Download App
3.6% Terpaksa Mendua. / Chapter 14: Aroma Buruk Tapi Dirindukan

Chapter 14: Aroma Buruk Tapi Dirindukan

Warning ada adegan 21+

mohon bijak membaca!

Ridho salah tingkah, dia buka pintu mobil lalu mempersilakan masuk pada Monika saat itu juga.

"Tapi ngomong-ngomong apa kamu tidak menyesal menikah denganku? Sebab secara usia aku ini lebih dewasa dan masalah yang dihadapi begitu pelik dan pahit rasanya?"

Ridho dihadapkan dengan pertanyaan yang kembali tidak mampu dia jawab, namun dia menutupinya dengan segera menatap wajah Monika, menyelipkan beberapa helai rambut ke daun telinganya lalu mencium dahinya.

"Jangan banyak bertanya! Yang penting kita saling mengerti tugas pokok dalam rumah tangga, meski aku sepuluh tahun lebih muda tapi dalam banyak hal aku harus dihormati sebagai pemimpin. Namun beberapa hal lainnya aku paham atas kebutuhan dan keinginan kamu!" papar Ridho.

Monika tidak mengelak jika karisma Ridho sangat layak untuk dihormati lantaran dia seorang pria cerdas dalam segala bidang.

"Berikan salivamu padaku sayang!" seru Ridho.

Monika segera mengeluarkannya lalu Ridho pun mengambilnya dengan mulut dan lidah dia.

"Ini jawaban yang tidak boleh kamu pertanyakan kembali, karena kekuatan batin kita sudah menyatu!"

Monika tak ingin lepas memandang suami brondongnya itu, tak hanya muda dan tampan tapi sungguh pandai membuat batin dia nyaman.

"Batin Ayah sebelum menikah mengarah padamu sebagai pengganti ayahku untuk jadi pelindung aku, terimakasih atas segalanya!" ungkap Monika.

Ridho pun balik terus menatap Monika seraya bertanya.

"Apa kita mau honeymoon di mobil saja?" tanya Ridho sambil bercanda.

Monika tersipu malu dia menyahutnya dengan mencubit hidung Ridho yang mancung itu.

"Kamu ini ya, nakalnya kebangetan deh, " protes Monika.

Suasana pun semakin mencair Ridho dan Monika saling tertawa dan saling menggelitik tubuhnya masing-masing

"Sudah sayang, ayo kita pulang saja! Atau kalau kamu nggak malu aku mau ajak kamu ke Mal?"

Ridho tersenyum dan mengecup pipi Monika sampai basah.

"Malu lagi yang dibahas, masalahnya aku hanya tidak mau orang mengira kamu bahagia dalam suasana duka! Kalau di daerah aku ya pantang sekali melakukan aktifitas yang menyenangkan salah satunya ya shoping dalam kurun waktu 40 hari pasca berduka," jelas Ridho kemudian.

Monika mengetuk ngetuk dahi dia dengan jari telunjuknya merenungi apa yang dikatakan Ridho tersebut.

"Maksud kamu pamali ya? Jika situasinya darurat misalnya kamu nggak ada salin pakaian sama sekali bagaimana? Bukankah dari kemarin kamu hanya punya celana dalam satu itu pun sudah kotor dan tadi apa kamu nggak sadar celana dalamnya kamu pakai lagi? Aku jijik Tahu! "

Monika mempertimbangkan banyak hal pada teori yang dipaparkan Ridho tadi, menurut logika brrpikirnya pamali di jaman sekarang tidaklah berlaku apalagi jika berhubungan dengan nilai-nilai kebutuhan.

"Iya sih aku juga nggak nyaman pakainya, agak gatal sedikit he he he,"

Akhirnya Ridho pun mengakui jika teori tak selalu beriringan dengan realita, Monika pun terkekeh sekaligus bergidig jijik.

"Begini saja, nanti kalau sudah sampai di pusat perbelanjaan kamu diam deh di mobil biar aku yang turun sendiri! " cetus Monika.

Ridho terlihat srjenak mempertimbangkan ide Monika tersebut.

"Memamgnya uang kamu masih banyak? Kamu kan nggak kerja, dan perusahaan dikuasi kakak kamu? "

Monika terkekeh kembali, pertanyaan vyang lucu dan sedikit meledek Monika.

