Seekor burung elang terbang dengan bebasnya di atas langit yang menjadi wilayah kekuasaan Kastilia of Crown; diikuti banyaknya kawanan burung lainnya yang beterbangan menjauh dari wilayah Kerajaan Leon.
Kerajaan León adalah kerajaan yang terletak di wilayah Barat Laut sampai Utara semenanjung Iberia. Berbatasan dengan empat negara: Kastilia of Crown, Asturias Kingdom, County of Port De'gral, dan Franchise Empire. Kedua negara itu saat ini tergabung ke dalam negeri perserikatan Kastilia of Crown, terkecuali County of Port De'gral dan Franchise Empire.
Wilayah Utara kerajaan Leon adalah daratan yang sedikit pemukiman— ada banyak sekali gunung dan perbukitan dengan iklim alam yang rendah— terlebih jika sudah memasuki musim dingin. Di antara gugusan gunung; lembah yang memiliki daratan rata dengan rerumputan hijau nan indah, sekelompok pasukan besar berjalan mengitari sisi sebuah gunung tinggi.
Pasukan itu berjumlah banyak: terdiri dari tiga batalion yang masing-masingnya ada lebih dari 300 prajurit pria; dan sedikit wanita. Hampir dari mereka semua menunggangi sebuah kuda, namun tidak menutup kemungkinan jika ada yang memilih berjalan. Berada di tengah setiap barisan batalion— sebuah kurungan rapat dari segala sisi— di dalamnya membawa tahanan berupa makhluk-makhluk berwujud mengerikan, mereka adalah monster yang sudah hilang kendali dari kesadarannya sebagai Unhuman.
Keseluruhan pasukan ini berbaris dan bergerak dengan sangat rapi, menuju ke arah selatan, Kastilia of Crown.
Sulit membedakan mereka karena
prajurit-prajurit itu mengenakan zirah yang identik sama, set lengkap armor yang di tengah dada adanya simbol bentuk salib berwarna merah dan garis hitam di tengahnya lagi. Tidak terlihat mahal, namun armor di tubuh mereka tampak cukup tangguh menahan serangan benda tajam, setidaknya sekali. Zirah berwarna gelap menjadi tanda kelas mereka sebagai prajurit. Sementara zirah berwarna perak adalah pengawal sang komandan tertinggi.
Berjalan di paling depan— seseorang yang mengenakan armor full body polos dan berkilau dengan pilihan warna hijau emerald yang indah, memimpin perjalanan semua pasukan salib. Wajahnya tak bisa dilihat dari celah sempit di penutup kepalanya, sehingga orang lain tidak bisa memastikan siapa yang di dalamnya.
Saat melihat burung-burung dalam jumlah besar beterbangan melewatinya di atas langit yang tinggi, Nouna Krushery memutuskan menarik tali kendali kudanya dan berhenti— disusul oleh barisan prajurit dalam jumlah besar yang memanjang di belakangnya.
Setelah berhenti, dia tiba-tiba melepaskan helm zirah yang berat itu dan memegangnya; sementara rambut berwarna hitam di kepalanya terjuntai bebas— mengalir di punggungnya dengan sangat halus. Wajahnya sangatlah cantik, dan kulit seputih salju berkilauan tertimpa matahari seperti mutiara. Dengan ekspresi waspada, dia menoleh dan melihat langit di atasnya yang tidak biasa. Iris perak matanya bersinar seperti kristal yang memantulkan cahaya; menyadari sesuatu tengah terjadi di seberang sana.
Dia adalah seorang perwakilan dari The Nine Sage, Nouna Krushery.
Apa yang terukir di wajahnya sekarang adalah ekspresi dari rasa heran dan tidak percaya.
"Perasaan ini. Apa jangan-jangan—"
— Tidak salah lagi, intuisiku merasakan ancaman yang mengerikan. Nouna Krushery bergumam dalam benaknya.
Dia bisa merasakan adanya fluktuasi energi terjadi di suatu tempat. Ini adalah gejolak energi yang tidak wajar; tidak biasanya dia merasakan bahaya sebesar ini.
Melihat Nouna Krushery bergeming di atas kudanya yang gagah berlapis armor, kedua pria dengan zirah putih di belakangnya lantas menyusulnya; berdiri di sisi tuannya.
Sebelum mereka sempat berkata "Ada apa?" perasaan yang dirasakan oleh sang Sage turut mereka berdua khawatirkan. Yang terukir di iris hitam mata mereka adalah cahaya merah dengan membentuk kepulan asap raksasa. Sangat besar sekali, sehingga dari jarak puluhan kilometer itu pun masih terlihat sangat jelas dan dekat di depan mereka.
Saat kegelisahan yang mereka khawatirkan sudah terjadi— gelombang kejut terhempas dari titik ledakan; yang membentuk gumpalan awan merah— sehingga semua prajurit merasakan jelas dampak angin panas mengerikan barusan.
