App herunterladen
2.88% Rache / Chapter 9: Selesai Sudah

Kapitel 9: Selesai Sudah

Hidup itu bukan tentang bagaimana perlakuan orang lain kepada kita, tapi bagaimana kita memperlakukan orang lain, itu kata ibuk Minggu sore kemarin saat beliau tengah memasak makan malam dan Aksara yang datang berniat menganggu.

Lalu malamnya Mas Yudhis berkata, berilah kesan yang baik kepada orang lain agar jika suatu saat kamu pergi, mereka akan terus mengingat kamu sebagai seseorang yang baik.

Dan pagi-pagi tadi Mas Abim sempat berkata, hidup itu untuk mencari pengalaman dan teman. Mempunyai banyak teman itu tidak merugikan, justru akan membantu suatu saat nanti. Tapi harus diingat, teman itu juga bisa menjadi boomerang, maka dari itu bijaklah dalam bergaul.

Karena wejangan itu, Aksara berniat untuk berubah. Sedikit terbuka dengan orang-orang di sekitarnya. Ingin sedikit berinteraksi dengan orang lain, tidak hanya diam mematung seperti orang linglung.

"Aksara," pekik Karin ketika sang empunya nama memasuki kelas.

Aksara menoleh, "Kenapa Rin?"

"Tumben jawabnya nggak judes," gadis itu terheran-heran namun sedetik kemudian tersenyum lebar, "Lo temenan sama Kak Abimanyu Argan Adyatma kan?"

Si bungsu Adyatma itu menaikkan alisnya bingung, "Mas Abim? Lo inget nggak nama gue Aksara Haidar Adyatma,"

"Iya terus?"

"Cocokin sama namanya Mas Abim coba," balasnya datar.

Karin berpikir sebelum melotot, "Lo member Adyatma brother,"

"Hah?"

"Lo adeknya Kak Yudhistira, Kak Abimanyu, sama Kak Arjuna?"

Aksara mengangguk mengiyakan, "Emang kenapa?"

"Lo sadar nggak sih gue tuh fans berat Kak Abimanyu abang lo itu," histeris gadis itu, "Bagi nomornya dong Sa,"

Aksara menggeleng cepat, "Ijin dulu sama Mas Abim. Ntar kalo nggak gue yang diamuk,"

"Ck lo mah gitu sama gue," Karin mendengus, berlalu dengan kaki yang di hentakkan.

Aksara memilih tidak ambil pusing, segera melanjutkan langkah untuk menuju bangkunya.

"Aksara, makasih ya buku catatannya kemaren," Nathalie berbalik, tersenyum lebar.

Aksara mengangguk patah-patah tanpa sempat berkedip, "Iya sama-sama,"

"Oh iya kamu beneran adiknya Kak Bima?"

Lagi-lagi pemuda itu mengangguk kikuk, "Iya, kenapa? Kamu ngefans sama dia?"

Nathalie tertawa renyah lalu menggeleng, "Enggak, Karin sama Angel yang ngefans. Tiap malem ngajakin aku ke cafe komet cuma buat lihat Kak Bima manggung,"

"Oh gitu, pantesan semalem aku lihat kamu ngumpul di Cafe Komet bareng mereka,"

Nathalie terkekeh, "Kamu harus tau seheboh apa Karin kemaren waktu lihat kakak-kakakmu di depan kelas,"

"Emang kenapa sih sama kakak-kakakku? Mereka ngeselin gitu," Aksara mencebik, mengingat peristiwa rok span yang begitu memalukan baginya.

"Kan kakak-kakakmu terkenal Sa. Ganteng-ganteng gitu,"

Pemuda itu mendengus, "Ganteng tapi kalau nggak waras juga percuma Nath. Masku paling waras cuma Mas Yudhis. Sisanya kaya setan semua,"

"Gak boleh gitu ih. Kakakmu loh itu," balas Nathalie masih tertawa riang, "Eh tapi Sarah itu kamu kan?" Aksara mengangguk, tersenyum kecut dengan wajah masam, "Kemaren Kak Yudhis update instagram pake foto cewek tuh. Captionnya sarahku,"

Wajah anak itu semakin masam, wajahnya kini memerah padam dalam sekejap, "I—itu aku Nath. Kena hukuman gara-gara kalah main karambol,"

Sontak, tawa Nathalie pecah begitu saja. Gadis sontak itu memegangi perutnya yang sakit karena tertawa terbahak-bahak, "Itu seriusan kamu Sa? Kok cantik banget?"

"Mirip cabe-cabean kali," balas Aksara nelangsa, "Nggak cuma sekali sebenernya aku dizolimi sama mereka,"

"Seriusan? Kok kasian banget,"

Aksara menarik napas panjang lalu mengangguk singkat sebelum menyadari sesuatu, "Sekarang tanggal satu ya Nath?"

