App herunterladen
6.41% Rache / Chapter 20: Kenalan

Kapitel 20: Kenalan

Satu hal yang paling Aksara benci ketika kumpul keluarga. Pamer.

Entah sudah mendarah daging atau bagaimana tapi yang paling terlihat adalah Pakdhe Anas yang akan menikah esok hari dengan janda kaya raya dari kampung sebelah—setidaknya tidak secantik Mbak Annis, janda cantik incaran Arjuna. Dan satu lagi adalah Bulek Jenar.

Menyebalkan sekali. Terlebih sekarang, pagi ini mereka berkumpul di ruang keluarga rumah uti, dengan banyak camilan di hidangkan. Sengaja, untuk quality time katanya. Padahal pasti sudah bisa di tebak ini hanya akan di jadikan ajang pamer semata.

Tante Keisya—calon istri Pakdhe Anas, Tante Kala—ibu Riri, Pak Khael—suami Bulek Jenar, Pak Yusuf—ayah Anna, dan Pak Guntur—suami Bulek Rani, semuanya ada di sana. Termasuk juga uti.

Berkumpul menjadi beberapa kelompok yang di rasa klop ketika diajak mengobrol. Seperti ibuk yang asik mengobrol sembari merajut bersama Tante Kala, Bulek Aya, dan Bulek Rani. Sedang abah berkumpul dengan para pria, mengobrol tentang pekerjaan sepertinya.

Dan Aksara, si bungsu kesayangan semua orang, harus terjebak diantara Anna, Riri, Shina, dan Mela yang terbagi menjadi dua kubu. Ia jelas memilih bersama Anna dan Riri yang memang sudah sejak kecil dekat dengannya. Tapi mana mungkin Aksara menunjukannya secara terang-terangan. Bisa-bisa akan terjadi perkelahian antar cucu uti pagi ini.

"Followers instagram gue udah mau sepuluh ribu aja nih. Nggak kerasa," celetuk Shina.

Anna melirik singkat, "Followers instagram juga nggak terlalu ngaruh sih di hidupku. Emang nanti kalau kamu mati malaikat nanya jumlah followers instagrammu berapa enggak kan?"

"Bilang aja kamu iri gara-gara followers mu lebih sedikit dari pada followersnya Mbak Shina," bela Mela.

Aksara menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan, "Jangan berantem cuma gara-gara followers instagram ya,"

"Enggak kok Sa. Cuma si Anna aja tuh sirik sama aku gara gara followersku banyak,"

"Dih ngapain juga ngiri sama situ. Kurang kerjaan banget," dengus Riri tak bersahabat, "Mau lo pamer sampe jungkir balik juga gue nggak akan peduli ya. Neng inget, idup tuh nggak cuma berpatokan sama jumlah followers,"

"Ud—"

Shina tertawa sinis, memotong ucapan Aksara, "Dih bilang aja situ nggak famous kan. Yah kasian, cantik cantik nggak famous,"

"Famous itu diakui dan mengakui. Famous itu di kenal, bukan cuma gara-gara jumlah followers doang. Percuma kan banyak kalo beli?"

"Udah Na sabar. Diem," Aksara berseru, "Ntar kalian gue gundulin satu satu kalo masih ribut,"

"Ya dia duluan,"

"Lo ya yang duluan,"

"Cukup. Diem," Aksara memberi kode untuk keempat sepupunya diam, "Jangan debat lagi. Followers doang udah,"

Riri berdecak kesal, melirik sekilas pada Shina dan Mela sebelum menatap Aksara, "Nathalie Nathalie itu gimana sih mukanya. Penasaran gue,"

"Nathalie siapa?" tanya Shina.

"Gebetannya Sarah Larasati," jawab Anna sangsi, "Yang pastinya jauh lebih cantik dari lo. Dan nggak kecentilan,"

Aksara lagi lagi harus menghela napas mencoba bersabar, berada diantara perempuan yang tidak akur benar-benar membuat emosinya diuji, "Nih Nathalie," ujarnya sembari memberikan ponsel yang menampakkan foto Nathalie kepada Anna.

Sepupunya melotot, "Nathalie Angesia maksud lo?"

"Lo kenal?"

"Ya kenal lah. Asal lo tau Nathalie Agnesia ini selebgram terkenal banget. Tiap hari dapet endorse-an gilaaa. Kok lu bisa deket sama dia," mata Anna memincing, "Jangan bilang lu boong ya ama kita kita,"

Aksara menggeleng polos, "Buat apa bohong. Orang dia beneran gebetan gue,"

"Oh paling Sarah ngefans doang kali sama Nath," sahut Riri, "Mana mungkin juga dia bisa deket sama si Sarah Larasati,"

Aksara berdecak, "Gue telfon nih kalo nggak percaya,"

"Telfon aja,"

Aksara lagi-lagi hanya mengangguk tanpa protes, segera menghubungi Nathalie teman sekelasnya via telepon.

"Halo Nath," sapanya ketika panggilan tersambung, "Aku nggak ganggu kan?"

"Enggak kok. Baru juga aku mau telfon kamu. Aku tadi lihat mama nangis tadi,"

Aksara mendongak, menatap satu persatu saudara sepupu yang berada di hadapannya sebelum beranjak menjauh, "Tante kenapa?"

"Aku ngedrop lagi Sa. Rasanya sakit banget,"

Pemuda itu menunduk sedih, merasa tidak berguna ketika tidak bisa melakukan apapun saat ini, "Ayo semangat Nath. Kamu bisa kok. Maaf aku nggak bisa nemenin kamu di saat kaya gini. Dan maaf aku nggak bisa bantu banyak. Seandainya aja ginjalku cocok—"

"Jangan minta maaf Sa," Nathalie menyela, "Jangan berpikiran kaya gitu sedangkan kamu udah bantu banyak. Makasih ya, empat hari ini aku jadi semangat buat bisa sembuh karena kamu,"

Aksara tersenyum, "Aku tau kamu bisa. Semangat ya, aku bakalan doain yang terbaik buat kamu. Aku usahain cepet balik biar bisa nemenin kamu lagi,"

Kekehan Nathalie terdengar, "Denger suara kamu lewat telfon aja aku seneng Sa. Padahal sebelumnya di kelas boro-boro ngobrol, lihat mukamu aja aku takut,"

"Kenapa gitu?"

"Soalnya kamu diem terus kaya patung. Mukamu juga keliatan judes kalo nggak ngapa-ngapain. Tapi ternyata enggak, apalagi waktu kamu ngajak aku pulang bareng waktu itu,"

"Yang masku jemput itu ya hahaha,"

"Iya. Laknat banget di panggil peliharaan,"

"Ya habisnya mereka ganggu acaraku mau pdktan sama kamu,"

"Oh jadi ceritanya kamu lagi pdkt sama aku nih"

"E—eh," wajah Aksara memanas seketika setelah mendengar kalimat godaan yang di lemparkan oleh Nathalie. Dapat di dengarnya tawa renyah namun terdengar lemah dari gadis itu.

"Kutebak sekarang wajahmu merah sampe telinga terus salting kan hahaha lucu banget sih,"

"E—enggak kok,"

"Bohong banget astaga. Jadi keinget waktu di cafe itu. Kamu bengong sambil liatin aku astaga,"

"Ya itu habisnya kamu cantik banget. Makanya aku terpesona,"

"Apaan banget sih," Nathalie kembali tertawa, "Oh iya kamu tadi kenapa nelpon? Nggak ada masalah kan di sana?"

"Masalah besar Nath. Sepupu ceweku berantem. Mana dia bilang aku ngada ngada waktu bilang aku sekelas sama kamu soalnya kamu famous gitu,"

"Kok bisa gitu astaga. Terus gimana?"

"Ya aku telfon kamu dong buktiin kalo aku nggak bohong," jawab Aksara sembari melangkah kembali ke tempatnya semula.

"Gimana?" tanya Riri.

Pemuda itu mengangkat sebelah tangannya memberi kode untuk sepupunya itu diam, "Mereka mau ngobrol sama kamu nih. Boleh?"

"Boleh dong manaa,"

"Bentar," Aksara menarik napas panjang sebelum memberikan ponselnya kepada Anna dan Riri, "Jangan ngomongin macem macem,"

Anna berdecak lalu mengangguk singkat, "Halo. Nathalie Agnesia?"

"Halo? Sepupunya Aksa ya?"

"Iya nih kenalin Anaa,"

"Aku Riri,"

"Iyaaa. Rumah kalian di Jogja?"

"Enggak aku sama Riri di Cirebon,"

"Oh ya? Aku asli sana juga loh. Tapi pindah ke Bandung. Mau ketemu nggak sekali-kali?"

"Boleh banget astaga," seru Riri senang.

Aksara mendengus, jika seperti ini pasti akan membutuhkan waktu lama untuk kedua sepupunya mengobrol dengan Nathalie.


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C20
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen