Alira segera turun dari motor Alingga setelah mereka berdua sampai di rumah Alira. Tadinya Alira menolak saat Alingga menawari tebengan untuknya. Tapi karena Alingga terlalu cerewet jika kemauannya tidak dituruti, akhirnya Alira mengalah.
"Sepi banget. Orang rumah pada kemana?" tanya Alingga setelah melepas helm yang ia pakai.
"Mama lagi di rumah Budhe," jawab Alira. "Mau masuk dulu nggak?"
Alingga menoleh. Melihat wajah Alira yang sedang menatap ke arah rumahnya. Alingga ingin memastikan jika baru saja ia tidak salah dengar.
"Woi!" Alira memukul lengan Alingga dan membuat cowok tersebut mengaduh.
"Kasar banget sumpah. Pantes aja masih jomblo," Alingga berdecak pelan sambil menggelengkan kepalanya.
"Nggak ngaca, Pak? Situ juga masih jomblo," cibir Alira.
"Lagian lo ngapain ngelamun kayak tadi? Kesambet wewe baru tau rasa lo."
"Nggak bakal banget gue kesambet hantu di depan rumah lo," sahut Alingga penuh percaya diri.
"Kenapa enggak?" tanya Alira.
"Udah takut duluan sama muka lo sebelum nyerang gue," jawab Alingga tertawa lepas setelah berhasil membuat Alira kesal.
Kesalahan terbesar Alira adalah menerima Alingga untuk mengantarnya pulang. Jika saja Alingga tidak menakut-nakuti Alira karena hari yang sudah larut, mungkin Alira akan pergi begitu saja dan tidak peduli dengan mulut cerewet milik Alingga.
"Gue balik dulu, ya. Capek juga ngetawain lo," kekeh Alingga yang kini sudah memakain kembali helmnya.
"Loh. Nggak jadi mampir?" tanya Alira menoleh ke arah Alingga.
"Kelupaan belum ngerjain PR. Terus ada naskah yang harus gue edit juga malam ini," jawab Alingga sambil membuka kaca helm yang ia pakai.
"Oohh," Alira mengangguk paham. Kembali memalingkan wajahnya dari Alingga.
"Kapan-kapan gue main ke rumah lo deh," Alingga kembli berucap. Tanpa sadar membuat Alira seketika menoleh.
"Buruan masuk, Al. Angin malem nggak baik buat kesehatan."
"Lo jalan dulu aja," kata Alira.
"Gue tunggu sampe lo berdiri di depan pintu rumah," cetus Alingga.
Alira mengangguk patuh. Ia memandang sekilas wajah Alingga yang sedang tersenyum ke arahnya. Kemudian berjalan pelan sampai di depan rumahnya.
Alingga membunyikan klakson dan melambaikan tangan saat Alira menatapnya dari depan rumah. Tidak lama setelah itu, motor besar Alingga sudah melesat dengan sangat cepat hingga tidak dapat lagi dilihat Alira.
"Belum juga gue bales. Udah kabur aja itu cowok," Alira berdecak kesal, lalu membuka pintu dan masuk ke dalam rumahnya.
***
Alira sampai di sekolah pukul enam lebih tiga puluh menit. Hari ini ia sudah memastikan jika dirinya sudah sarapan. Alira tidak mau kembali pingsan dan menyusahkan banyak orang.
Setelah memarkirkan motornya, Alira berjalan ke arah kelasnya. Sambil menyenandungkan sebuah lagu, Alira merogoh saku tangannya dan mengambil sebungkus vitamin. Memang Alira belum berhasil menemukan orang yang memberinya vitamin ini, tapi Alira sudah membuka vitaminnya sejak semalam.
"Hai, Al"
Alira menoleh. Melihat Leo yang sedang berjalan di sebelahnya.
"Vitamin?" Leo melirik sekilas ke arah bungkus vitamin yang Alira pegang.
"Mau?" Alira menyodorkan bungkusan vitamin yang belum masih ada isinya.
"Buat lo aja," jawab Leo. "Gara-gara kemarin pingsan, lo jadi beli vitamin?"
Alira menggeleng. "Bukan gue yang beli."
"Dibeliin nyokap lo?" tanya Leo.
"Bukan," jawab Alira. "Gue nggak tau siapa yang ngasih. Tiba-tiba udah ada di tas gue."
Leo tampak mengernyit bingung. Perlahan ia mengingat setiap hal yang kemarin ia lakukan saat di sekolah. Beberapa saat setelahnya, ekspresi Leo tiba-tiba berubah.
"Lo kenapa? Kebelet?" tanya Alira melihat wajah Leo yang terlihat merah.
"Nggak. Gue nggak papa," ujar Leo membuat Alira mengangguk paham.
"Gue duluan ya. Bye bye," Alira mempercepat langkahnya dan meninggalkan Leo yang kelasnya tidak searah dengan kelas Alira.
Sampai di kelasnya, Alira bertemu dengan Gea yang ternyata sudah lebih dulu sampai di kelas.
"Tumben berangkat pagi," ucap Alira.
"Gara-gara Oscar belum ngerjain PR, harus nyontek ke Alingga dulu makanya jadi berangkat pagi," jawab Gea sambil melaksanakan piket pagi.
"Nyontek ke Alingga?" tanya Alira memastikan.
Gea mengangguk. "Tau sendiri, kan, kalo di antara mereka bertiga yang otaknya paling encer itu Alingga. Gitu-gitu si Alingga pasti masuk lima besar kalo pas penerimaan rapor."
Alira melongo di tempat. Ia pikir semalam Alingga hanya asal-asalan saja memberi alasan pada Alira. Ternyata kelas Alingga memang ada PR yang harus dikumpulkan hari ini.
"Istirahat nanti temenin gue nonton Oscar latihan futsal ya, Al" pinta Geo.
"Futsal?"
"Iya futsal. Katanya mau ada lomba tapi gue nggak tau kapan. Jadi harus latihan dulu," ujar Gea menjelaskan.
"Oke. Entar gue temenin," kata Alira tanpa perlu pikir panjang.
Beberapa saat setelah itu, bel masuk berbunyi. Para siswa yang masih berada di luar kelas terlihat mulai masuk ke kelas masing-masing. Mempersiapkan diri untuk mengikuti pelajaran jam pertama.
***
"GOL!!!!"
Seluruh penonton yang mengelilingi lapangan bersorak heboh saat salah satu diantara pemain futsal berhasil mencetak gol.
"Sumpah! Alingga sama Oscar keren banget!" teriak salah seorang siswi yang menonton futsal.
Gea yang mendengar nama kekasihnya dipanggil tampak berdecak kesal. Tau jika Oscar sudah memiliki kekasih, masih juga dikejar-kejar.
"Yang sabar. Resiko punya pacar ganteng emang gitu," kata Alira dengan tatapan fokus pada layar ponselnya.
Hari ini Alira akan memuplikasikan satu bab dari novelnya yang berjudul Psycho, But I Love You. Dan sekarang Alira sedang mengecek apakah ada kalimat yang salah satu tidak. Supaya nanti pembaca lebih nyaman saat membaca ceritanya.
"Teriakin Alingga doang udah cukup kali. Nggak usah bawa-bawa Oscar," ujar Gea membuat Alira terkekeh pelan.
-Trisal meminta Neola untuk menemaninya ….-
Alira membaca kembali satu kalimat yang ia rasa isinya masih janggal. Semalam Alira kepikiran jika Trisal meminta Neola untuk menemaninya beli baju. Tapi, sepertinya alur seperti itu tidak begitu menarik pembaca.
"Lihat Alingga deh, Al. Ganteng banget. Benaran gue nggak bohong," Gea menyenggol-nyenggol lengan Alira.
Membuat Alira mau tidak mau mendongakkan wajahnya. Bertepatan dengan itu, Alingga sedang berdiri di tengah-tengah lapangan sambil menyisir rambutnya ke belakang menggunakan jari-jari tangannya. Mengundang riuh para siswa yang sedang melihat ke arahnya.
"Ganteng banget," batin Alira terlihat menyembunyikan senyum di wajahnya.
Bodoh jika ada perempuan yang tidak menyadari ketampanan Alingga. Hidung mancung, alis yang menawan, dan tatapan tajam kedua matanya mampu membius siapa pun yang menatap Alingga. Jangan lewatkan senyum licik yang sering Alingga tebarkan ke banyak perempuan hingga membuat mereka terbawa perasaan.
"Gimana, Al? Udah terpesona sama ketampanannya musuh sendiri belum?" tanya Gea.
Alira terkekeh pelan. Alih-alih menjawab pertanyaan Gea, ia justru kembali merevisi naskan novel yang sebentar lagi akan ia unggah.
-Trisal meminta Neola untuk menemaninya berlatih futsal sepulang sekolah.-
Satu jari tangan Alira menekan tombol publikasi pada layar ponselnya. Merasa lega setelah berhasil menyelesaikan satu bab hari ini. Ponsel Alira kembali ia simpan ke dalam saku seragamnya.
Selepas itu, Alira mendongakkan kepalanya. Memperhatikan pergerakan Alingga yang sangat lincah dalam bermain futsal. Diam-diam Alira tersenyum saat melihat satu atau dua hal yang dilakukan Alingga saat sedang berolahraga.
"Ganteng tanpa filter. Pantas banyak yang suka."
***
17102021 (21.23 WIB)