"Pedang kembar itu tak akan bisa membunuhnya selama ia memegang Liska. Linka adalah benda yang hilang sejak perang berakhir di masa lalu. Itu bukan hanya ace, aku akan menggunakannya untuk mengincar nyawa orang-orang Bangsa Penyegel Mantra lebih dulu. Terutama petinggi terakhir dan para keturunannya."
"Saya paham bahwa Nadia dan Raziva hanya sandra, tapi anda jangan terlalu memandang remeh keturunannya, kita kehilangan Valen, dan Rataka nampaknya tidak tahu siapa yang menculiknya.
"Aku tidak peduli si br*ngsek itu."
"Tapi fakta bahwa kita hanya berselisih dengannya membuat ini jadi runyam. Apa anda yakin perang yang anda siapkan hanya antar dua kubu? Atau lebih dari itu?"
Ramon nampak berpikir keras.
Valen adalah bawahan Ramon yang menculik Rowlett malam itu di panti asuhan Motherwood. Ia hanya asal ambil karena saat itu kondisi cukup tidak kondusif karena polisi memenuhi area gedung utama. Rowlett berada di gedung utama, ia tersesat saat menuju titik kumpul dan saat melewati lorong gelap karena lampu mati akibat ulah Marina yang terlalu dikuasai fyber, Valen tidak sengaja menabraknya, karena ia mendapat perintah mengawasi Amanda sejak awal. Ia pun melihat Rataka yang berdiri di balik pohon di luar halaman, sedang Valen berada di dalam gedung.
"Dia juga mengawasi anak gadis itu?" Valen bertanya-tanya. Hingga ia menabrak anak kecil yang berlar-lari.
"Aduh!" seorang anak laki-laki kecil menabrak kakinya dan jatuh.
Valen tersenyum dna berjongkok ramah.
"Siapa namamu, Nak?"
"Aku Roni. Aku tersesat. Tolong aku, Om."
"Baiklah. Sini Om gendong."
Setelah itu keberadaan Roni lenyap, dan Valen menanamkan ratusan fyber dalam tubuhnya sebagai budak agar ia mendapat kontrol penuh oleh Roni. Roni akhirnya berubah menjadi Rowlett dan memperkenalkannya pada Ramon. Rowlett adalah kepuasan Valen secara pribadi.
"Bukannya membawa gadis itu malah membawa Rowlett bocah lemah itu," Ramon menyayangkan keserakahan Valen. Padahal ia tahu level Rataka bukanlah tandingannya.
"Untuk saat ini kita tenang dulu. Aku tidak au ada keributan tambahan lagi," perintah Ramon.
"Baik Tuan." pria itu menundukkan kepala.
Pria yang membawa pedang kembaran Liska adalah pilar nomor 1. ia jarang muncul di area karena ia sering berada di sisi Ramon. Ia memiliki tugas mengawasi pilar lainnya agar tidak ceroboh. Terutama si nomor 2, yang terkenal agak gila. Selain Valen, Rowlett juga dekat dengannya, karena dialah yang merawat Rowlett selain Valen. Su nomor 2 sudah seperti sosok ayah baginya. Di salah satu yang paling ditakuti di Sekte Segitiga Merah. Ramon dan dua pilar spesialnya.
***
"Direktur Rossan, apakah ada di kantor?" tanya Rataka pada sekretaris di luar ruangan.
"Iya, direktur ada di dalam. Silahkan masuk."
Rataka membuka pintu dan masuk. Ia mengunci pintunya, namun tiba-tiba sebuah tamparan melayang ke pipinya. Direktur berdiri di hadapannya dengan matanya yang memerah.
Plakkk!
Rataka menunduk, ia tahu ini akan terjadi.
"Kau sudah tahu hasilnya tapi tetap menemuiku?" Direktur semakin kesal.
"Kau mau membuat semua nyawa ditumbalkan! Kau mau membunuh kita semua huh!?"
"Tenanglah. Bernapaslah dengan tenang," kata Rataka dengan tenang dan percaya diri.
Mata merah direktur kembali normal. Ia menenangkan emosinya.
"Kau membuang kekuatanmu untuk anak fyber yang sudah tidak tertolong. Apa motofmu? Kau yakin tidak depresi dan ingin membunuh kita semua?" Direktur berkacak pinggang lalu duduk di kursinya.