"Aku nggak mau terkesan sombong ya suamiku, jika aku tidak bekerja satu tahun pun kamu masih bisa hidup enak dengan aku. Jadi tenang saja harga celana dalam nggak semahal harga mobil kan?"

Ridho akhirnya paham dan enggan banyak bertanya banyak hal, segera dia nyalakan stater mobil dan melaju ke pusat perbelanjaan yang direncanakan oleh Monika.

"Ya sudah ayo!"

Selama perjalanan Ridho dan Monika tidak berhenti salinh meledek namun mereka tetap bahagia dengan lepas tertawa.

"Di depan sana kamu masak dan belok kanan!"

Monika mengarahkan alamat yang akan mereka datangi untuk membeli beberapa alat keperluan di apartemennya.

"Kalau semalam belok kanan kira-kjra masuk nggak? " tanya Ridho.

Terkesan serius karena wajah Ridho lurus ke depan sambil memegang setir namun Monika paham jika pertanyaan Ridho ke mana maksudnya.

"Agenda rutin malam itu harus lurus sayang, kalau belok itu berarti pemukul kastinya harus dioperasi karena kurang keras dan lurus! "

Ridho giliran yang terkekeh setelah mematikan mesin mobil mereks tidak lantas turun karena menbahas dulu hal yang nembuat mereks penasaran.

"Ampun sayang, coba kamu cek sendiri brlok nggak?" tantang Ridho

Monika mengedikkan ke dua bahunya sambil mengerucutkan bibirnya lalu memalingkan wajah dia

"Nggak mau karena sudah jelas bau, kotor dan Jijik! " tolak Monika.

Tak mau memperpanjang masalaj, Ridho segera turun dan membuka pintu mobil serta mempesilakan Monika untuk turun.

"Silakan turun tuan putri, dan ajku tunggu di mobil saja ya!"

Monika tersenyum sedikit lantaran masih kesal, namun dia segera berjalan masuk sebab dia tidak mau berlama-lama berjauhan dengan Ridho.

"Dasar ya bocil, tapi dia dewasa juga kok nggak pecicilan kayak pria seumuran dia pada umumnya, "

Monika bicara pada dirinya sendiri, pada intinya Monika mengakui jika cara berpikirnya Ridho sangatlah dewasa bahkan dia tidak menyangka jika Ridho akan berpikir sejauh itu.

Sementara Monika belanja, Ridho segera menelepon Rani. beruntung Rani segera mengangkatnya jadi dia tidak perlu takut jika dia akan diburu waktu.

"Sayang aku sudah titipkan uang pada teman aku Farhan yang rumahnya dekat dengan balai desa! Sekarang dia dalam perjalanan pulang ke sana! Aku mau lanjut kerja dulu ya! jangan menelepon jika aku bukan yang menelepon! "

Belum sempat Rani menjawab meski satu kata saja, dia langsung menutupnya karena takut Monika tiba-tiba muncul.

"Ya ampun, padahal Monika baru saja masuk. Maafkan aku Ran aku memang pria lemah," Ridho merutuki dirinya sendiri.

Data ponselnya pun segera dimatikan karena ditakutkan Rani akan menelepon balik. Ridho memukul-mukul kepalanya sendiri dengan tangannya tapi dia pun berusaha kembali fokus karena pada dasarnya dia pun berjanji pada dirinya akan membahagiakan Rani dari hasil pernikahannya dengan Monika.

"Sabar Ran aku baru 24 jam menjadi suami istri dengan Monika ,butuh banyak strategi untuk membuat semuanya menjadi indah!" Ridho bermonolog.

Sambil memegang setir pandangan Ridho lurus ke depan sambil melihat banyak pemandangan terutama Monika yang tengah belanja keperluan untuk dirinya.

Dari ruang lobi terlihat Monika keluar dari toko dengan menenteng belanjaan di kanan dan kiri tangannya.

"Banyak banget, memangnya dia belanja apa saja sih?" tanya Ridho pada dirinya sendiri.

"Kalau dijemput aku belum sanggup diketahui orang tentang status baruku ini, namun jika tidak kasian juga dia merasa keberatan begitu! Lagian siapa suruh sih belanja banyak banget? "

Kasian tapi mengomel, sebab Ridho tidak menyerukan belanja banyak.

Bersambung

Hai reader memamgnya Monika belanja apa saja ya kira-kira sampai dua tangan kanan dan kirinya penuh dengan barang belanjaan?


next chapter
Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C14
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login