suara kunci yang diputar terdengar jelas, Renee memekik marah.
Sial, Leo sengaja membuatnya menderita!
Renee memejamkan matanya dengan marah, menatap tumpukan pakaian yang ada di sana, itu semua adalah pakaian pelayan, bukan pakaian Leo sama sekali.
"Sial! Sial!"
Renee mengusak rambutnya, kemudian seakan tersadar oleh sesuatu, ia menarik napas dalam-dalam dan tersenyum. "Sabar, demi emas Ratu, aku harus sabar dalam situasi seperti ini."
Renee memijit pelipisnya dengan pelan, bahkan jika ia menghabiskan waktu selama seharian penuh, ia tidak akan bisa menyelesaikan ini semua. Wanita itu mulai bertanya-tanya, sebenarnya ada berapa banyak pelayan di Mansion ini sampai semua pakaian bisa menumpuk sebanyak ini?
Dan mengapa Renee tidak melihat mereka bekerja hari ini?
Yang ada ia hanya melihat Ivana di mana-mana.
Renee mengeluh, tapi ia tidak berani untuk diam, ia bergerak mencuci satu demi satu pakaian hingga ia merasa tangannya kram, barulah Ivana datang dengan sebuah lentera di tanganny.
"Berdirilah," kata Ivana dengan nada datar seperti biasa. "Kau harus menjalani hukuman yang kedua."
Renee langsung menyeka tangannya, melompat tanpa basa-basi ke depan Ivana, takut kalau wanita itu akan berubah pikiran dan mengurungnya di tempat yang dingin ini.
Ivana langsung membawa Renee untuk keluar dari ruang cuci menuju dapur, ada setumpuk piring kotor di sana lengkap dengan remahan roti dan kuah kaldu yang mengeluarkan aroma yang tidak sedap, gelas dan cangkir bekas teh dan kopi juga menumpuk, seakan belum pernah dicuci selama berhari-hari.
Renee menatap tangannya yang mengeriput karena terlalu lama mencuci pakaian, ia tidak tahan lagi, di sini gelap dan tidak nyaman, ia tidak hanya merasa tertekan, tapi juga mulai merasa sedikit demi sedikit mulai kehilangan kewarasannya.
"Apa tidak ada Pelayan lain di rumah ini? Kenapa bisa ada cucian piring sebanyak ini?"
"Mereka semua diliburkan, khusus untuk memberimu hukuman."
Renee tertegun, kemudian menatap Ivana dengan sengit, ia sangat ingin mengeluarkan sumpah serapah.
Mereka pasti sudah tahu tentang dirinya, mereka sengaja menyiksanya agar ia menyerah dan melarikan diri dari tempat ini!
Renee menarik napas, menahan emosinya.
Demi emas Ratu, ia harus bertahan. Demi kedai mie yang ia impi-impikan di masa depan, ia harus bertahan.
"Oke, aku akan mencucinya, aku akan mencucinya sampai bersih." Renee berbalik dengan perasaan dongkol, Ivana tidak mengatakan apa-apa dan pergi, ketika Renee pikir Ivana tidak akan kembali padanya dalam waktu dekat, ternyata ia salah.
Ivana datang, dengan piring kotor lain di tangannya. Wanita itu menatapnya dengan datar dan duduk di meja makan, seakan sedang mengawasinya.
Renee rasanya ingin menangis, ia menahan sejuta keluhan dan terus mencuci sampai ia merasa tangannya akan membengkak karena terlalu lama berada di air, suara piring yang berderak terus terdengar hingga beberapa jam ke depan.
"Apa tidak ada keringanan hukuman padaku? Aku tidak bisa menyelesaikan ini semua." Renee mengangkat tangannya dari air, lalu mengusap pelipisnya yang panas berkeringat.
"Ada," kata Ivana dengan tenang. "Minta maaf pada Tuan."
"Sungguh?" Renee hampir tidak percaya, jika itu benar, ia seharusnya melakukannya lebih awal sebelum tangan dan kakinya mengeriput dan mengalami gatal-gatal. "Aku akan melakukannya, di mana dia sekarang?"
"Di ruang kerja." Ivana menunjuk ke arah ruang kerja dan Renee tanpa basa-basi langsung melesat menemui Leo.
"Aku belum bilang kalau Tuan tidak bisa diganggu ketika bekerja," lanjut Ivana sambil menggelengkan kepalanya. Wanita itu tidak berniat menyusul Renee, ia malah mengambil teko air panas dan membuat teh untuk dirinya sendiri.
Sementara itu, Renee yang berjalan dengan cepat ke ruang kerja dan menemukan Leo yang sibuk dengan sejumlah dokumen yang ada di depan mejanya.
"Kau datang tepat waktu, bantu aku memilah semua dokumen ini." Leo melambaikan tangannya dan menunjuk lima tumpukan dokumen yang ada di sampingnya, Renee yang bahkan belum mengucapkan sepatah kata pun melotot.
Laki-laki di depannya ini sebenarnya sengaja, ia ingin membuatnya menderita.
"Kau sebenarnya sengaja, kan?!" Renee menunjuk Leo dengan sedih, bibirnya gemetar karena berusaha menahan umpatan. "Kau … bagaimana kau bisa melakukan ini padaku?!"
Leo mengacuhkannya, tanganya sibuk menulis sesuatu di kertas, Renee sudah kehilangan kesabarannya dan tanpa basa-basi langsung menarik kerah baju laki-laki itu.
Leo mendongak menatap Renee, ia menatap wanita itu dari ujung kaki sampai kepala, lalu menyeringai lebar.
Renee tertegun, dalam waktu singkat rumor-rumor yang beredar di sekitarnya tentang sang Marquis kembali terlintas di benaknya, seakan-akan seringai yang ia lihat itu telah menunjukkan segalanya dari sisi gelap Leonardo Emmanuel yang sebenarnya.
"Benar, aku sengaja."
Suara Leo amat pelan, hampir terdengar seperti bisikan lirih yang berhembus di telinganya, namun mampu membuatnya merasa merinding dan kakinya terasa lemas.
Renee menarik napas, setelah mendengar jawaban dari Leo, jantungnya langsung berdebar dengan keras, ia langsung melepaskan tangannya dari Leo dan menatap laki-laki itu dengan ketakutan.
Sepertinya ... ia telah mengirim dirinya pada orang yang salah!