Sejumlah prajurit yang lengah terpental jatuh dari kudanya, dampak hempasan angin barusan. Beberapa kuda meringkik dengan gelisah; dan beberapanya berlari karena ketakutan. Bahkan ada dari mereka yang terseret oleh kudanya sendiri setelah salah satu kakinya terjerat tali pelana.
Formasi pasukan dalam sekejap berubah tidak menentu, berhamburan seperti orang linglung.
Kericuhan sempat terjadi di tengah-tengah barisan pasukan, dan suara keributan yang pahit ini didengar langsung oleh sang komandan tertinggi mereka, Nouna Krushery.
Dia sendiri yang tidak merasakan efek panas dari gelombang kejut barusan; membuatnya tetap duduk dengan gagah di atas kudanya. Ini karena Nouna Krushery memiliki sihir pasif [Impecable Sacred Barrier] yang akan selalu aktif ketika penggunanya merasakan serangan/ancaman berbahaya.
Setelah Nouna berpaling menghadap barisan pasukannya yang sudah mulai kacau, dia melihat ekspresi ketakutan dan kegelisahan di antara wajah para prajurit. Mereka tidak tahu jika apa yang mereka lihat di seberang sana memiliki daya serangan sebesar itu. Ancaman semengerikan ini jelas adalah perbuatan monster, tidak, mungkin adalah Iblis. Itulah pikir para prajurit.
Menyaksikan kekhawatiran yang terjadi di tengah-tengah pasukannya, Nouna Krushery mengerutkan wajahnya seakan menelan kepahitan. Dia harus segera bertindak dengan menunjukkan sisi kepemimpinannya dan menenangkan semua orang.
Lantas, Nouna Krushery mengacungkan sebilah pedangnya yang panjang ke atas; cahaya terpendar di pedang peraknya yang berkilauan sangat tajam, sehingga semua bisa melihatnya memberi tanda perlawanan.
Nouna Krushery menarik napasnya dalam-dalam, kemudian dengan ekspresi yang bergelora, dia berteriak,
"Dengar! Kalian Semua! Tujuan kita kemari adalah untuk memberikan hukuman! Jangan gentar hanya akan hal seperti ini! Kalian semua! Majuuuuu!"
Segera, dirinya menarik tali kudanya— dan berat armor di badan sang kuda menimbulkan suara gesekan ketika berlari. Nouna Krushery dengan sangat percaya diri; walau sendirian dia bergerak maju ke dalam kepulan asap hitam yang sudah menyebar menyelimuti bumi.
Prajurit yang tertinggal di belakangnya bisa merasakan tekad sang Sage yang begitu berani, sungguh memalukan bagi harga diri mereka jika memilih kabur dari medan perang; mati dalam pertempuran adalah suatu kehormatan tertinggi bagi seorang ksatria.
Walau terbesit rasa takut setelah melihat kengerian barusan, keraguan di hati mereka perlahan-lahan pudar setelah melihat kegigihan sang Sage. Tindakan sang Sage berhasil menggerakkan hati pasukannya dengan baik, sehingga semuanya kembali bangkit dan segera menyusul bersama-sama menaiki kudanya.
... ...
Franchise Empire, wilayah Barat kekaisaran, kota Evoryc.
Berada di tengah-tengah istana, sebuah kamar yang cukup besar menjadi tempat berkumpul sejumlah orang penting di dalam kekaisaran. Sebuah meja bundar yang menjadi pusat perhatian berada di tengah-tengah ruangan, dikelilingi oleh delapan kursi sederhana yang tujuh di antaranya sedang digunakan.
Mereka yang berada di ruangan itu semuanya adalah pria; mengenakan setelan seragam yang rapi, tapi tak ada tema yang sama dari mereka. Mungkin pertemuan ini sangat mendadak sehingga tidak ada formalitas berpakaian di sana.
Dalam diskusi panjang yang sudah berlangsung selama hampir satu jam, mereka membahas banyak hal, termasuk perihal anggaran perang dan pemberdayaan pasukan yang sedang kekaisaran kerahkan di perbatasan dalam menghadapi pertempuran melawan Kastilia of Crown.
Kemudian, ketenangan di dalam ruangan itu pecah ketika suara pintu terbanting dengan sangat keras— yang muncul di balik pintu adalah seorang pria berseragam prajurit, dia tampak kelelahan karena sehabis berlari dengan tergesa-gesa saat kemari.
"Apa yang terjadi?" tanya seorang pria pendek yang memegang sebuah jangka dan mengukur peta di atas meja.
"Ada apa? Prajurit? Mengapa kau terlihat—"
"Jenderal! Di luar sedang—"
Sebelum dia sempat menjelaskan situasinya, suatu gelombang kejut menembus seisi ruangan dengan hembusan angin mengerikan. Membuat seluruh kaca jendela di dalam istana pecah— dan mereka yang tidak sempat berpegangan pada sesuatu terpental menghantam dinding. Tidak ada yang menerima luka fatal selain luka goresan karena pecahan kaca, walau kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan cukup besar.
Pria yang pertama bangkit kemudian berdiri, dan menyapu sisa debu; pecahan kaca dari pakaiannya. Dia salah satu orang yang memiliki peran penting dan kuasa tinggi di kekaisaran, The Hidden General, Lucien Northleys.
Dia dengan hati-hati berjalan menuju balkon, dan melihat ke dunia luar. Raut wajahnya seketika berubah; diselimuti rasa cemas dan ketakutan yang dalam. Pupil matanya yang hitam melebar saat menangkap fenomena mengerikan di antara langit biru dan cakrawala, tampak bentuk kepulan asap merah yang begitu besar tengah menguap ke angkasa.
"Apa-apaan yang--sedang terjadi ...!?" Lucien bergumam dengan wajah pucatnya, sementara bibirnya gemetar dan berdarah akibat goresan kaca.
Seorang pria berambut hitam dengan mengenakan setelan doublet, menyusul Lucien di balkon luar. Dia berdiri di sebelah Lucien dan turut memandangi fenomena yang sedang terjadi di cakrawala; berubah merah menyala, membuat dia merinding dan gemetar hebat.
"A-arah itu— bukankah dari wilayah kerajaan Leon!?" Suaranya terbata-bata menyampaikan itu.
Dia adalah seorang dewan yang memiliki peran penting dalam politik kekaisaran, Senator, Virthou Enerity.
"Kau benar, Senator. Tampaknya itu berasal dari negeri Kerajaan Leon," jawab Lucien dengan pelan, ekspresinya sudah kembali jadi lebih tenang dari sebelumnya.
"Apakah kau berpikiran sama denganku, tuan Lucien!?"
"Ya, apapun yang telah terjadi di sana, pastilah itu hal yang buruk. Sesuatu yang mampu membuat ledekan sebesar itu, dan memiliki kekuatan seperti itu—"
Lucien sejenak terdiam mengingat sebuah tragedi di masa lalu; ketika kekaisaran melakukan kesalahan dengan tidak langsung mengeksekusi mati beberapa monster.
"Tidak salah lagi! Itu adalah salah satu dari tujuh Unhuman kehancuran yang melarikan diri dari Erteral." Lucien menambahkan dengan sedikit nada emosi.
Kejadian itu sudah terjadi empat tahun yang lalu. Masa terakhir dari kejayaan Erteral, sebelum akhirnya luluh lantah akibat pertempuran dahsyat ketujuh Unhuman; yang kemudian mereka bertujuh menerima julukan sebagai 'Kehancuran'.
"Jika benar begitu, b-bukan hal yang mustahil bagi mereka bisa meratakan wilayah itu hanya dalam waktu semalam. Bahkan, para Executor hampir tidak tersisa lagi semenjak waktu itu."
Virthou kemudian menoleh ke arah kirinya, dan melihat Lucien; tidak ada keraguan maupun rasa takut di wajahnya.
"Kau benar. Kita tidak bisa mengabaikan ancaman mereka yang telah menunjukkan dirinya kembali. Kita harus mempersiapkan diri akan kemungkinan terburuk mulai dari sekarang. Mungkin ... kita akan membutuhkan bantuan dari, Imperium Great Britain."
Setelah mengatakan itu, Lucien segera berpaling menghadap prajurit berseragam hitam yang bersandar di sisi pintu masuk. Lucien kemudian berkata dengan nada tegas,
"Katakan kepada Jenderal Eln dan Jenderal Maltrice di perbatasan wilayah untuk segera kembali, kita akan mengadakan rapat darurat!"
"Si-siap laksanakan, tuan Lucien!"
... ...
Sebuah kawasan yang berbatasan dengan kekaisaran Franchise dan kekaisaran Corbora, adalah hutan tanpa nama yang dikenal sangat luas.
Kedua sisi hutan itu sangat lenggang karena jarak tinggal dari pohonnya, mempermudah seseorang berjalan melaluinya. Hampir seluruh pepohonan di sana telah menggugurkan daun-daun dari rantingnya; cara pohon dalam menghadapi musim dingin, sehingga pemandangan di sana tampak agak sedikit seram karena pohon-pohonnya yang tinggi— menampilkan batang kulit berwarna pucat dengan ranting yang kering.
Suasana hutan itu sangat hening, hanya terdengar suara desiran angin dan air mengalir di suatu tempat— samar-samar terdengar suara jejak langkah kaki yang menyentuh dedaunan kering di tanah.
Di bawah cahaya matahari yang remang-remang, terlihat dua figur berjalan menyusuri kesepian dalam hutan yang jauh dari pemukiman manusia, kawasan di mana manusia tidak biasa melewatinya, terlebih di penghujung musim gugur seperti sekarang.