Nathalie mengangguk, "Iya, kenapa emang?"

"Aku lupa minta uang saku ke Mas Yudhis duh," serunya panik, bergegas mengambil ponsel dari saku celana dan tanpa pikir pajang  menghubungi Mas Yudhit.

"Mass," pekiknya ketika panggilan tersambung. Beberapa siswa di sekitar mereka menoleh, menatap Aksara penasaran.

"Ada apa? Kok panik gitu suaranya? Kamu habis berantem? Di keroyok preman? Ada yang nakalin kamu? Atau Nathalie gebetanmu jadian sama orang lain?" tanya Mas Yudhis yang juga ikut panik.

Aksara menepuk keningnya, melirik Nathalie yang melongo, gadis itu pasti dengan jelas bisa mendengar ucapan Mas Yudhis, "Ck Mas belum ngasih Aksa uang bulanan," serunya mencoba mengalihkan pembicaraan—membuang muka karena salah tingkah.

"Oh iya mas lupa Rah. Nanti siangan mas anter ke sekolahmu ya. Kalo pagi ini keburu deh kayanya,"

"Iya, jam 10 ya mas, waktu istirahat,"

"Oke. Gimana sama gebetanmu? Beneran naksir Abim?"

Aksara menarik napas panjang, "Ojo ngomongke dia to mas. Bocahe ning ngarepku iki," [Jangan ngomongin dia Mas. Anaknya di depanku nih]

Mas Yudhis tertawa, "Dek Nathalie, Sarah tresno marang sliramu," [Sarah suka sama kamu]

"Masss," Aksara tanpa sadar merengek, secepat kilat menutup sambungan teleponnya.

Untung saja Mas Yudhis mengucapkannya dalam bahasa Jawa jadi besar kemungkinan Nathalie tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.

Tapi satu hal yang Aksara tidak tau, Nathalie ikut kelas tambahan Bahasa Jawa. Tentu saja mengerti apa yang diobrolkan kedua saudara itu.

***

"Aksara! Puisi lo bagus. Buatin gue puisi dong mau gue kasih ke crush nih,"

"Aksara buatin puisi dong,"

"Aksa gue mau nembak cewek, buatin puisi dong,"

Aksara berdecak kesal, malas sekali meladeni manusia-manusia yang datang padanya saat ada maunya. Menyebalkan.

Sekarang sudah memasuki jam istirahat pertama. Aksara terpaksa tidak pergi ke kantin karena menunggu Mas Yudhis, takut jika kakak sulungnya itu akan kebingungan karena ia tidak ada di kelas.

Dan berakhir Aksara di kerubungi orang-orang menyebalkan yang meminta di buatkan puisi.

"Misi aer panas aer panas," teriak Karin membelah kerumunan, "Kalian nggak lihat Muka Aksa sepet gitu! Bubar bubar," serunya.

Ajaib, satu persatu dari kerumunan itu angkat kaki dari kelasnya membuat Karin menyunggingkan senyum lebar.

"Makasih," gumam Aksara.

Karin tersenyum bangga, mendudukkan diri di bangku milik Nathalie—menghadap ke belakang untuk menatap teman sekelasnya itu. Sedangkan sang empunya tengah pergi ke kantin, "Sama sama. Tapi Sa, lo harus tau, puisi lo jadi trending topic di sekolah tau nggak,"

Aksara menoleh tanpa minat lalu mengangguk singkat, "Makasih,"

"Sama sama. Kasih nomor kakak lo dong,"

"Ada maunya ternyata," gumam si bungsu Adyatma, "Ya lo tanya dulu ke Mas Abim. Kalo sama dia di bolehin ya nanti gue kasih,"

"Ya—"

"Karin, Aksa," sapa Nathalie.

Karin tersenyum, "Oh Nath udah balik. Tadi gue cuma minta nomornya Kak Bima ke Aksara kok,"

Nathalie mengangguk, "Kamu kenapa nggak ikut ke kantin Rin?"

"Ada bisnis sama Aksara hehe,"

"Lo kalo udah dapet nomornya Kak Bima bagi-bagi," sahut Angel—teman sebangku Nathalie sembari menundukkan diri di bangkunya.

Nathalie menoleh, "Yah aku duduk di mana dong?"

"Itu di samping Aksa kan kosong. Agam kemana Sa?"

Aksara menoleh lalu mengedikkan bahu, "Ngapel paling,"

"Aku duduk sini ya Sa,"

"Duduk aja nggak papa Nath," balas Aksara di sertai senyumnya walaupun dalam hati sudah bersorak kegirangan.

"Permisi, Sarahnya ada?" sebuah pekikan yang berasal dari pintu kelas sontak membuat pemuda itu menoleh. Dalam sepersekian detik, wajah berseri-seri milik Aksara berubah menjadi wajah masam dan kesal di saat bersamaan.


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C9
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen