Hari ini kelas sebelas ips memasuki pelajaran olahraga, dimana saat ini jadwal mereka adalah praktik bermain bola basket. Bagi seluruh siswa laki-laki mungkin menyenangkan, lain hal nya dengan siswa perempuan. Seperti yang kita ketahui pada umumnya, jika para perempuan sudah bermain bola sepak atau basket, pasti yang terjadi hanyalah pertengkaran atau suara jeritan khas yang membuat suasana menjadi ramai.
Irona dan Arin sedang berada di dalam toilet, mereka sibuk mengganti pakaian menjadi seragam olahraga. Seragam berwarna biru tua di padukan dengan biru muda, dengan baju lengan pendek dan celana kolor pendek berwarna biru di padukan dengan hitam.
"Rin, udah beres belom?," Irona berteriak di depan pintu toilet yang sedang Arin tempati. Ia memang sudah selesai terlebih dahulu. Karena hari ini ia akan berolahraga, rambut yang biasanya tergerai indah sengaja di ikat seperti kuncir kuda. Namun tidak menghilangkan kesan cantik di wajah Irona, tetap saja gadis cantik di bentuk seperti apapun akan tetap cantik.
"Iya ini gue keluar," sahut Arin sebari membuka pintu toilet. Sama hal nya seperti Irona, Arin mengikat rambutnya ala-ala kuncir kuda agar tidak merasa gerah dan panas.
"Yuk," ajak Irona sebari menggandeng tangan Arin. Kedua gadis cantik itu berjalan menyusuri koridor menuju lapangan yang berada di dekat tempat parkir sekolah, itu artinya tepat di depan gerbang utama. Seluruh pasang mata kaum lelaki tidak lepas memperhatikan keduanya, mata-mata nakal itu menatap Arin dan Irona secara takjub, atau sebaliknya.
"Irona seksi banget"
"Arin bening amat"
"Irona bener-bener cantik dari lahir"
Kira-kira seperti itulah sahutan siswa laki-laki yang berada di koridor yang menyaksikan Irona dan Arin. Sedangkan mereka yang dimaksud hanya memutar bola mata jengah. Irona dan Arin bukan tipe perempuan yang senang di goda, justru mereka sangat tidak suka jika ada lelaki yang memuji secara terang-terangan. Terutama Irona, ia tidak ingin di anggap sebagai gadis murahan atau ada yang menganggap dirinya rendah.
Selang beberapa menit mereka pun sampai di tepi lapangan outdoor, seluruh siswa kelas sebelas ips sudah berkumpul dan siap melakukan pemanasan.
"Gays, hari ini Pak Hendri ngga bisa masuk, ada urusan mendadak. Jadi kita semua disuruh latihan buat praktek minggu depan," tutur Galih, ketua kelas di sebelas ips.
"Huuuuu," sorak sorai terdengar riuh di tengah lapangan. Siapa yang tidak senang kalau guru yang akan mengajar tiba-tiba berhalangan hadir.
"Yes, gue males banget sebenernya. Eh gurunya ngga masuk. Emang rezeki anak sholehah," Arin mengusap-usap dadanya, merasa bersyukur dan senang ketika mendengar informasi mendadak tadi.
"Irona," terdengar suara barithon dari arah belakang, ia adalah Zio. Dengan penampilan maskulin dan tatanan rambut yang sangat menawan, padahal mereka hanya akan melakukan olahraga, seharusnya tidak perlu berpenampilan serapi itu kan?.
"Kenapa lo?," seperti biasanya, Irona akan menjawab ketus ketika sedang berbicara dengan Zio. Baginya Zio tetaplah Zio, lelaki paling menyebalkan se antero Altamevia.
"Galak banget jadi cewek. Gue cuman mau bilang," ujar Zio, lalu ia melangkah mendekat ke arah telinga Irona, "rambut lo ada ulet nya," lanjutnya dan langsung berlari meninggalkan Irona.
Irona refleks memegang rambut bagian atasnya, namun ia tidak menemukan apapun.
"Ziooo.... ," Irona berteriak sekencang mungkin, bisa-bisa nya ia tertipu oleh laki-laki sejenis Zio. Harusnya ia tahu kalau apapun yang di lakukan Zio tidak pernah benar.
"Sini lo jangan kabur!," ia berlari mengejar Zio yang telah menghindar terlebih dulu.
"Haha.. mampus gue kerjain," Zio tertawa puas dan lepas, ia senang dan bahagia melihat raut wajah Irona yang kesal.
"Sini lo, cowok kambing"
"Yee.. cewek jadi-jadian"
Terjadilah aksi kejar-kejaran antara Irona dan Zio yang membuat lapangan menjadi ramai karena gelak tawa seluruh siswa kelas sebelas yang sedang menyaksikan mereka.
"Eh di liat-liat, Irona sama Zio cocok ya," ucap Arin yang sedang memperhatikan sahabatnya itu.
"Iya, cuman mereka aneh, tiap ketemu masa berantem mulu," timpal Daffa. Mereka berdua sedang asyik duduk di bawah pohon mangga sebari menyaksikan drama India yang di perankan oleh Zio dan Irona.
Bruk..
Selang beberapa menit kemudian terdengar suara seseorang jatuh, "aagh" Irona meringis ketika melihat lutut nya memar dan sedikit ada bercak darah, ia terjatuh ketika fokus mengejar Zio dan kaki nya tersandung. Lapangan outdoor yang berlapisi aspal di tambah cuaca yang mulai panas membuaymt aspal tersebut menjadi panas, tidak heran kalau lutut Irona langsung memar dan mengeluarkan darah.
"Sakit," lirihnya, Zio berhenti ketika mendengar lirihan seseorang, ia segera berbalik, dan benar saja Irona terjatuh. "Irona," Zio segera berlari kencang dengan raut muka yang khawatir dan sulit di artikan. Ia tidak mau melihat Irona nya terluka, apalagi ketika melihat luka di lutut Irona, hatinya sakit.
"Rona," Zio berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Irona
"Zio sakit," Irona berkata dengan lirih, air mukanya begitu memilukan dan air mata sedikit menetes dari kedua retina matanya. Zio tidak menjawab apapun, ia langsung membawa Irona pergi dengan menggendong ala bridal style, ia berjalan dengan tergesa-gesa khawatir kalau luka Irona akan menjadi infeksi. Zio tidak menghiraukan pasang mata yang memperhatikan mereka, yang saat ini ia fokus kan adalah Irona, Irona nya.
"Zio cepet," Arin menginterupsi, ia sudah melihat apa yang terjadi dan Arin tidak berpikir apapun tentang Zio, ia memikirkan Irona, sahabatnya. Mereka membawa Irona ke uks sekolah, Zio membaringkan tubuh Irona di atas tempat tidur berwarna biru muda khas rumah sakit di luaran sana, ia dengan cekatan mengambil obat-obatan di kotak p3k.
"Zio sakit," Irona kembali merintih kesakitan, Zio yang melihat itu pun tidak tega namun bingung harus berbuat apa.
"Sabar ya, gue obatin dulu," ia hanya memberi seulas senyuman kepada Irona berharap Irona mengerti dan bisa menenangkan diri. Zio mulai membasahi kapas dengan alkohol yang berada dalam kotak p3k, ia harus membersihkan luka Irona agar kuman2 yang mengendap juga mati. Zio mulai mengolesi secara perlahan, agar tidak menimbulkan rasa sakit dan perih.
"Aw.. Zio pelan-pelan,"
"Iya, ini udah pelan kok. Lo tahan dikit ya" lihatlah, seorang Zio yang biasa sinis pada Irona, hari ini berhasil menjadi singa yang jinak. Begitulah cinta, saat pasangan kita terluka, jangankan menyakiti, melihat mereka menangis pun tidak ingin.
Selesai dengan membersihkan luka Irona, Zio kembali mengambil obat merah dan menutupnya dengan perban, "gimana Irona?," Arin dan Daffa terlihat muncul bersamaan, mereka terlihat tergesa-gesa sebari membawa kantung plastik berisikan air mineral dan roti. "udah baikan kok," ucap Zio, "Syukurlah. Nih gue bawain minum sama roti," Arin menyerahkan pada Irona, dan ia duduk di samping Irona.
"Makasih," balas Irona dan memberi senyuman manis.
"Tapi Zio sweet banget ya, ngga nyangka gue dia bisa kayak gitu" ucap Arin sebari menoleh ke arah Zio, dengan senyum yang mengembang memamerkan tataan giginya yang rapi.
"Ehem.. gue ngga mau aja musuh gue kenapa-kenapa, entar gue ngga ada orang lagi yang buat di ajak berantem," Zio tetap Zio, entah sampai kapan ia akan menyembunyikan perasaannya. Irona hanya mendelik mendengar ucapan Zio, lututnya sakit, dan ia juga mempunyai hutang nyawa pada Zio.
"Yaudah gue sama Daffa keluar dulu," Zio meninggalkan Irona dan Arin, ia merangkul bahu Daffa yang sedari tidak mengeluarkan kata apapun. Zio berjalan menyusuri koridor dengan tangan kiri yang di masukan kedalam saku celana membuat penampilannya begitu menawan di mata perempuan.
"Liat tuh si Zio, tadi abis nolongin Irona. Kayaknya mereka bakal jadian," terdengar bisikan-bisikan dari beberapa siswi di koridor, namun Zio hanya tersenyum sinis dan melanjutkan jalannya. Ia tidak ingin dibuat pusing oleh semua omongan mereka, apapun yang terjadi nanti biarlah itu menjadi urusannya dengan Irona.