Kelihatannya, perbedaan usia di antara mereka berdua terpaut sangat jauh. Yang berjalan di depan adalah seorang pria berambut hitam dengan tinggi sekitar seratus delapan puluh senti. Berkulit putih agak matang karena sering terpapar sinar matahari. Mengenakan pakaian berseragam lengkap seperti seorang mafia, di balik mantel hitamnya yang sangat elegan, dua kantong senjata menyimpan dua buah pistol yang aneh; mirip seperti model revolver dengan tampilan kerangka body-nya tampak mengerikan.
Sementara yang berjalan sedikit lebih lambat di belakangnya adalah seorang pria tua berambut seluruhnya putih karena faktor usia. Punggung miliknya sudah tidak lagi sekuat masa mudanya, sehingga untuk berjalan pun dia terkadang harus membungkuk. Mungkin dia terlihat seperti seorang kakek-kakek penjaga kuil karena jubah putihnya sangat kental dengan nuansa Timur.
Saat kakek itu tiba-tiba menghentikan langkahnya di tengah jalan, pria di depannya turut berhenti sekalipun dia tidak melihat ke belakangnya.
Mereka berdua berhenti karena sesuatu; suatu gelombang kejut yang baru saja berhembus dari arah Barat. Hembusan angin panas barusan sempat membuat perubahan udara di dalam hutan naik drastis, menjadi sedikit lebih hangat.
"I--ini ... energi luar biasa macam apa--ini!?" kata si kakek dengan nada terbata-bata.
Kakek itu lantas menoleh ke samping. Iris matanya yang kuning seperti emas menyala saat menatap tajam cakrawala biru yang tiba-tiba berubah merah menyala layaknya kebakaran dahsyat.
"Jadi begitu ... aku mengerti. Ho--hoo--ho." Selesai bergumam, si kakek kembali tertawa. Dia baru saja melihat jumlah energi dalam jumlah tinggi membentuk gejolak mengerikan yang meliputi suatu tempat di wilayah Barat.
Sementara si kakek sempat diam tak bergerak, pria satunya tadi sudah berjalan maju, kali ini dengan lebih tergesa-gesa.
"Hoii! Hoi! Hoi! Kakek tua sialan! Cepat sedikit jalannya! Apa kau tidak merasakan energi barusan!? Itu ... adalah target kita selanjutnya!"
Matanya yang berwarna kuning keemasan menyala dengan ekspresi penuh gairah. Sorot tatapan yang ditunjukkannya penuh intimidasi dan keseriusan.
"Siapapun orang yang mampu menghasilkan energi Iblis sebesar ini ... sudah dapat dipastikan jika dia adalah lawan sepadan dan sangat kuat! Waktunya tuk perburuan, Pak Tua!" sambungnya, kemudian menekuk sudut mulutnya.
Dia adalah Colt Leavitt, seorang pria misterius yang mengaku sebagai seorang pemburu yang tidak berpihak dengan organisasi atau negara manapun.
"Ho--ho--oo, kau bersemangat sekali, ya? Colt!?" jawab si kakek dengan suara rentanya, kemudian kembali berjalan menyusulnya masih dengan langkah yang tertatih.
"Apa yang kau katakan!? Sebaiknya kau lebih cepat sedikit jalannya! Dasar kakek tua bangka!"
"Dasar cucu kurang ajar! Kalau saja aku lebih muda, kau pasti akan kuhajar dengan tongkatku!"
"Hah! Siapa yang menyuruhmu jadi tua!?"
"Dasar cucu haram tidak tahu diri ...!"
"Siapa peduli!"
Mereka kemudian mengalihkan arah tujuannya dan bergerak menuju Barat.
... ...
Seekor kuda gagah berlari dengan sangat cepat di tengah hamparan padang rumput yang menari-nari karena hembusan angin. Daratan rata dengan gugusan gunung di belakangnya membuat pemandangan di sana begitu indah.
Kuda berwarna gelap itu tiba-tiba saja berhenti berlari dan meringkik seolah takut akan sesuatu sehingga ia menggelengkan kepalanya. Sang penunggang kuda di atasnya hanya bergeming memandangi cakrawala, seolah sedang merasa ada sesuatu di seberang bukit sana.
Dia lantas menurunkan kain berwarna coklat yang menutupi hidung dan mulutnya dari wajah; memperlihatkan kulit putih dengan beberapa bercak bintik hitam yang aneh di wajahnya. Pupil berwarna merah gelap menyebar di tengah matanya yang tajam, melihat pemandangan cahaya merah dengan kepulan asap raksasa yang diikuti gelombang kejut.
"Energi iblis sebesar ini ... tidak salah lagi. Unhuman!"
