"Aku terima nikahnya Sahnaz binti Haji Yusuf Ibrahim dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai".
"Sah ?"
"Sah"
"Peringkat Cumlaude Ramona Hendrinata SE"
"Selamat mona, kau memang yang terbaik" Maya memeluknya erat setelah acara wisuda selesai digelar. Seakan ada sesuatu yang hilang dari dirinya...Lupakan Fajar, kata-kata itu yang muncul berulang-ulang seakan dibisikkan ditelinganya.
"Rasanya aku ingin kembali ke kampung halaman besok".
"Sekalian ambil Ijazah dulu, aku rencana minggu depan balik ke kota T" Ujar Maya.
"Bukankah sekarang disana sedang dilanda konflik ?" Tanya Ramona.
"Makanya itu aku ingin pulang, aku teringat dengan keluargaku yang ada disana"
"Oh...ayo kita booking tiket sama-sama, Jika bukan karena janjiku, aku ingin ikut denganmu".
"Yah, Kapan-kapan ke kota T ya ? bawa suami tampanmu itu"
Mereka berdua berpisah di persimpangan, Ramona hendak mengembalikan toga yang dipinjamnya.
Hampir sebulan Ramona dikampung halaman , setelah menerima Ijazah Ramona kembali ke desa Sekarwangi, Mayapun kembali ke Kota T. Tak tau apa yang diperbuatnya selain setiap hari mengunjungi makam ayah ibunya. Sesekali dia ke kota menjenguk adiknya Ifan. Ingin ke rumah Fajar tapi karena gengsi dan malunya lebih dominan makanya dia lebih memilih untuk menunggu.
Siang itu Nikita dan suaminya shooping di Atrium Jakarta, mereka berdua menuju lantai 3 tempat Es Teller 77, dan heiii itu bukankah Fajar ? siapa wanita disebelahnya ? Nikita bertanya-tanya dalam hati. Dia berbisik kepada suaminya.
"Sepertinya itu Fajar, aku samperin dia dulu yah, ayah duduk di pojok sana saja"
"Hai..." Sapa Nikita
Fajar terkejut, wajahnya pias....dengan gugup dia mempersilahkan Nikita duduk di hadapannya, sambil memperkenalkan.
"Ini istriku Sahnaz"
"Nikita" Nikita mengulurkan tangannya.
"Bisakah kita bicara berdua saja ?" Nikita seakan mengusir Sahnaz dengan halus.
Sahnaz memandangi suaminya seakan meminta persetujuan, yang langsung dianggukan kepala oleh Fajar.
"Sejak kapan ?" Tanya Nikita to the point.
"Sebulan yang lalu"
"Tahukah kau jika Ramona sedang menunggumu ?" Nikita tau hal itu karena dia seminggu yang lalu baru saja ngobrol jarak jauh dengan temannya itu. Tak ada yang dirahasiakan diantara mereka berdua, makanya Nikita sangat tau semua yang berhubungan dengan Ramona. Termasuk penantiannya yang tidak pasti.
"Setidaknya ucapkan selamat tinggal atau temui dia dan katakan sejujur-jujurnya"
"Aku tak sanggup menemuinya"
"Lalu ? Kau membiarkannya menunggu ?"
"Dasar pengecut, Ustad Fajar Abbas kau tidak layak memiliki gadis sebaik Ramona, brengsek...! Kau Pengecut,!" Nikita Histeris semua orang memandangnya, suaminya dan Sahnaz segera menghampiri.
"Kau...sungguh sangat tidak pantas memperlakukannya begitu, Aku membencimu, Pengkhianat !" Nikita menangis dipelukan suaminya. Suaminya tau bagaimana persahabatan isterinya dengan Ramona makanya dia tidak heran kenapa isterinya sampai histeris. Fajarpun mengetahui hal itu dia tidak marah sekalipun Nikita menghinanya, hinaan itu masih terlalu ringan untuknya.
Fajar sangat frustasi, dia memang pengecut setidaknya dia harus menemui Ramona dan menjelaskan semuanya. Ketakutannya akan kebencian Ramona membuatnya enggan menemui Ramona, bahkan Akbar yang menawarkan diri memberitahu Ramona ditentangnya. Hatinya pilu, sakit..teramat sakit bagaikan sebilah pisau tajam menembus jantungnya.
"Tadi siapa bi" Sahnaz memulai percakapan ketika mereka diperjalanan.
"Teman"
"Oh, lalu.."
"Bisakah kau tidak bertanya ? aku sekarang suamimu jadi jangan bertanya lagi" Itulah ultimatum yang dikeluarkan Fajar agar tak ada lagi pertanyaan yang bisa membuat hatinya luka.
"Kita kemana ? " Tanya Sahnaz
"Kita ke lokasi pembangunan sekolah dulu sebelum balik ke rumah"
Nampaklah persiapan pembangunan sekolah dilahan yang menjadi taruhan dirinya, Ishak berdiri memberikan instruksi. Dilihatnya Fajar bersama istrinya datang menghampiri.
"Tolong belikan kami minuman dingin di seberang" Perintah Fajar kepada isterinya.
"Mengapa wajahmu kelihatan frustasi ? " Tanya Ishak saat Sahnaz meninggalkan mereka berdua.
"Aku tadi bertemu dengan sahabat baiknya Ramona"
"Aku sudah bisa memprediksi kelanjutannya"
"Yah....kau benar, temannya saja sehisteris itu apalagi Ramona, sungguh aku tak sanggup melihatnya." Fajar terisak airmatanya jatuh perlahan.
Ishak tidak bertanya lebih jauh lagi karena dia tau seperti apa kisah cinta mereka berdua, setidaknya diapun punya andil yang besar pada perpisahan sahabat dan pacarnya itu. Jika tidak bertemu dengan Haji Yusuf mungkin saja Fajar dan Ramona sudah hidup berbahagia sekarang, mereka seakan dipermainkan oleh nasib. Rezeki, jodoh, hidup dan mati hanyalah Allah yang tau.