Download App
5.17% The Dark Side of Namara / Chapter 18: Tanpa Kelembutan

Chapter 18: Tanpa Kelembutan

Cengkeraman tangan Eros membuat Namara merasa tercekik dan kesulitan bernapas. Hal itu mengakibatkan kulit wajahnya berubah menjadi merah.

"Aku …." Namara bingung harus mengatakan apa. Dia sendiri tidak tahu apa yang sedang terjadi dan kenapa Eros terlihat sangat marah.

"Aku tanya sekali lagi, siapa kau?" Eros semakin tajam menatap Namara. Tangan kirinya yang terbebas segera mengeluarkan energi hitam yang menguar.

Namara bisa melihat energi hitam itu dari sudut matanya. Dia segera menutup mata dan bulir air bening lolos begitu saja melewati pipinya.

"Tuan …, aku tidak tahu apa maksud Tuan," bisik Namara. Dia berusaha terlihat menyedihkan.

Namun, respon Eros justru tidak terduga. Pria itu membentak, "Jangan bersikap menyedihkan di depanku!" Dia langsung melempar tubuh Namara hingga jatuh tersungkur ke lantai.

"Ahh ...."

Namara merasa kaki dan pinggangnya sangat sakit. Dia mencoba menggerakkan kakinya, tetapi sengatan rasa sakit itu membuatnya urung.

Sialan! Pria itu benar-benar orang yang kejam. Apa yang harus dia lakukan sekarang?

Percuma saja mencoba mengiba dengan tangisan yang menyedihkan. Sepertinya Eros justru tidak senang melihat seseorang menangis.

"Kau tahu apa yang paling aku benci di dunia?" tanya Eros sambil melangkah mendekat. Setiap langkahnya membawa aura menakutkan bak dewa kematian.

Namara hanya menggeleng tanpa menatap ke depan.

"Pengkhianatan. Jika kau datang membawa maksud tersembunyi … aku akan datang mencari rumahmu dan menghancurkan siapa pun yang ada di sana," ucap Eros dengan nada yang terdengar datar.

Dia membungkuk menangkap dagu Namara dan mengangkatnya agar menatap ke arahnya. "Apa kau mengerti?"

Di dalam hati Namara benar-benar tertawa mengejek. Sayang sekali dia memang memiliki maksud tersembunyi. Dia memiliki rencana besar yang akan mengantarkan klan Sayap Hitam pada sebuah bencana.

'Sejak kau membawaku ke sini maka kau sendiri akan menjadi penyebab kehancuran klanmu,' cemooh Namara di dalam hati. Meskipun begitu wajahnya tidak menunjukkan permusuhan apa pun.

"Mengerti," balas Namara pelan.

Eros kembali berdiri. Dia melangkah lalu duduk di salah satu kursi yang ada di sana. Matanya sama sekali tidak terlepas dari Namara.

"Pelayan!" Eros berseru. Tak selang lama kemudian seseorang yang diharapkan pun langsung datang.

"Ya, Tuan."

"Bantu dia membersihkan diri."

Pelayan wanita itu terdiam sebentar. Dia merasa takut seandainya Namara akan membuatnya terluka seperti yang terjadi pada Elise.

"Tunggu apa lagi?!"

"Ba—baik," jawab si pelayan dengan gugup. Dia juga takut membuat Eros marah. Jadi mau tidak mau dia langsung melakukan perintah pria itu.

Dia bergerak mendekati Namara. Dengan perasaan ngeri dia membantu wanita itu berdiri. Setelah itu mereka pun bergerak menuju kamar mandi.

Namara mengambil kesempatan ini untuk mencari tahu apa yang sudah terjadi. Dia bertanya, "Kenapa kalian memperlakukanku seperti orang aneh?"

Pelayan itu merasa sedikit tidak nyaman. Ragu-ragu dia menjawab, "Nona, pelayan yang pingsan itu sebelumnya tidak sengaja menyentuh tanda di bahu Nona. Apa Nona tidak merasakannya?"

Namara tidak menduga bahwa penyebabnya adalah itu. Dia sedikit tidak percaya. Bagaimana mungkin menyentuh tanda lahir seseorang bisa menyebabkan bahaya?

"Itu tidak mungkin. Kalian pasti salah paham. Ini hanya tanda lahir biasa," sangkal Namara. Dia menjadi heran juga. Kenapa orang-orang memperlakukan tanda lahirnya dengan cara berbeda?

Terakhir kali Xanda mengatakan jika tanda lahirnya sudah membuat Nera terluka. Dan sekarang pelayan ini mengatakan hal yang sama juga tentang Elise yang pingsan.

Namara sudah hidup 20 tahun bersama dengan tanda lahir itu. Dan selama itu pula dia tidak pernah mendapatkan keanehan apa pun. Namun, kenapa akhir-akhir ini ada saja hal yang sedikit tidak normal? Apa ini alasan kenapa Eros kembali mencurigainya?

"Nona, apa kau tidak mengetahui apa-apa tentang itu?" tanya si pelayan.

"Tidak."

Namara menggeleng dan itu membuat pelayan itu terdiam. Sebelumnya dia benar-benar melihat apa yang sudah terjadi dengan mata kepalanya sendiri. Mata tidak mungkin memalsukan sebuah kejadian, kan?

"Baiklah. Lupaka saja tentang itu. Maaf sudah membuat kalian takut," ucap Namara mengakhiri pembicaraan itu.

Kemudian mereka tiba di tempat yang di dalamnya terdapat kolam air berukuran cukup besar. Namara segera turun memasuki kolam. Untung kakinya tidak mengalami luka serius jadi itu tidak begitu merepotkan.

Namara menggosok tubuhnya untuk menghilangkan pasta hijau yang sangat menjijikkan. Setelah itu dia diberi cairan kental yang aromanya begitu harum.

"Pakailah itu untuk menghilangkan bau sisa pasta sebelumnya," ucap si pelayan.

Tanpa banyak bertanya Namara langsung mengoleskan cairan itu ke tubuhnya. Meskipun tercampur dengan air aroma wanginya tetap melekat di kulit. Itu barang yang cukup menakjubkan.

Setelah semua terasa cukup, Namara pun berniat naik ke permukaan. Akan tetapi, pelayan itu masih ada di sana dan memerhatikannya tanpa merasa sungkan.

"Bisakah kau keluar? Tolong tinggalkan pakaian dan kain pengering," pinta Namara.

"Jika Nona merasa malu, aku akan berbalik." Pelayan itu memutar tubuhnya hingga membelakangi Namara. Tangannya yang memegang pakaian bersih dan kain pengering terulur ke samping.

Namara benar-benar tidak habis pikir. Apa mereka pikir dia akan melarikan diri? Bahkan mandi pun harus diawasi.

Dengan perasaan tidak senang Namara melangkah keluar dari air. Dia segera mengeringkan tubuh dan mengenakan pakaian dengan cepat.

Kali ini pakaian yang dia kenakan terasa lebih nyaman. Selain itu ketika dipakai juga tidak begitu terbuka, tidak seperti pakaian di rumah pelacuran.

Hal itu membuat Namara merasa sedikit senang. Dia melangkah keluar diikuti si pelayan. Sekarang dia akan berhadapan lagi dengan Eros. Perlu persiapan mental untuknya.

Saat ini Eros masih duduk dengan posisi yang sama tanpa bergerak sedikit pun. Pikirannya berputar hanya untuk memikirkan tanda lahir Namara. Kenapa wanita itu terlihat seperti tidak tahu apa-apa?

Mungkin Eros bersikap seperti seorang bajingan yang kesenangannya hanya bermain dengan wanita. Namun, tidak ada yang tahu persis bagaimana karakter dia yang sebenarnya.

Tidak ada yang tahu bahwa, Eros tidak sesederhana yang mereka pikirkan.

Pada saat itu dia mendengar suara langkah mendekat. Dia langsung melihat Namara yang berjalan masuk dengan penampilan rapi. Wanita itu terlihat lebih segar dari sebelumnya.

Setelah tiba di dalam, Namara tidak tahu harus melakukan apa atau mengatakan apa. Dia hanya diam menunggu sampai Eros membuka suara.

"Aku akan memberi tahu peraturan apa yang mengikat hidupmu di sini," ucap Eros. Tidak ada riak khusus di wajahnya.

"Baik," balas Namara dengan singkat.

Eros berdiri dari tempat duduk. Dia berjalan mendekati Namara lalu berkata, "Satu, apa pun yang terjadi, jangan pernah menangis di hadapanku. Kau mengerti?"

Namara mengangguk.

"Dua, jangan pernah mengatakan tidak padaku." Itu berarti dia tidak ingin ditolak.

"Tiga, jangan pernah mengatakan jangan." Artinya dia tidak ingin dilarang.

Tangan Eros mendarat di pundak Namara lalu mendorongnya sedikit demi sedikit. Tubuh Namara mulai kaku. Kedua kakinya melangkah mundur hingga menemui jalan buntu saat tiba-tiba menabrak sisi ranjang.

"Empat, jangan pernah memanggil namaku." Hanya Tuan, seperti panggilan seorang budak pada umumnya.

Namara menelan ludah. Dia bisa memahami semuanya.

"Lima, jangan menanyakan hal-hal di luar batasmu."

Ya. Namara mengerti.

"Enam, jangan pernah mengguruiku."

"Tujuh …." Ternyata masih belum selesai.

"Jangan pernah mencoba melarikan diri atau kau tidak akan pernah bisa lari lagi, selamanya."

Pada saat itu Eros langsung mendorong Namara hingga jatuh ke atas Ranjang. Dia langsung mencium bibir Namara dan melumatnya tanpa kelembutan.

Tubuh Namara langsung berubah menjadi kaku. Dia terdiam dengan pikiran yang sedikit kacau. Apa pria itu akan menyentuhnya sekarang?


next chapter

Chapter 19: Pencarian Eros

Tidak. Eros tidak menyentuh Namara sekarang. Setelah mencium Namara, pria itu kembali menjauh. Dia berbalik dan sebelum pergi dia berkata, "Ada satu aturan lagi. Kau akan tahu nanti."

Namara menatap sosok Eros yang melangkah meninggalkan kamar. Akhirnya dia bisa bernapas lega. Meskipun dia sudah bertekad, tetapi rasanya masih tidak rela membiarkan pria yang dia benci mencoba menyentuhnya.

Tubuh Namara berguling beberapa kali di atas ranjang. Setelah itu dia terdiam menatap langit-langit yang kosong. Dia harus mulai memikirkan rencana lebih lanjut.

Namun, ini masih hari pertama. Dia tidak bisa terlalu tergesa-gesa atau terlalu mencolok. Orang lain bisa mencurigainya.

Wosshhh!

Tiba-tiba Namara mendengar suara sesuatu yang melesat. Dia langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Kemudian dia melihat asap hitam yang menyebar di ujung ruangan.

Kening Namara berkerut dalam. Sesaat kemudian muncullah sosok pria tua yang sudah tidak asing. Pria itu menatapnya dengan mata memelotot. Sudah pasti dia sedang marah.

"Jadi kau masuk dengan cara ini?!"

Itu adalah Master Orsley. Namara benar-benar dibuat terkejut dengan kemunculannya. Bagaimana bisa pria tua itu menyusulnya datang ke tempat ini?

Namara segera berdiri mendekati Master Orsley. Dia menengok ke kiri dan kanan untuk memastikan tidak ada orang yang melihat.

"Orsley Tua, kenapa kau datang ke sini?" tanya Namara dengan suara rendah. Dia langsung menarik pria itu menuju tempat yang lebih tersembunyi.

"Kau benar-benar …." Master Orsley menunjuk Namara tanpa bisa berkata-kata. Dia pikir wanita itu pergi membalaskan dendam menggunakan cara yang bermoral.

Namun, setelah dia mencari tahu lebih banyak, ternyata Namara memasuki rumah bordil untuk menjadi budak seks Eros. Wanita itu benar-benar gila!

"Heh! Bisakah kau berpikir sedikit lebih jernih?!" Master Orsley berniat menoyor kepala Namara, tetapi wanita itu segera menunduk untuk menghindar.

"Orsley Tua, dengarkan aku." Namara berusaha menjelaskan.

"Aku tahu ini terlalu berani, tapi percayalah aku pasti bisa melakukannya," imbuhnya, dia sedang mencoba meyakinkan Master Orsley.

"Dan kau … bagaimana kau bisa masuk ke sini? Kau tidak akan melaporkanku, kan?" Namara bertanya.

Master Orsley mendesah. Dia menggaruk rambut gondrongnya dengan frustrasi. Tentu saja dia tidak akan melaporkan Namara.

Lagi pula meskipun dia memiliki darah klan Sayap Hitam yang mengalir dalam tubuhnya, dia tidak begitu menyukai klan ini. Dia lebih menyukai klan Matahari.

"Aku tidak bisa berbicara banyak hal padamu," ucap Master Orsley. Kemudian dia menjambak rambut gondrongnya untuk diserahkan pada Namara.

"Simpan ini!" perintahnya.

Eskpresi wajah Namara menjadi beku seperti orang bodoh. Untuk apa orang tua itu memintanya menyimpan rambut gondrongnya? Namara benar-benar tidak mengerti.

Master Orsley menjadi kesal melihat respons lambat Namara. Akhirnya dia menyambar tangan wanita itu dan langsung memaksanya agar menyimpan rambutnya. Setelah itu sosoknya langsung menghilang bersamaan dengan suara langkah kaki yang terdengar dari luar kamar.

Namara segera berbalik dan menyembunyikan barang itu. Kemudian dia melihat seorang pelayan yang berjalan masuk sambil membawa beberapa makanan.

"Nona, tetaplah di sini. Jika ada sesuatu yang kau butuhkan silakan panggil pelayan di depan," ucap si pelayan itu. Kemudian dia meletakkan makanan ke atas meja.

"Terima kasih," ucap Namara. Pelayan itu mengangguk dan kembali keluar.

Setelah benar-benar aman, Namara segera mengeluarkan rambut hitam Master Orsley. Ajaibnya rambut itu kini sudah berubah menjadi sayap berwarna hitam gelap. Ini benar-benar mengejutkan.

