['Mereka' dapat melihatmu, namun belum tentu kau akan dapat melihatnya. Mereka seperti mata-mata yang terus dapat melihatmu di manapun hingga akhirnya 'mereka' memilih menunjukkan entitasnya di depan matamu sendiri.]
Malam itu terasa mencekam dan seluruh lampu ruang theater padam seketika, kami hanya mendapat penerangan dari luar jendela. Tanpa basa basi, kami langsung berlari meninggalkan ruang theater tanpa menutupnya dan terus berlari menuruni anak tangga dan keluar menuju pintu sekolah. Kami terengah-engah lelah berlarian menuruni anak tangga sekolah, kami berhenti di bawah lampu pijar lapangan sekolah yang menerangi kami sehingga dapat mengenali wajah satu persatu.
"Kalian nggak apa-apa kan?" Tanya kak Vivi yang masih berusaha mengatur pola nafasnya.
"Ih-iya kami baik-baik saja." Ucap Tika serempak bersama Selena, Olive dan Hans.
"Dyandra kamu nggak kenapa-kenapa kan?" Tanya ka Willi pdaku.
"Nggak apa kak. Ehmm... yang tadi firasatku mungkin 'mereka' terganggu sama kita deh, makanya tadi kita ngalami hal seperti itu."
"Kok bisa? Kenapa? Emang salah kita apa?" Tanya Oline.
"Yaaa.. Entahlah, Mungkin karena kita ribut-ribut tadi?" Jawabku.
"Hah? Yang benar aja? Masa iya gara-gara kaya gitu 'mereka' bisa kaya gitu sih? Ihhh serem banget dong jadinya sekarang bascmpnya.." Ucap Oline sambil bersembunyi di balik badan Selena.
"Sudah-sudah, yang pentig kalian semua baik-baik saja. Ow ya masalah tadi, saya harap Tika kedepannya jangan lakukan hal seperti ini lagi ya. Saya tahu kamu dari awal Dyandra datang sudah tak suka. Saya sudah perhatikan kamu dari tadi siang. Jika kamu lakukan hal seperti ini kedepannya, maaf saya tak dapat membiarkan kamu berada di tim theater ini. Saya nggak inigin ada yang menjadi toxic buat anggota yang lain baik itu yang baru maupun yang lama. Jadi, untuk masalah ini saya maafkan dan kalian dapat saling meminta maaf." Ucap kak Willi dengan nada tegas.
"Huuuuhh.. baik kak. Maaf ya Ndra." Ucap Tika dengan menundukkan kepala.
"Ulangi!" Ucap kak Willi
"Hah?"
"Nggak dengar ucapan saya?! Ulangi ucapanmu! Minta maaf yang baik dan benar! Kamu ingin menjadi pecundang?" Ucap kak Willi yang mulai sedikit emosi dengan sikap Tika yang tidak bersungguh-sungguh.
Tika terdiam mendengar ucapan kak Wili, namun apa yang di ucapkannya memang benar, bukan hanya untuk masa ini tetapi untuk kedepannya juga. Terlihat sekali ekspresi Tika sangat membenciku dan kak Willi, ia terus menatapku dengan sinis dan terus berulang-ulang kali menghembuskan nafas panjangnya hingga akhirnya ia memberanikan diri untuk meminta maaf dengan sungguh-sungguh tanpa nada yang meninggi di setiap ucapannya. Kami semua yang berada di tengah lapangan mendengar permintaan maaf Tika yang terdengar tulus sangat senang dan lega. Beberapa anak ingin segera pulang karena hari mulai larut dan sekolah mulai sepi. Disaat kami masih berkumpul di bawah lampu lapangan basket, seorang petugas keamanan atau yang sering dibut satpam sedang berkeliling lalu menghampiri kami.
"Hey! Kalian sedang apa?!" Tanyanya sambil berteriak dari kejauhan.
"Malam pak. Kami baru saja selesai latihan drama pak." Ucap kak Willi.
"Ini sudah malam! Sudah jam 8, segera kalian pulang ke rumah masing-masing!"
"Baik pak!" Jawab kami serempak, lalu kami bergegas meninggalkan lapangan basket dan menuju tempat parkir sepeda motor. Aku yang sudah di tunggu mama di mobil dengan segera aku berlari menghampiri mobil mama dan pulang menuju ke rumah.
Di sisi lain, petugas keamanan tadi berkeliling memeriksa tiap ruangan di gedung sekolah. Ia memastikan tidak ada murid yang masih berada di sekolah. Malam itu sebenarmya terdapat beberapa guru yang sedang bekerja lembur untuk memeriksa hasil ujian di sekolah sehingga pak satpam memastikan guru-guru yang sedang lembur masih berada di ruang guru. Ia berjalan mengelilingi setiap ruang kelas menggunakan senter untuk memastikan tak ada orang di sudut-sudut ruangan. Ia terus berjalan menyusuri gedung sekolah dengan teliti hingg aakhirnya ia berjalan di dekat ruangan theater.
