Cinta merupakan salah satu anugerah Tuhan yang paling tidak bisa di hindari. Bahkan ada pepatah yang mengatakan bahwa cinta bisa jatuh pada siapa saja, sekalipun itu orang yang paling kita benci. Armada pun mengatakan, awas jatuh cinta, ketika kamu membenci seseorang secara berlebihan. Sensasi yang di akibatkan dari jatuh cinta sendiri bermacam-macam, ada yang merasa bahwa dunia hanya milik berdua, yang lain ngontrak, ada yang merasa setiap hari hidupnya dipenuhi oleh bunga-bunga matahari yang sedang mekar dan akan di panen menjadi kuaci. Fase terseram dalam cinta adalah patah hati, dimana kondisi seseorang akan berubah seratus delapan puluh derajat daripada ketika ia merasakan jatuh cinta. Ia akan merasakan sesak, demam bahkan muntah-muntah, muntah janji palsu yang di cekoki oleh sang mantan maksudnya.
Irona bergidik ngeri ketika membaca keterangan tentang cinta tersebut, ia dengan sengaja mencari tahu apa itu cinta, dan bagaimana sensasi yang dirasakan. Ia pun tidak tahu mengapa tiba-tiba ia melakukan pencarian semacam ini, padahal ia sendiri masih belum mengerti dengan keadaan hatinya. Setelah bertatapan dengan Zio tadi di sekolah, ada rasa yang aneh menjalar di sekujur tubuhnya, entah apapun itu ia tidak tahu. Irona selalu merapalkan doa dan komat-kamit supaya itu bukanlah pertanda cinta.
"Gue ngga mungkin jatuh cinta sama Zio", Irona bermonolog sebari menatap langit-langit kamarnya. Lalu matanya melirik ke arah kotak musik yang ia simpan di atas meja belajarnya, kotak musik yang diberikan oleh seseorang yang sangat misterius, tidak tahu siapa pengirimnya. Irona berjalan mendekati kotak musik itu dan menyalakan tombol power on di belakangnya, seketika kotak tersebut berbunyi dengan indah, membuat siapa saja akan terbuai, dan patung seseorang sedang menari balet bergerak-gerak dengan lihainya. Irona tersenyum, merasakan ketenangan dalam hatinya.
"Kalo bener ini dari lo Aksa, gue ucapin makasih. Semoga kita cepat bertemu," air matanya menetes, ada kerinduan yang menjalar di dalam dada sana, ada cerita yang belum usai bahkan baru di bab pertama, belum ada kata perpisahan yang sesungguhnya.
Saat ini hati Irona sedang tidak baik-baik saja, ia merasakan hal yang berbeda dari sebelumnya. Tidak ada keceriaan seperti biasanya, ia memikirkan dua orang lelaki yang saat ini selalu hadir di dalam pikirannya, Zio dan Aksa. Irona berjalan lesu di sepanjang koridor, ia benar-benar tidak memiliki semangat seperti biasanya. Namun dari kejauhan Zio sudah melihat Irona, ia merasa kacau saat melihat raut wajah Irona yang muram. Apa gue suka beneran sama dia, pikirnya. Zio mulai menyadari hal ini sejak lama, ia merasa senang saat berada di samping Irona, walaupun mereka tidak pernah akur.
Zio mengambil ancang-ancang untuk mulai menjahili Irona, ia berjalan menghampiri Irona yang sepertinya tidak memperhatikan area sekitar, sehingga dengan sengaja Zio menabrak bahu Irona dengan sengaja yang membuat gadis itu terperanjat dan menegakan kepalanya. Ia melotot melihat Zio yang dengan sengaja membuat onar di pagi buta.
"Lo ngga punya mata ya?," Irona menggeram dengan sangat kesal, bola matanya seolah ingin keluar dari tempat persembunyiannya.
"Santai dong. Lo tuh kalo jalan makanya tegak, jangan nunduk. Liatin apa? duit recehan, hah?," tutur Zio sebari tersenyum mengejek, ia sengaja melakukan ini agar Irona kembali ceria seperti biasanya.
"Cih, lo kurang kerjaan apa emang sengaja mau bikin mood gue tambah ancur? mau gue jalan nunduk kek, kayang kek, itu urusan gue. Kenapa lo yang repot," Irona mendecih sebari memalingkan wajah, ia bersidekap dada di hadapan musuh bebuyutan nya itu. Irona menatap sekeliling, ternyata seluruh siswa di koridor memperhatikan mereka berdua, berasa nonton drama korea kali ya.
"Heh Rona, gue jalan udah bener. Lurus ke depan, lah elo yang jalan nya meleng. Makanya jangan seenak jidat kalo jalan, kalo mau ngelamun noh di belakang sekolah, biar kesurupan sekalian," terdengar kikikan dari siswa Altamevia yang sedang menonton mereka. Irona terdiam, sial, pikirnya.