Sang penunggang kuda,
Wehstlerz Enora, tiba-tiba mengernyitkan dahinya. Segera, dia mengambil tali kekangnya dan memberi sekali cambukan kepada kudanya. Setelah kudanya meringkik, kudanya pun berlari dengan gagah. Namun, sepertinya tujuannya baru saja berubah setelah melihat fenomena barusan.
Selanjutnya adalah, wilayah Leon.
... ...
Kapel Vacthousius, wilayah Barat kerajaan Kastilia Of Crown.
Berdiri di tengah-tengah padang rumput dan jauh dari bangunan tetangga manapun, sebuah bangunan yang dibuat dari batu bata sehingga terlihat sederhana menjadi tempat bersinggah mereka yang ingin beribadah atau berdoa.
Walau tempat ini berada cukup jauh dari kota, kelihatannya masih ada yang mampir ke sana untuk menunaikan kewajibannya.
Sepasang pintunya yang terbuat dari kayu tiba-tiba terbuka dengan cepat. Dua figur dengan tema pakaian yang sama berjalan keluar dari balik pintu.
Figur yang berjalan di depan adalah seorang pria dengan usia tiga puluh tahun. Berkulit putih dan berambut perak dengan model disisir ke belakang, membuatnya elegan karena selaras dengan setelannya. Pakaian yang membungkus tubuh hingga kakinya adalah sebuah jubah pasionis berwarna putih. Hanya dengan sekali melihatnya orang lain akan mengerti siapa pria itu berdasarkan pakaian dikenakannya, itu adalah bukti jika pria berambut perak di sana merupakan salah seorang 'The Nine Sage'. Pria ini bernama, Carthuzius Ovelia.
Figur yang mengikutinya di belakang adalah seorang gadis. Mengenakan setelan jubah berwarna putih, lebih mirip seperti seorang nun. Sulit melihat wajahnya karena dia terus melihat ke bawah, dan kepalanya terselimuti kerudung transparan— menutupi rambut hitamnya yang lembut.
Gadis ini sedikit lebih rendah darinya, sehingga sangat mudah menyimpulkan jika gadis bernama, Nathania Ovelia, masih sangat muda dibandingkan Carthuzius Ovelia.
Setelah meninggalkan kapel sebelumnya, mereka berdua berhenti sejenak.
Carthuzius Ovelia kemudian menoleh ke arah samping, melihat langit yang tampak biru bersih tanpa adanya awan di sekitarnya.
Namun, sedetik kemudian situasi berubah. Terpancar cahaya merah yang begitu terang dan menyelimuti cakrawala, seolah-olah langit dilukis ulang dengan peristiwa ini.
Carthuzius Ovelia menyaksikan pemandangan itu tanpa menunjukkan reaksi. Ekspresi dingin tanpa emosi sangat cocok dengan dirinya, membuat karakternya terlihat elegan. Jika melihat wajah tanpa ekspresinya; sebuah tato berbentuk salib tergambar di kedua pelipisnya, juga di tengah dahinya.
Iris hitam matanya memancarkan sekelebat kilauan. Melihat dari tatapannya, dia seperti menyadari sesuatu yang sedang terjadi.
"Hmm ... jadi begitu."
Carthuzius Ovelia mengeluarkan suara yang rendah, dan masih menatap kepulan awan merah di seberangnya.
"Ada apa, tuanku?" tanya Nathania Ovelia. Dia sedikit mengangkat wajahnya dan mengintip dari balik tudung kepalanya. Walau hanya sedikit, wajahnya yang cantik terlihat di lirikan sudut mata Carthuzius.
"... Tidak ada. Ayo kita pergi."
"Baik."
Mereka kembali berjalan tanpa merasa khawatir ataupun peduli akan hal barusan, menjauh dari kapel itu.
... ... ...
Di dalam ruangan megah berbalut marmer berwarna putih, sebuah meja panjang yang megah dipenuhi kilauan batu obsidian berdiri di tengah-tengah ruangan istana, dikelilingi oleh 10 kursi mewah.
Masing-masing kursi telah digunakan seseorang, dan mereka semua duduk di bawah cahaya lilin dalam kandelar yang tergantung di langit-langit. Empat di antaranya adalah kaum pemuda, dengan usia enam belas sampai dua puluh dua tahun. Dan enam di antaranya adalah orang dewasa sampai lanjut usia.
Mereka semua seolah diatur untuk mengenakan pakaian yang sama, jubah berwarna putih.
Di atas meja mereka semua disuguhkan dengan beragam hidangan: daging hasil ternak maupun tangkapan dari laut, sayur-sayuran, dan berbagai jenis buah.
Namun, tidak ada satupun dari mereka yang menyentuh makanannya. Sebelum mereka bisa melakukannya, sosok yang mereka anggap agung di ruangan ini harus lebih dulu memulainya sebelum mereka. Ini merupakan budaya mereka untuk menghormati seseorang dengan derajat tinggi.
Di antara sepuluh orang yang duduk di sana, ada satu orang yang jubah di tubuhnya terlihat lebih mewah daripada lainnya.
Dia duduk di atas kursi yang megah seperti singgasana. Mengenakan jubah putih dengan pinggirannya dibordir menggunakan warna emas dan perak.
Melihat dari gerakan tangan dan posenya, dia seperti sedang berdoa. Dia menggenggamkan kedua tangannya dan menunduk sambil bergumam dengan nada rendah.
Selesai berdoa, pria berambut abu-abu itu menghela napas sejenak— bersamaan itu, seorang pria dengan mengenakan jubah putih memasuki ruangan. Dia berhenti saat berdiri di sebelahnya, kemudian menundukkan dirinya hingga kakinya menyentuh lantai. Pria berambut hitam itu kemudian berkata,
"Tuanku. Aku baru saja menerima sebuah berita. Kerajaan Leon ... resmi menghilang dari dunia."
"A-apa!?"
"Apa maksudnya itu?"
"Ada apa ini!?"
"Bukankah itu adalah salah satu negeri yang menjalin kerja sama dengan Kastilia of Crown?"
"Mu-mustahil!"
Para calon anggota yang duduk di sisi kursi biasa langsung resah dengan berita ini, mereka pun saling berbisik dan menimbulkan keributan dalam heningnya ruangan tadi.
Sementara itu, hanya satu orang dari dalam ruangan ini yang tidak berekspresi sama sekali akan berita yang baru saja dibawakan.
Dia adalah orang yang duduk di kursi singgasana, Lucharius Vryonartha.
Dia menggenggam sebilah pedang panjang dengan batang silang berbentuk tanda tambah. Dia kemudian berkata,
"... Lanjutkan."
"Sepertinya ... ada sebuah skema yang sengaja dibangun untuk menghancurkan kerajaan Leon. Dan sekarang, negeri itu baru saja rata dengan tanah."
Lucharius tiba-tiba beranjak dari kursinya dan berjalan menuju pintu keluar. Sebelum dia meninggalkan ruangan, Lucharius sempat berhenti di tengah-tengah pintu dan berkata,
"Setelah ini ... jika aku tidak kembali, penerus selanjutnya dariku untuk menggantikan posisi berikutnya sebagai seorang Sage adalah, Narthalia Vryonius."
Semua orang lantas menoleh ke arah sudut ruangan, yang di sana berdiri seorang gadis bertudung putih— menyembunyikan wajahnya dari pandangan semua orang.
Dia tiba-tiba tersenyum tipis sehabis mendengar perkataan Lucharius. Kemudian kelopak matanya terangkat, memperlihatkan iris seputih perak berkilau di tengah matanya. Sorot matanya yang dingin, bagaimanapun, seperti menyembunyikan nafsu yang mengerikan.
... ... ...
[POV - I - HANZ.]
Dmitry melepaskan kubah sihirnya, dan kami semua dikejutkan dengan pemandangan di luar yang telah berubah menjadi mengerikan.
Sejauh mataku memandang, tak tersisa satupun helai rumput maupun kehidupan lainnya dari wilayah ini. Semuanya benar-benar rata dengan tanah dan berubah menjadi tanah kering kerontang nan tandus. Tak terlihat sedikitpun objek hidup yang bergerak selain kami. Semuanya benar-benar lenyap seperti ditelan bumi.
Ini memang sulit dipercaya, tetapi beginilah situasi yang terlihat setelah kepulan awan hitam dan cahaya merah itu menyebar dan menyelimuti semuanya.
Ini semua ... benar-benar mengerikan.
Aku hanya bisa bergeming dengan suasana hati yang buruk melihat pemandangan suram di sini.
Aku kemudian melirik ke arah yang lain— mereka semua tampak bergeming gemetar dengan ekspresi berubah pucat pasi— melihat ke arah langit di atasnya.
Ada apa dengan mereka?—
Sesaat aku ikut menoleh, aku baru menyadarinya dan langsung dibuat bergidik ngeri. Membuatku terdiam hingga jari-jemariku gemetaran. Liurku yang pahit kuteguk dalam-dalam, sementara napasku mulai terasa sesak.
Si-siapa— dia!?
Kumelihat figur seseorang yang berdiri di udara— melayang dengan seluruh tubuhnya diselimuti aura hitam mengerikan.
Setengah bagian bawah wajahnya tertutupi topeng berbentuk paruh burung— berwarna hitam dengan garis merah di tengahnya membelah area garis mulut. Aku cukup yakin untuk memastikan jika dia adalah seorang pria. Rambutnya yang seputih perak dipotong pendek dengan model terurai. Dia memiliki paras kuat dan tatapan tajam. Dia Mengenakan setelan hitam semacam jubah, dan kedua tangannya masuk ke dalam kantong di sisi jubahnya.
