Download App
11.76% Terlahir Kembali: Dokter Genius Cantik / Chapter 14: Aku Pria Serius

Chapter 14: Aku Pria Serius

"Begitu, ya." Wawan mengangguk tertekan. Bisnis ini sangat menguntungkan sekarang, tapi sayangnya tidak bisa bertahan lama.

"Suamiku, ini hampir jam dua, kak Widya dan Fariza pasti lapar. Ayo pergi ke sana dan makan sesuatu." Mila menunjuk ke warung mie tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

Tempat makan itu menyajikan mie kuah kaldu ayam yang dibuat dengan tangan. Saat berada jauh dari rumah makan itu, mereka berempat sudah bisa mencium aroma kaldu ayam yang enak.

Wawan langsung setuju, dan dia melambaikan tangannya yang besar, "Ayo, makan mie di sana!"

Keempat orang itu berjalan ke warung mie dengan sekuat tenaga, dan penjual mie menyambutnya dengan antusias, "Ayo, ayo, sini. Duduk di sini, berapa mangkuk mie yang kalian mau?"

"Empat mangkuk."

"Oke, akan segera siap!"

Tak lama kemudian, empat mangkuk mie ayam panas dibawa ke meja. Melihat mie putih halus di mangkuk dan potongan ayam di atasnya, mata Widya sedikit lembab. Entah sudah berapa lama sejak dia dan Fariza menikmati mie yang begitu enak.

Meskipun dikatakan bahwa seorang wanita tidak dapat hidup tanpa seorang pria, dia tidak menyesali keputusannya untuk cerai dari Pak Juna. Dia percaya bahwa hidupnya bersama anaknya akan berjalan lebih baik. Setidaknya lebih baik daripada saat dia berada di rumah Pak Juna.

"Bu, jangan khawatir, hari-hari kita akan lebih baik di masa depan." Fariza tahu apa yang dipikirkan Widya dan mengeluarkan sapu tangan untuk menghapus air mata dari sudut matanya.

"Ibu juga berharap begitu." Widya menundukkan kepalanya untuk makan mie.

Kali ini, sebuah jip hijau tentara terparkir di pinggir jalan. Pintunya terbuka, dan seorang pemuda berseragam militer melompat keluar dan berjalan langsung ke rumah makan itu.

"Satria, tunggu aku!" Adimas turun dari pintu belakang dan dengan cepat mengikuti Satria.

"Kalian mau makan mie ayam?" tanya penjual mie sambil tersenyum.

"Ya, tolong dua mangkuk mie." Satria duduk di seberang Fariza, dengan dua meja di antaranya. Itu tidak jauh atau dekat, tetapi wajah Fariza bisa terlihat dengan jelas. Wajah itu sangat putih dan cantik. Bahkan gadis-gadis di kota tidak bisa dibandingkan dengannya.

Rambut Fariza diikat dengan dua kepang, yang membuatnya terlihat lebih tenang dibanding saat malam itu. Baju biru besar yang melekat di badannya sama sekali tidak membuatnya terlihat gemuk. Sebaliknya, itu justru menampakkan pinggangnya yang ramping.

Detak jantung Satria mulai bertambah cepat tanpa disadari, dan dia merasa seolah-olah dia akan kehilangan kendali. Fariza merasa ada yang tidak beres, dan ketika dia melihat ke depan, dia bertemu dengan mata Satria. Satria tidak menghindarinya, tapi malah berkedip padanya.

Fariza mengenali pria itu dan memberinya tatapan galak. Malam itu dia tidak berani melakukan ini, tapi sekarang dia berani. Saat ini Satria jelas mengenakan seragam militer, dan dipastikan bahwa dia bukan orang jahat. Mengetahui hal itu, Fariza menjadi lebih berani.

Fariza pikir Satria akan berhenti di situ. Namun, Satria tidak mengalihkan pandangannya, tetapi justru mengangkat alisnya ke atas dengan genit. Fariza tersedak karena penampilan bajingan itu, dan akhirnya mengabaikannya. Dia menundukkan kepalanya dan berjuang dengan mie di mangkuknya.

Bibir Satria melengkung dalam suasana hati yang baik. Bahkan mie ayam yang tidak dilihat sebelumnya, kini terasa jauh lebih harum.

"Satria, apakah kamu tidak ingin mengatakan sesuatu?" Adimas meraih sumpit dan bertanya dengan ragu.

Satria meliriknya dengan pandangan miring, "Apa yang kamu tahu? Aku ini orang yang serius."

Mulut Adimas hampir tidak bisa diam. Orang yang serius? Orang serius macam apa yang menatap seorang gadis seperti itu? Begitu mendengar bahwa Fariza ada di sini, Satria pergi ke sini bahkan tanpa makan terlebih dahulu. Dia mencari tahu ke mana Fariza akan pergi, dan berjalan jauh untuk bertanya sebelum akhirnya bisa mengejarnya ke sini. Adimas tidak mempercayai fakta bahwa Satria menyukai gadis seperti Fariza.

"Jika aku pergi ke sana, apa bedanya aku dengan gangster yang mencari gadis kecil untuk memulai percakapan? Sudah kubilang, ini bukan kota, kamu singkirkan pikiran burukmu tentang diriku!" Satria memukul Adimas. Di sisi lain, Adimas menatap Fariza dengan cermat, tanpa berkedip. Adimas merasa dianiaya, tapi dia tidak berani membantah sepatah kata pun.

Adimas mencoba bertahan. Tepat ketika dia mengubah kesedihan dan amarahnya menjadi nafsu makan dan memasukkan mie ke dalam mulutnya dengan lahap, Satria tiba-tiba bangkit dan membayar ke kasir. Entah apa yang dikatakan Satria kepada penjual mie, tapi penjual mie itu melirik ke arah Fariza lalu tersenyum dan mengangguk.

"Hei, ayo pergi." Saat melihat Adimas masih memakan mie dengan lahap, Satria memimpin di jalan.

"Satria, kamu terlalu berlebihan, kamu bahkan tidak ingin aku menghabiskan makanannya dengan tenang!" Adimas menuangkan mie terakhir ke dalam mulutnya. Dia bergumam kesal dan mengikuti Satria.

Saat ini, Wawan baru saja selesai makan mie. Dia bangkit dan berteriak, "Pak, tolong berikan billnya pada kami!"

Penjual mie itu bergegas. Matanya tertuju pada wajah Fariza untuk beberapa saat dan kemudian tersenyum, "Hari ini adalah ulang tahun istri saya yang ke-50, jadi saya memutuskan untuk merayakannya. Pelanggan ke-50 yang makan di sini tidak akan dikenai biaya, alias gratis. Anda kebetulan adalah pelanggan kami yang ke-50, jadi Anda tidak perlu membayar."

"Hah? Tidak perlu bayar?" Mata Wawan tiba-tiba membelalak karena terkejut.

"Doakan istriku agar selalu bahagia. Aku sedang sibuk, aku harus melayani pelanggan lain. Terima kasih sudah datang!" Setelah mengatakan ini, penjual mie itu pergi untuk menyapa tamu lain.

Sampai dia berjalan ke gerobak keledai, Wawan masih merasa bahagia, "Kita beruntung hari ini. Kita tidak hanya menghasilkan uang, tapi orang lain bahkan tidak meminta uang saat kita makan di tempatnya."

"Ya, benar." Widya mengangguk setuju.

Apakah karena Tuhan mengira dia terlalu keras pada mereka sebelumnya, jadi dia menebusnya kali ini?

"Bu, aku lupa mengambil sapu tangan. Tunggu aku di sini, ya!" Fariza menyentuh sakunya dan tiba-tiba berbicara. Sebelum semua orang bisa menjawab, dia sudah menyeberang jalan dan kembali ke warung mie.

Jika di kehidupan sebelumnya, dia akan percaya ada tempat makan yang memberi hidangan mereka secara cuma-cuma. Tetapi di tahun 1980-an yang miskin secara material ini, itu sama sekali tidak mungkin.

"Bibi, apa hari ini ulang tahun bibi yang ke-50?" tanya Fariza dengan curiga saat mendekati istri penjual mie di meja kasir.

Wanita itu tidak menjawabnya, tapi dia justru menggoda Fariza, "Prajurit yang baru saja makan mie itu sepertinya menyukaimu. Kamu tidak boleh marah padanya karena dia sangat baik."

"Apa?" Fariza berkata dengan wajah penuh keraguan.

Wanita itu mengira Fariza masih marah dengan Satria, dan akhirnya mengatakan yang sebenarnya, "Tentara tadi mengatakan bahwa dia mencarimu. Namun, karena dia punya banyak tugas akhir-akhir ini, jadi dia lupa bahwa hari ini adalah hari ulang tahunmu. Dia ingin mengundangmu makan malam, tetapi dia takut kamu akan marah. Dia pun menggunakan cara ini untuk mengundangmu makan malam. Hei, susah untuk bertemu dengan pria muda yang baik seperti itu. Nak, berbaikan saja dengannya."

Fariza menyeringai dengan marah. Satria berani merusak reputasinya! Dia sudah sangat baik malam itu, tapi Satria justru begini. Sepertinya Fariza harus menjauh darinya di masa depan.


next chapter
Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C14
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login