"Males gue ngomong sama cowok setengah mateng kayak lo," ia menyerah lalu pergi meninggalkan Zio. Sedangkan lelaki tampan itu terkejut ketika Irona menyebutnya 'cowok setengah mateng.'
"Heh cewek jadi-jadian, gue bukan cowok setengah mateng ya. Gue ini laki-laki tulen, kalo lo ngga percaya, ayo kita buktiin. Gue tunjukin ke lelaki-lakian gue sama lo," Zio berteriak dengan nafas naik turun dan hidung kembang kempis, terdengar gelak tawa dari siswa yang menonton mereka tadi. Namun Irona tidak peduli, ia tetap melanjutkan jalan nya tanpa menoleh ke belakang. Jiwa nya lelah dan hatinya benar-benar kacau sejak kemarin, tidak ada waktu untuk meladeni Zio, laki-laki yang beberapa hari ini bermuara dalam pikirannya.
Irona tiba di dalam kelas, ia menemukan Arin yang sudah datang terlebih dahulu. Arin terlihat sedang membaca sebuah novel, mungkin novel bernuansa roman karena sedari tadi ia hanya senyum-senyum sendiri dan tidak menyadari kalau Irona duduk di sampingnya.
"Lo udah dateng, Na," Arin mungkin menyadari pergerakan di samping kiri nya, ia menoleh dan melihat Irona dengan wajah yang sangat kusut.
"Lo kenapa?," Ia mengerutkan kening ketika memperhatikan wajah sahabatnya yang sangat tidak bersahabat pagi ini.
"Gue mau curhat," lanjut Irona dengan tatapan sendunya, ia duduk menyamping menghadap Arin.
Arin menaikan sebelah alisnya, terlihat bingung, "tumben", lanjutnya.
"Ck, gue serius Arin," Irona berdecak kesal.
Arin terkikik geli melihat ekspresi wajah Irona, karena tidak biasanya ia membuka sesi curhat seperti ini. Irona memang termasuk gadis yang tertutup, ia tidak akan menceritakan sesuatu hanya dengan cuma-cuma, maksudnya ia tidak mudah percaya dengan orang walaupun itu Arin, ia selalu merasa malu dan takut.
"Gue bingung," Irona melemaskan bahu nya, seperti sedang meringankan beban yang bertumpu pada kedua bahunya.
"Bingung kenapa?," Arin yang peka langsung mengusap bahu Irona, ia menyadari kalau masalah Irona memang serius.
"Gue lagi suka sama cowok deh kayaknya," Irona menoleh sekilas ke arah Arin, ia sebenarnya malu mengakui ini, namun ia butuh orang seperti Arin, karena memang Arin lah yang jago dalam hal-hal seperti ini.
"Lo serius?," Arin terperangah. Setelah sekian lama ia menantikan momen seperti ini, melihat Irona merasakan cinta, lagi. "Siapa cowoknya," Arin menggoyang-goyangkan bahu Irona, dengan semangat delapan enam ia siap memberikan sejuta trik dan juga cara memikat lelaki.
Irona memutar bola matanya jengah, sudah ia duga akan seperti ini akhirnya. Arin pasti akan semakin merecoki mood nya, "ada lah cowok, tapi gue ngga tau dia sekarang dimana,"Irona berkata lirih. Ia menatap kosong ke depan kelas.
"Maksud lo?," Arin mengkerutkan kening, ia benar-benar di buat bingung oleh Irona. Jadi, ia harus memberi trik seperti apa kalau lelaki yang Irona maksud tidak tahu keberadaannya?
"Udah ah, ntar aja gue ceritanya, yang pasti gue sekarang lagi jatuh cin-------"
"Ta. Lo pasti jatuh cinta sama gue kan?," sergah Zio. Belum sempat Irona melanjutkan perkataannya, tiba-tiba Zio datang bersama Daffa dan berdiri tepat di hadapan Irona dan Arin.
Irona lagi-lagi dibuat kesal oleh kelakuan Zio, ia menggeram dan mengepalkan kedua telapak tangannya, "lo tuh ya manusia ngga ada akhlak tau ngga, kayak jelangkung. Dateng ngga di undang, pulang ngga di anter," Irona mengencangkan suaranya, ia benar-benar naik darah oleh kelakuan teman sekelasnya itu.
"Yaudah lo anterin gue aja, supaya gue ngga jadi jelangkung," Zio menaik turunkan kedua alisnya, ia senang melihat raut wajah Irona yang kesal, karena baginya akan terlihat lebih----cantik dan lucu.