"Aku tahu mantra penghubung tidak akan mengetahui keberadaan Ramon, namun cukup mengancamnya."
"Kenapa tidak sekalian kau keluarkan mantra perusakmu dan membunuh seluruh anak indigo di dunia ini?" Direktur menceramahinya.
"Aku perlu stimulan untuk membuat Ramon jera, meskipun kita tidak mengetahui keberadaannya. Pria yang bernama Valen hilang, aku membawa salah satu pilar, namun sepertinya mereka membuang orang-orang yang tidak diperlukan sehingga tidak terlalu mengurusi ini."
"Mantra penghubungmu bisa mengutuk siapa saja yang lemah dalam mimpi buruk, Taka. Sekalipun kau belum menggunakan kutukan penghancur. Kau tahu itu kan? Tidak hanya sekte sialan itu, namun juga keturunan-keturunanku! Kau membahayakan anak-anak dna cucu-cucku di luar sana. Dan lagi, jika Valen ditemukan salah satu keturunanku, maka keberadaan sekte itu akan terungkap. Perang yang sesungguhnya akan dimulai bahkan tanpa kita bisa prediksi sebelumnya."
"Maafkan aku direktur. Aku terlalu ceroboh kali ini." Taka menundukkan kepalanya dengan berdiri tegap.
"Lupakan itu. Untuk saat ini sekte segitiga merah mungkin akan berdiam diri. Anggota mereka banyak yang tidak stabil. Pilar-pilar tidak akan maju dengan senjata lemah setelah mengetahui kutukan milikmu. Mereka juga tidak akan mencari si sampah Valen yang membuat semuanya jadi berantakan. Jadi, tugasmu sekarang adalah menemukan Valen dan menjauhkannya dari bangsa kita. Jangan sampai dia menemui salah satu orangku.
Sementara itu.
Rey, salah satu sandra milik Arvy yang ia sembunyikan di apartemennya menggila karena fyber di tubuhnya seperti cacing kepanasan. Bukan hanya sekte dan bangsa indigo yang mendapatkan imbasnya, namun juga fyber-fyber yang ada di luar sana tak terkecuali Rey.
Hari itu, Arvy tiak sengaja mendengar rintihan di basemen apartemennya. Ia terkejut melihat Rey berteriak kesakitan, fyber-fyber menggeliat dalam tubuhnya, apalagi ia telah memakan banyak jiwa istimewa. tidak hanya satu telapak tangan, saking banyaknya kedua telapak tangannya dipenuhi ribuan benang tipis yang perlahan menggigit selnya. Kenangan menyakitkan tentang keluarga dan orang-orang yang menyiksanya di masa lalu kini teringat lagi. Arvy mendekat dan ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Diriya panik dan berusaha menyadarkannya.
"Rey! Rey! Apa yang terjadi! Ada apa denganmu!"
Arvy kasihan dengan kondisinya yang terlihat sangat kesakitan, namun ia tak tahu alasannya. Ia mengunci ruang basement agar suara teriakannya tak terdengar keluar terutama penduduk apartemen yang tinggal di sana.
"Rey…" panggil Arvy.
Ia mendekat perlahan dan berusaha menenangkannya. Ia mulai merasa bersalah mengurungnya. Apakah ia penyebabnya Rey kesakitan seperti ini? Itulah yang dipikirkan namun Arvy tidak akan terkecoh. Ia mendekat dan memegang tangannya, namun betapa terkejutnya cahaya biru dan benang-benang tipis itu di telapak tangan Rey.
Arvy kaget dan jatuh ke belakang. Ia berjongkok dan mengulurkan tangannya, meski ragu-ragu.
"Apa dia demam?" Arvy menempelkan telapak tangannya di dahi Rey, sama seperti yang dilakukan Rataka pada Rowlett.
Dengan memejamkan mata berusaha merasakan suhu badan Rey, Arvy terkejut bukan main karena bukan itu yang ia dapatkan melainkan kilas balik hidup Rey yang menyakitkan. Arvy melihat segalanya dari sudut pandang Rey. Ia kaget lalu ia memaksa menarik tangannya namun ia akhirnya terpental dan menatap dinding. Kondisi Rey sudah pingsan dengan buih yang keluar dari mulutnya.
Brak!
Tiba-tiba terdengar suara jendela terbuka di atas.