"Mami, waktu itu Daniel sudah pernah meminta restu kepada Tante dan pamannya, Queen. Lalu mereka bilang kalau semuanya akan di serahkan pada kita sebab Queen yang sudah tidak memiliki lagi orangtuanya jadi, Daniel pikir kalau sebaiknya dari pihak kita yang menentukan kapan pernikahan ini berlangsung," ucap Daniel dengan jelas.
'Pintar sekali dia berwajah manis di depan orangtuanya sendiri,' batin Queen yang sedari tadi menyimak semua perbicangan.
"Oh … begitu, ya sudah kalau memang seperti itu lebih baik kita menentukan pernikahan kalian sekarang. Em, menurut Mami sih alangkah baiknya seminggu lagi jadi kita bisa ada waktu persiapan pesta. Bagaimana dengan kamu, Queen, apa setuju?"
"Queen, setuju-setuju aja, Mi," sahut Queen pasrah.
"Ya sudah kalau memang seperti itu Mami senang banget. Oh ya, Daniel. Besok kalian langsung pergi buat cari gaun, dan persiapan yang lain juga undangan biarkan kami yang mengaturnya," ucap Mami dengan begitu perhatian.
"Siap, Mami. Oh ya kalau begitu kami pergi dulu ya. Soalnya Daniel mau sekalian bawa Queen jalan-jalan," sahut Daniel sembari melirik Queen.
"Oh tentu saja boleh! Ya sudah kalian berdua hati-hati ya. Mami doakan semoga hubungan kalian langgeng, dan nanti bisa cepat-cepat kasih cucu. Queen, selamat jalan-jalan, nak," ungkap Mami penuh harapan sembari memeluknya.
"Baik, Mami. Queen pergi dulu."
"Kalau begitu kami pergi dulu, Mami, Papi. Ayo sayang, kita jalan-jalan," ajak Daniel sembari menggandeng tangan Queen.
Queen pun terpaksa melebarkan senyumnya meskipun ia sama sekali tidak senang tapi, mau bagaimana lagi sudah takdirnya.
Tiba di dalam mobil. Daniel langsung melepaskan genggaman tangannya dengan cepat, kemudian ia menatap kearah lain. Begitupun sebaliknya dengan Queen. Ia juga tidak ingin melihat kearah Daniel.
Sambil menatap jauh kedepan. Tiba-tiba tetesan air mata jatuh perlahan membahasi wajah cantiknya. Ia tidak menyadari akan hal itu.
'Aku senang mendapatkan kasih sayang dari seorang Ibu meskipun itu bukanlah ibuku. Tapi, entah kenapa hatiku bahagia apalagi saat dia begitu perhatian bahkan memelukku dengan erat. Mami Daniel begitu baik, aku jadi kasihan telah mau ikut-ikutan berbohong,' batin Queen yang merasa terharu.
Daniel tidak sengaja melirik kearah Queen. Ia pun melihat jika Queen semakin menangis dalam diam sampai akhirnya dia tidak suka melihatnya.
"Hey! Kenapa malah nangis?" tanya Daniel penasaran.
"Eh! Enggak! Siapa juga yang nangis," sahut Queen yang tidak jujur.
"Dasar lemah! Sakit sedikit nangis! Apa-apa nangis. Lemah banget jadi cewek!" ketus Daniel dengan tatapan tajam.
"Ya wajarlah cewek lemah namanya aja cewek. Yang enggak wajar itu cowok! Bukan cewek!" sahut Queen dengan penuh keberanian.
"Pinter ngelawan ya sekarang!" ucap Daniel sembari menarik rambut Queen meskipun tidak begitu kuat tapi, juga sedikit menyakitkan.
"Maaf, Tuan. Aku kecoplosan. Tolong … jangan tarik rambutku rasanya sangat sakit," sahut Queen sambil menahan tangan Daniel dengan tangannya.
"Makanya jangan berani ngelawan! Kalau udah jadi lemah ya udah lemah aja. Sok-sokan segala sok kuat. Kalau kamu bisa bayar semua hutang serta bunganya maka kamu bisa bersikap sok kuat di depanku tapi, jika tidak jangan harap kamu bisa melawanku," ketus Daniel tanpa memiliki perasaan sembari melepaskan rambut Queen yang ia genggam.
Queen mengusap-usap kepalanya yang terasa sedikit kesakitan. Ia memilih berdiam diri daripada harus banyak bicara.
'Sampai kapan aku harus seperti ini? Bahkan aku tidak tahu caranya untuk kabur. Tapi, jika aku kabur aku juga tidak tahu harus kemana. Daniel, kenapa hatimu tidak seindah wajahmu? Kamu sangat tampan bahkan jika bisa aku memujamu maka aku akan memujanya namun, Jujur pertama kita bertemu kupikir aku sedang di pertemukan dengan masa depan yang indah tapi, sebaliknya aku justru jatuh ke dasar jurang yang paling curam,' batin Queen sembari sesekali melirik ke arah Daniel.
Queen sibuk merapikan rambutnya namun, ia tidak lagi peduli dengan apa yang sedang Daniel lakukan. Sampai akhirnya suara dering ponsel milik Daniel membuatnya kaget.
"Enggak tahu orang lagi dijalan pakai telepon segala. Siapa sih enggak tahu kerjaan banget," omel Daniel sembari mengambil ponselnya.
Saat ia mengambil ponsel raut wajahnya langsung berubah seperti sedang kebingungan sampai membuat Queen yang duduk disampingnya keheranan menatap kearahnya.
Lalu Daniel langsung menjawab ponselnya di saat mobil masih berjalan. Dengan ketus ia langsung menjawab.
"Darimana kamu ambil nomorku?" tanya Daniel, lewat ponselnya kepada seorang wanita yang tidak lain adalah orang yang terus mengejarnya bahkan sampai mengakui jika dirinya adalah kekasih Daniel.
"Itu mudah buatku, Daniel. Kamu jangan menganggap lemah diriku. Ingat namaku Sheila. Oh ya bisakah kita bertemu? Hanya untuk berbicara tentang pekerjaan jadi kamu jangan khawatir jika aku akan berbicara yang tidak menyenangkan," sahut Sheila dari balik ponsel itu.
"Baiklah jika memang itu mengenai pekerjaan kamu bisa kirim lokasinya padaku. Sudah ya aku sedang menyetir." Dengan tegas Daniel langsung mematikan ponselnya lalu kembali fokus dengan jalan didepan.
Queen yang sedari tadi tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka. Apalagi posisi ponsel yang di genggam sebelah kanan justru membuat Queen bisa mendengar pembicaraan mereka. Hingga membuat gadis itu bertanya-tanya.
'Siapa yang sedang berbicara dengan Daniel? Apa mungkin seorang wanita? Eh sebentar, kenapa tiba-tiba aku jadi penasaran begini? Tidak, tidak! Seharusnya aku tidak boleh ikut campur apapun tentangnya karena bagaimanapun aku tidak punya hak. Meskipun dia akan bertemu wanita lain sekalipun. Tapi ... bisakah aku benar-benar tidak peduli?' batin Queen yang mulai merasakan hal aneh di dalam hatinya.
Tiba di kediaman. Queen langsung turun tanpa menunggu Daniel turun. Namun, tiba-tiba Daniel melepaskan dompetnya tepat mengenai kelapa gadis itu hingga ia terkejut sampai meringis kesakitan.
"Main pergi-pergi aja," ketus Daniel.
"Lah terus aku harus ngapain? Lagian ini udah sampai di rumah. Gimana sih? Aneh!" sahut Queen berusaha untuk melawan. Tapi, tiba-tiba dirinya teringat jika tidak boleh melawan ucapan dari tuannya hingga membuat dirinya mematung tiba-tiba.
'Ya ampun ... bodoh banget sih aku. Lagi-lagi mulutku enggak bisa diajak kompromi. Kalau nanti aku dihukum lagi terus bisa jadi dia bakalan menyiksaku. Apa yang harus kulakukan? Ah menyebalkan,' gerutu Queen di dalam batinnya sembari menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.
"Heh! Sini kamu! Aku udah pernah bilang jangan pernah ngelawan satu katapun yang keluar dari mulutmu! Atau aku akan menghukum mu. Kalau dilihat-lihat tubuhmu bagus, tapi sayangnya aku tidak tertarik. Ets ... jangan senang dulu karena itu hanya berlaku untuk sekarang. Jika untuk nanti bisa saja tubuhmu akan menjadi tempatku bermain," ancam Daniel sembari mencekal lengannya Queen ditambah senyuman licik darinya.
Mendengar hal itu membuat mata Queen membulat sempurna. Sampai-sampai ia menelan ludahnya sendiri. 'Oh tidak! Apa maksud dari ucapannya barusan? Apakah aku akan dijadikan budak untuk dipermainkan? Ya ampun ... apa yang harus ku perbuat? Apalagi akhir-akhir ini hatiku mulai peduli padanya. Tolong jika ini adalah cinta maka hapuskan semua rasa ini, Tuhan,' batin.
Di saat bersamaan Queen sedang melamun. Tapi, justru Daniel menarik lengannya dengan kasar sampai lamunannya buyar bahkan membuat Queen terhentak karena terkejut.
"Cepat ikut denganku, jangan banyak ngelamun di sini," paksa Daniel sembari terus menarik paksa pergelangan tangan Queen.
Ingin menolak, tapi tidak sanggup. Ini menyerah sayangnya tidak ada kekuatan. Sampai-sampai membuat Queen pasrah meskipun ditarik-tarik paksa hingga membuat tangannya kesakitan.