"Kenapa dia memberikan ini padaku?" Namara bergumam heran. Kelihatannya itu hanya sayap biasa, tidak ada spesialnya sama sekali. Namun, orang tua itu tidak mungkin memberikan sesuatu tanpa alasan.

"Ah, lupakan saja. Aku akan menyimpan ini untuk sementara," gumamnya.

***

Di malam hari, seorang pria berdiri di antara lemari-lemari raksasa yang jumlahnya ada begitu banyak. Setiap lemari-lemari itu berisi tumpukan buku dan kertas-kertas catatan yang tertata rapi.

Aroma lapuk dari kertas yang sudah tua tersebar di seluruh ruangan. Dengan pencahayaan lampu sihir yang hanya ada di beberapa sudut membuat ruangan remang-remang.

Eros membolak-balik catatan untuk ke sekian kalinya. Dia berpindah dari satu buku ke buku yang lain. Ekspresinya terlihat sangat serius.

"Tuan, ini sudah malam," ucap Lyco yang sedari tadi hanya membatu di sisi lemari.

"Siapa yang bilang ini pagi?" balas Eros tanpa mengalihkan perhatian. Dia tetap fokus pada pekerjaannya.

Lyco menelan ludahnya beberapa kali. "Makudnya, sekarang sudah waktunya Tuan beristirahat." Lyco menjelaskan maksudnya.

"Aku masih belum menemukan jawabannya," ucap Eros. Dia meletakkan buku di tangannya ke sela-sela barisan buku. Kemudian dia mengambil buku yang lain untuk dibuka.

"Memangnya apa yang sedang Tuan cari? Mungkin aku bisa membantu," ucap Lyco. Sejak tadi dia memang sudah penasaran dengan apa yang ingin Eros cari. Namun, baru sekarang dia berani bertanya.

Eros diam. Dia tidak segera menjawab pertanyaan itu. Beberapa saat kemudian barulah dia berkata, "Aku yakin tanda lahirnya menyembunyikan sesuatu."

"Tanda lahir? Tanda lahir siapa yang Tuan maksud?" Lyco kembali bertanya.

"Namara," balas Eros singkat.

Benar. Saat ini dia memang sedang mencari tahu tentang tanda lahir Namara. Tanda lahir itu membentuk pola unik yang sedikit mencurigakan.

Sebelumnya dia sudah pernah menyentuh tanda lahir itu. Pada saat itu dia merasa sedikit aneh. Tanda lahir itu terasa seperti bisa menyedot jiwanya.

Awalnya dia pikir itu tidak terlalu penting.

Namun, hari ini dia dikejutkan oleh pelayannya yang terluka hanya karena menyentuh tanda lahir Namara. Jika itu hanya tanda lahir normal seharusnya tidak akan bisa melukai orang lain.

Hal itu semakin membuat Eros merasa curiga sekaligus penasaran. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya wanita itu inginkan dan coba sembunyikan darinya.

"Tuan, wanita itu berasal dari klan Matahari. Apa mungkin dia sudah menyembunyikan kekuatannya?"

Lyco mulai menebak-nebak. Dia sendiri sedikit curiga pada Namara karena selama ini tidak ada banyak wanita dari luar klan yang mendaftar menjadi wanita Eros. Mereka tidak cukup berani melakukannya.

Jika wanita yang memiliki kekuatan saja tidak berani menjadi wanita Eros, kenapa Namara yang sangat lemah justru sangat berani? Ini memang patut dipertanyakan.

"Tidak ada yang tahu," ucap Eros. Dia kembali meletakkan buku yang tidak memberikan informasi apa-apa untuknya.

Pada saat itu tiba-tiba ada seseorang yang berjalan masuk ke ruangan itu. Dia tak lain adalah Leor, kakak Eros.

"Ini sudah larut. Kenapa kalian ada di sini?" tanya Leor dengan heran.

Eros mengambil buku yang diletakkan tidak begitu jauh darinya. Kemudian dia menyerahkan pada Leor. "Kau harus melihat ini," katanya.

Sudut alis Leor terangkat. Dia mengambil buku itu dan langsung membukanya. Ekspresinya seketika berubah setelah melihat gambar pose-pose adegan intim pria dan wanita yang tergambar dengan jelas.

Eros tersenyum miring dan langsung melangkah pergi. "Leor, kau harus mencobanya," ucap Eros tanpa menoleh ke belakang.

Lyco menunduk menahan tawa. Dia segera menyusul Eros pergi. Sedangkan Leor hanya menatap mereka berdua dengan mata menyipit.

"Apa dia benar-benar hanya mencari gambar konyol seperti ini?" Keningnya berkerut dalam.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C18
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank 200+ Power Ranking
    Stone 0 Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login

    tip Paragraph comment

    Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.

    Also, you can always turn it off/on in Settings.

    GOT IT