Karena angin di sekitar kami terus berhembus tanpa arah, efek pakaiannya yang berkibar-kibar memberi ilusi mengerikan.
Jika dibandingkan dengan orang yang kulawan sebelumnya, orang di sana— sangat-sangat jauh lebih berbahaya!
Kekuatan macam apa ... itu!?
Sudah jelas kalau dia bukan manusia! Kalau begitu apa!? Hanya dua kemungkinan yang terpikirkan olehku sekarang, dia adalah penyihir seperti Dmitry— atau Unhuman sepertiku.
"Yhoo! Siapa kau, sialan!?" Dmitry dengan nada yang arogan, dan tangan kanannya bersiaga di pangkal pedang.
Dmitry sepertinya tidak merasakan apa yang kami rasakan terhadap figur di sana.
Padahal, kami bertiga masih bergeming melihat keberadaannya di sana.
Aku mendapat perasaan mengerikan ketika memandanginya.
Kau bergerak ... kau mati!
Itulah perasaan yang berkelebat dalam benakku ketika melihatnya.
"Namaku adalah ... Serhyva Relogh. Senang bertemu dengan kalian semua, wahai kstaria Imperium Britain." Suaranya terdengar tertahan, mungkin karena efek penutup mulutnya.
Dmitry menekuk sudut mulutnya, kemudian dia bergumam, "Jadi begitu. Diakah orang yang selama ini telah mengawasi kami semenjak datang kemari? Tak kusangka dia akan menunjukkan dirinya secepat ini. Kalau begitu, sepertinya aku tidak perlu lagi menahan diri."
Aku mendengar Dmitry seperti mengetahui sesuatu dari kejadian ini. Apakah dia berniat melakukan sesuatu?
Mendadak Dmitry mencabut pedang yang tersarung di tangannya, selagi kedua kakinya terseret dengan membuka lebar jarak antara kedua kaki. Dia memasang pose kuda-kuda berpedangnya, dan bersiap melepaskan tebasan.
"Aliran pedang Angin Timur, kuda-kuda bentuk pertama, kunogiri!"
Segera, batang pedang Dmitry mengeluarkan energi hitam yang meluap-luap. Detik itu juga Dmitry menebas ruang kosong di hadapannya dan melepaskan gelombang energi gelap secara horizontal. Dalam sekejap udara di sekeliling kami terbelah secara halus tanpa suara.
Kecepatan membelah udara dalam waktu singkat itu berhasil ditahan dengan mudahnya. Orang itu hanya bergeming sambil mengarahkan tangan kanannya ke arah depan, elemen angin hitam berbentuk titik pusaran kecil muncul pada telapak tangannya yang terbuka. Tampaknya, semua energi tadi terhisap ke satu titik itu, dan ia menyerap semua bentuk energi dari serangan barusan.
"Hmmm. Dia mampu menahannya, level ancaman Unhuman ini ... mungkin, dia setara dengan penyihir yang berada pada tingkatan Etundra!"
Dmitry kembali mengatakan hal yang tak kumengerti. Sekalipun, kekuatan barusan yang dikeluarkannya. Aku tidak mengerti akan situasi ini. Namun, saat ini hanya Dmitry yang bisa bertindak dalam keadaan seperti ini.
Kedua mata orang itu tiba-tiba memerah, seolah pembuluh darahnya berkumpul di sana. Segera, aura penuh tekanan terpancar dari sekujur tubuhnya.
Aku merasa napasku begitu berat dan sesak.
Apa ini ... ulahnya!?
"Kau ... orang yang di tengah!" Suaranya terdengar penuh tekanan, seraya jarinya menunjuk ke arah Dmitry.
"Dari kemarin, kau selalu menahan diri, apa mungkin ... kau menyadari keberadaanku?"
"... Tidak juga, apa yang membuatmu berpikir demikian?" jawab Dmitry dengan cepat, ia menekuk sudut mulutnya, entah mengapa ekspresinya terlihat seperti dipaksakan.
"Mata itu ... mata yang kau miliki."
Seketika Dmitry terbelalak kaget setelah mendengar itu, raut wajahnya menjadi pucat pasi. Tangan kanannya yang memegang pedang sempat gemetaran untuk sesaat, namun perlahan ia kuatkan kembali.
"Aku tidak mengerti maksudmu!"
"Tidak perlu menghindari kebenaran itu ... fakta bahwa kau seorang—"
Sebelum menyadari adanya sebuah gerakan, Dmitry tiba-tiba sudah muncul dalam posisi melayang di hadapan orang itu. Dmitry dengan kecepatan tangannya mengayunkan tebasan mengincar arah leher lawan.
"Menarik—"
Sebuah ayunan pedang melepaskan gelombang energi hitam yang mengikuti arah gerak tebasan. Seketika itu ruang pada udara di sekitar kami berpijak terbelah, disusul gelombang angin yang memancarkan energi hitam.
