"hey, ada apa lagi ini?" ilham melepaskan tangan andre dari kerah bajunya.
Maju melangkah ke tengah dua bersaudara itu untuk melerai mereka.
"ada apa katamu?" andre tampak geram dengan mata penuh dengan kebencian "aku sudah membaca laporan mengenai hasil risetmu mengenai penyakit hyperplexia karena mutasi gen. Pengobatan ini belum pernah dilakukan pada penderita seperti junior. Apa kau menjadikannya bahan percobaan?"
"andre tenanglah. Kita bicarakan ini baik-baik" meri mencoba menenangkan andre.
"kau. Apa kau juga berbohong padanya mengenai metode pengobatan mu ini?"
Ilham terdiam melihat bagaimana reaksi andre yang begitu geram karena pengobatan putranya. Dia hanya berusaha yang terbaik untuk menyembuhkan putranya.
"andre, aku tahu semuanya. Aku tahu mengenai pengobatan ini" meri membela ilham.
Dia memang sudah di beritahu bahwa penyakit junior merupakan projek yang baru saja di selesaikan ilham dalam dua bulan terakhir. Walaupun suaminya tidak mengatakan bahwa pengobatan itu masih baru, meri sudah cukup memahaminya sejak awal.
"what?? Meri, are you stupid? He is your son right"
Merasa di posisi yang benar, andre tidak berniat untuk mengalah, di pikirannya hanya bagaimana dia bisa membawa junior pergi dan melakukan pengobatan yang lainnya.
"ini memang masih baru, tapi tingkat keberhasilannya sangat tinggi. Kau harus percaya okey" ilham membuka suara.
"aku tidak akan menempatkan kesehatan putraku sebagai bahan taruhan untuk menguji keberuntungan dan keberhasilan risetmu"
Tak ingin menjadi beban bagi meri serta mengganggu proses pengobatan junior, ilham menarik andre menjauh dari ruang perawatan. Sementara dia meminta meri agar tetap berada di depan ruangan menunggu jika ada sesuatu yang di perlukan oleh dokter.
"aku hanya ingin membantumu. Meri sangat menyayangi junior, dia hanya ingin kesembuhan untuk putranya. Aku memahami kecemasanmu tapi.."
"dia putraku, kau tidak akan memahami bagaimana perasaanku jadi berhenti bersikap seolah kau mengerti semuanya" andre lebih dulu membuka suara saat sudah berada di luar rumah sakit.
"aku tahu dia putramu secara biologis. Tapi aku juga ayahnya baik itu melalui ikatan batin atau ikatan pernikahan. Aku bersamanya sejak ia bahkan belum mengenalmu"
"aku hanya ingin putraku. Kau boleh bersama meri, tapi tak akan kuserahkan junior. Aku yang akan melindunginya"
"berhenti keras kepala. Mereka sudah mengetahui tentangmu dan meri. Semakin tidak aman bagi junior bersamamu. Serahkan dia padaku, aku tahu ini hanya akal-akalanmu untuk mencari alasan mengambilnya secara paksa dari meri" ilham sangat mengenal kepribadian adiknya itu.
Sejak awal, ilham sudah curiga dengan sikap tenang andre dalam menghadapi pernikahannya dan meri.
"kita sudah membuat kesepakatan bukan?" andre mengingatkan ilham.
"sayangnya aku berubah pikiran" jawab ilham tegas. "aku pasti akan memaksamu menyerahkan junior padaku lagi"
Meri menanti dengan perasaan cemas. Entah apa yang ia cemaskan, ia cemas andre akan mengganggu proses pengobatan junior atau dia cemas dengan kesembuhan junior. Dia mencemaskan dua pria berharga yang mengisi hidupnya itu. Ilham memiliki sikap tenang dan bijaksana, meri merasa hanya akan sia-sia mengkhawatirkan suaminya itu. Ilham bahkan lebih bisa di andalkan mencari solusi saat terpojok sekalipun.
Langkah kaki yang berat dengan langkah cepat terkesan terburu-buru semakin mendekat. Meri memalingkan wajahnya melihat ke arah suara itu berasal. Andre berjalan mendekat melewati meri dan menerobos masuk ke ruang perawatan junior.
Sementara itu ilham berdiri di samping meri menunggu andre keluar dengan junior di dalam pelukannya.
Meri awalnya tidak bereaksi namun saat andre melangkah melewatinya lagi bersama junior di gendongannya membuat refleksnya bekerja. Tangannya dengan cepat menahan lengan andre.
"mau kau bawa kemana junior?" meri semakin khawatir saat andre menghempaskan tangannya hingga tangan meri terlepas.
"aku yang akan bertanggung jawab untuk kesembuhan junior. Aku bukan dokter bedah, tapi di amerika masih banyak dokter yang bisa menyembuhkan dengan pengobatan yang sudah teruji sebelumnya"
Terkejut, meri menatap tajam mata andre. Pria di hadapannya itu sudah meninggalkannya saat ia hamil, dan sekarang akan memisahkan ia dan putranya setelah dia membesarkan junior.
"apa kau tidak waras. Bagaimana bisa kau memisahkan junior dariku. Dia putraku"
"aku ayahnya" ujar andre lantang sambil mendekap junior yang menangis mendengar ayah dan ibunya bertengkar.
"andre, persetan kau ayahnya atau bukan. Tapi aku yang berjuang sendiri saat mengandungnya. Kau tidak bisa melakukan ini padaku" suara meri bergetar menahan emosi bercampur air mata.
"meri sudahlah" ilham menenangkan meri karena mendengar perubahan suara istrinya itu yang mulai parau.
Dia sangat memahami bagaimana perasaan meri yang sakit karena akan di pisahkan dengan putra kesayangannya. Dia tahu bagaimana meri berjuang mengingat setiap detik yang ia lalui saat mengandung junior hanya untuk menyempurnakan kisahnya bersama putranya itu.
Suatu hal yang wajar jika sebagai ibu ia bertahan dengan sikap tegasnya untuk bersama putranya. Di tambah lagi saat ini junior dalam keadaan sakit dan memerlukan dukungan dari ibunya. Tapi tak banyak yang bisa dia lakukan. Selain mencoba menenangkan istrinya itu.
"kalau begitu ikutlah denganku. Kita bisa ke amerika bersama menjaga dan merawat junior bersama seperti dulu. Itu cukup adil dan baik untuk kesembuhan junior" andre tak ingin mengalah.
"ini keterlaluan. Mengapa harus aku dan putraku? Jika masih ada masalah di antara kalian berdua jangan libatkan anakku" kesabaran meri mulai habis menghadapi ke egoisan dua bersudara itu.
"meri, aku hanya memikirkan kesembuhan junior" kilah andre.
"apa kau pikir aku sebodoh itu? Jika kau memikirkan kesembuhan junior, kau sudah melakukannya sejak lama. Kita berdua sudah lebih dulu mengetahui kelainan pada junior, bukankah kau juga sudah mendiagnosa bahwa itu hyperplexia? Tapi apa yang kau lakukan? Kau hanya diam dan menunggu hingga ilham tahu dan mengambil tindakan pengobatan. Hanya agar kau bisa memiliki kesempatan untuk menjatuhkannya. Kau sudah menggunakanku untuk membalas dendammu pada ayahnya. Mengapa menggunakan putraku untuk membalas ilham lagi?" meri berteriak histeris merasa hidupnya benar-benar runtuh karena ulah dua pria di hadapannya itu.
" meri, tenanglah. Kita akan menjemput junior nanti. Junior putramu dan tak ada yang bisa menentang hal itu" ilham mencoba merangkul meri.
Dengan gerak cepat meri menepis tangan itu.
"menjemput katamu? Sejak kapan aku setuju melepasnya. Kau... Kau tahu sejak awal andre akan datang untuk membawa pergi junior karena itu kau berbicara omong kosong malam itu"
"aku mohon tenanglah. Junior shock melihatmu seperti ini" ilham tak kuasa melihat meri meluapkan emosi dalam tangisnya.
"dia, putraku seperti sekarang ini karena kalian. Dia sakit seperti ini juga karena kalian. Mengapa kalian tidak bisa berhenti menyiksaku?" teriak meri memegang kepalanya yang mulai terasa berat.
"kondisimu saat ini tidak memungkinkan untuk merawat junior jadi biarkan aku yang merawatnya. Kecuali jika kau ingin ikut bersamaku" andre melangkah menjauh bersama junior yang menangis sambil melambaikan tangannya ke arah meri seakan ia ingin tetap bersama ibunya.
Hatinya sebagai ibu hancur melihat tangis pilu di wajah putra semata wayangnya itu. Meri melangkahkan kakinya untuk mengejar junior tapi tangan ilham memegang tangannya.
"aku mohon jangan lagi" ilham menggenggam erat tangan istrinya, memohon agar meri tidak meninggalkannya untuk kedua kalinya.
Merasa tak berdaya, meri terduduk lemas di lantai rumah sakit dengan pandangan orang-orang di sekitarnya yang turut merasa iba melihat perpisahan mengharukan antara ibu dan anak itu.
"kita akan membawanya kembali" ilham dengan hati-hati memeluk meri yang sedang terluka dan terkulai di lantai tanpa daya.
"aku tidak mau hidup lagi. Ini terlalu berat, aku tidak akan bisa melewati ini. Aku tidak bisa. Aaaaa" meri menangis, mengeluh, meraung dan meluapkan semua emosinya dalam pelukan ilham. "pria itu, dia benar-benar ingin membunuhku perlahan. Dia tidak bisa membiarkan hidupku tenang. Aku tidak pernah berbuat salah padanya, aku bahkan tidak membalas semua sikap buruknya padaku. Dia terus saja menghukumku"
"maafkan aku" ilham merasa hatinya remuk mendengar istrinya bahkan berharap kematian. Wanita periang dan berpikir jauh ke depan kini merasa hidupnya berhenti dengan luka yang tak bisa di ukur seberapa dalam.
Sebagai suami, ilham cukup tahu dirinya gagal menjaga keutuhan keluarganya. Dia gagal memberikan kebahagiaan di dunia yang ia janjikan kepada istrinya. Dia bahkan gagal sebagai dokter untuk menyembuhkan pasiennya.
"aku benar-benar akan gila. Mengapa semuanya terulang kembali? Dulu kau, rian, andre dan sekarang junior. Mengapa takdir buruk selalu saja menimpaku?"
"meri, aku ada di sini. Kita akan membawanya kembali. Bersabarlah sebentar saja"
"ilham, mari kita berpisah"
"apa yang kau katakan? Berhenti berbicara omong kosong" nyawanya seakan di cabut mendengar kata pisah bahkan saat pernikahannya belum satu minggu.
"Aku hanya ingin putraku. Aku tidak menginginkan yang lain. Aku bahkan siap hidup seburuk apapun selama putraku bersamaku. Dia hidupku"
"aku tahu. Bersabarlah dan tunggu saja. Aku akan membawa kehidupanmu itu kembali. Tapi ku mohon tetaplah bersamaku" air mata yang sudah lama tak mengalir itu kini mulai menetes tak terbendung. Ilham menepis rasa sakitnya dan mengendalikan emosinya.
Tekadnya sudah bulat untuk mempertahankan meri dan junior agar tetap bersamanya. Tak perduli dengan cara apapun, dia pasti akan membawa junior kembali.