"Haaahhh.. anak-anak yaa.. kebiasaan habis pakai ruangan nggak di tutup pintunya dan di kunci. Gini kalau ada barang yang hilang yang di salahkan petugas satpamnya. Yang dikatain nggak becus jaga sekolah lah. Nggak becus periksa tiap ruanganlah. Lah sekarang apa gunanya CCTV kalau satpam terus yang di salahin! Haduuhh!! Bikin jengkel aja malam-malam kaya gini." Gerutu pak satpam sambil memeriksa ke dalam ruangan theater.
Lampu dari lapangan basket menerangi sebagian ruangan hingga tak terlampau gelap. Disaat itu terlihat sebuah bayangan seorang anak perempuan yang tengah berdiri menghadap jendela ke lapangan basket. Sosok itu terlihat berambut panjang dengan tubuh yang tinggi semampai. Pak satpam mencoba mendekatinya karena penasaran sedang apa yang ia lakukan malam-malam di sini.
"Hey! Sedang apa kamu!" Teriak pak satpam dari balik lemari kabinet yang menutupi sosok anak perempuan itu. Namun tak ada jawaban dari anak perempuan itu, dan akhirnya pak satpam mendekatinya untuk mengetahui siapa yang berada di sana.
Disaat pak satpam mendekati bayangan sosok perempuan yang berada di balik lemari kabinet, ia tak menemukan seorangpun di sana. Pak satpam mulai khawatir apa yang telah ia lihat.
[Dag-dig-dug-dag-dig-dug]
Suara detak jenatung pak satpam terdengar sangat jelas seperti akan meloncat dari tempatnya. BUlu kudu yang mulai berdiri dan keringat dingin yang telah membasahi leher dan punggunggnya semakin membuatnya takut, namun gengsi dengan jabatan pekerjaan yang ia jalani saat ini. Kakinya terus melangkah satu demi satu untuk memastikan jika tidak ada orang di sana hingga memeriksa ke dalam lemari-lemari terdekat. Ia tak menemukan seorangpun.
"Hey!! Siapa yang ada di dalam!! Cepat keluar!!! Ini sudah malam!! Lekas pulang!!" Teriak pak satpam sekali lagi.
[BRRAKK!!]
Terdengar suara pintu yang terbanting dengan keras, seakan-akan ada orang yang melemparkan daun pintu itu hingga terbanting. Pak satpam yang tadi masih memeriksa lemari terkejut dan segera berlari meninggalkan tempatnya dan memeriksa keadaan di depan pintu. Ia menengok ke kiri dan ke kanan tak di ketemui satu orangpun. Ia masih penasaran dengan sosok anak perempuan itu, karena hingga akhirnya tak ada orang yang bersembunyi ia memutuskan untuk menutup pintu ruang bascamp dan meninggalkannya. Disaat pak satpam sedang berjalan menyusuri lorong sekolah lantai dua dan hendak menuruni anak tangga, ia merasakan seperti ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Ia menoleh kebelakang namun tak ada seorangpun di belakangnya. Ia menyoroti beberapa sudut kelas menggunakan lampu senternya, juga tak di dapati seorangpun. Bulukudunya berdiri dan jantungnya semakin berdegup dengan kencang. Ia berjalan lebih cepat menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa hingga beberapa kali terjatuh dari tangga. Suasana semakin mencekam dan beberapa kali ia mendengar suara tawa seorang perempuan. Satpam itu terus berlari hingga keluar dari gedung sekolah dan bertemu dengan rekan kerjanya.
"Kenapa lu lari-lari sampe kaya gitu? Kaya habis liat hantu aja." Celetuk temannya.
"Hosshh-hosshh-hosshh.. I-i-itu.. di-di-dalam sekolah ada hantunya." Ucapnya sambil terbata-bata.
"Mana ada hantu?! Masih jam delapan gini mana ada hantu keluar, Ada-ada aja sih lu!"
"Ya udah kalau lu gak percaya! Nanti shift kedua lu yang keliling deh! Gue gak mau keliling lagi ke dalam sekolahan malam-malam. Gila aja mau uji nyali lagi. Kalau nggak gue resign aja deh! Angker gini nih sekolah padahal sekolahan elit."
"Sudah laahhh.. namanya juga kerjaan. Ya gini ini resikonya.. apa lagi lu baru beberapa minggu jadi satpam di sini. Lah gue udah beberapa tahun cooyy.. Udah makanan sehari-hari kaya gitu. Nggak usah di tanggepi aja kalau lu lihat kaya gituan." Ucap temannya sambil memberikan segelas air putih padanya. Hingga akhirnya kejadian semalam tak pernah terungkap baik itu pada pihak sekolah maupun ke rekan yang lainnya saat bergantian shift.