Dmitry tidak mengenai orang tadi, Relogh menghilang sesaat tiupan angin berhembus, dan secara tiba-tiba ia sudah berada di belakangku. Kemudian membisikkan sesuatu,
"Aku akan menantikan perkembangan kekuatanmu, Hanz."
Aku tidak bisa bergerak, suatu tekanan kuat menahan tubuhku untuk menyerang. Selain itu, tubuhku bergidik dan merinding.
Ilya yang melihat dari arah samping menjadi terkejut dan bergeming dengan tangan kanan memercikkan bara api, sementara Viona menarik anak panahnya dan membidik ke arah lawan.
Di saat Viona melepaskan anak panahnya dan melesat ke arah orang itu, gelombang angin terhempas keluar dari dirinya, kami semua terpental ke berbagai arah.
"Suatu saat, kita akan bertemu kembali, dan di saat itu terjadi ... kita mungkin telah menjadi musuh," ucap Relogh sesaat ia ditarik sebuah tangan kelubang hitam berasap.
Dmitry mencoba kembali menyerang orang itu di saat ia sedang ditarik, hempasan gelombang hitam dikeluarkan Dmitry dan membelah tanah menjadi dua hingga puluhan meter ke depan, sementara orang tadi berhasil kabur.
"Dia ...!" Dmitry menunjukkan wajah sangarnya untuk pertama kali di hadapanku.
Pandanganku tertuju ke arah bola mata Dmitry yang mendadak berubah aneh, pupil matanya membentuk titik dengan garis melingkar yang simetris.
"Bagaimana dia ... mengetahuinya!?" sambung Dmitry. Ia kemudian menatap ke arahku.
Bola mata Dmitry perlahan kembali ke semula sesaat ia mulai menenangkan diri, ia berjalan mendekatiku dan berkata dengan nada kesal,
"Apa yang orang itu ucapkan, Hanz!?"
Aku sempat terdiam menatap sorot matanya yang tajam nan dingin itu, lalu menjawab dengan rasa raguku,
"E-entahlah ... aku--tidak mengerti apa yang ia ucapkan."
Dmitry kemudian berbalik sambil menyarungkan kembali pedangnya ke balik sabuk pinggang, dan berkata,
"Ah, begitu? Baiklah, cepat persiapkan diri kalian, kita akan berjalan kaki menuju pesisir dan pergi dari sini sebelum para pasukan templar itu sampai ke tempat ini."
"Pa-pasukan templar? Ti-tidak mungkin! Ini artinya The Nine Sage telah ikut bergerak!?" ucap Ilya terbata-bata, matanya ikut terbuka lebar dengan tangan kanan berselimutkan api merah berkobar.
Dmitry tak menoleh maupun menjawab, ia terus berjalan sambil mengepalkan kedua tangannya yang tampak gemetar.
Templar? The Nine Sage? Apa-apaan itu?
Aku belum pernah mendengar kedua nama itu sebelumnya. Atau aku hanya lupa.
"Sebaiknya kita ikuti saja dia, Ilya. Mungkin ada sesuatu yang tak bisa ia katakan sekarang." Viona mengatakannya secara lembut dari samping Ilya. Ia kemudian menepuk pundaknya, dan ikut berjalan menyusul Dmitry.
"Ayo, Ilya," ajakku sambil ikut menepuk pundaknya.
Aku benar-benar tidak memahami situasi yang terjadi di sini, raut wajah mereka tampak suram dan tidak semangat, aku menganggap jika mereka sedang kelelahan saja karena pertarungan tanpa henti yang berlangsung beberapa waktu tadi.
...
...
Setelah hampir satu jam kami berjalan, kami semua berhasil mencapai pesisir pantai. Sebuah kapal layar tampak mengapung di tepian laut.
Pandanganku lalu tertuju ke arah seorang pria yang sedang berjalan mendekat dari arah depan sekoci, rambutnya yang berwarna putih tampak berkibar bersama hembusan angin, terdapat juga sebilah pedang tipis di punggungnya.
Ia sedikit membungkuk ke arah kami semua, seraya berkata,
"Selamat datang kembali, semuanya."
Nada suaranya terdengar halus seperti anak kecil. Lagian, tubuhnya ternyata lebih pendek dariku. Aku malah mengira jika dia hanya anak-anak, aku pun mendekatinya, dan mencoba bilang,
"Waah, ternyata ada kru anak kecil, ya—"
Tanpa peringatan, sebuah bogem mentah mendarat ke ulu hatiku. Pukulannya terlalu cepat. Aku tidak sempat menyadari adanya sebuah gerakan maupun perasaan mengancam, itu serangan yang tidak masuk akal. Tiba-tiba aku tidak dapat bernapas. Pandanganku seperti meredup dan buram.
Aku tersungkur ke tanah. Bersama itu, kesadaranku tenggelam dengan cepatnya.