Lima tahun kemudian...
Suara musik disco terdengar menggema memenuhi ruangan--di dalam club yang bercahaya remang-remang. Bola lampu disco dengan cahaya penuh warna--berputar, memancarkan cahaya kesegala penjuru ruangan.
Terlihat dengan terampil, tangan seorang DJ, memodifikasi musik yang mengalun tanpa henti. Dengan gaya enerjik, DJ itu menari, berloncat mengikuti musik yang ia mainkan sambil memegang headphone yang menutupi kedua kupingnya.
Pelayan berjenis kelamin pria, sangat sibuk berlalu-lalang, dari satu meja ke meja ke lain sambil membawa beberapa botol minuman, melayani para clubber yang datang pada malam itu.
Sederat wanita-wanita cantik berpkaian minim, juga pria-pria tampan berbadan atletis, dengan ramahnya menyapa para tamu untuk diajak bersenang-bersma mereka.
Malam itu discotic jauh lebih ramai dari malam-malam sebelumnya. Sebab akan ada pertunjukkan yang sering diadakan setiap akhir pekan.
Para pengunjung terlihat begitu asik, menggelngkan kepala, sambil melikuk-likan badan, menikmati alunan musik remix, yang dimainkan seorang DJ.
Suasana terlihat semakin ramai, tepuk tangan yang disertai suara teriakan membuncah, saat sorang go-go dance memulai pertunjukannya.
Para pengunjung mulai merapatkan barisan, mendekati panggung untuk menyaksikan lebih dekat aksi sorang Go-go dance tersebut.
Go-go dance yang sudah menjadi primadona, dan selalu dipuja oleh para pengunjung discotik. Sangat wajar, go-go dance itu memiliki aura karismatik dan berparas rupawan. Warna kulit yang sawo matang--cenderung exsotic membuat keseksiannya, semakin terpancar.
Tubuhnya yang atletis membuat para wanita, dan setengah pria, menelan ludah jika melihatnya. Bagian lengan dengan otot yang menonjol, juga membuat seseorang yang melihatnya ingin bergelantunagan di sana.
Go-go dance itu menari begitu erotis, mengikuti alunan musik disco. Telapak tanganya berjalan meraba dari dada, kemudian turun dan masuk ke dalam celana jeans.
Para pengunjung, semakin berteriak histeris.
Terikan semakin bertumpah ruah ketika Go-go dance primadona melakuan aksi membuka pakain, serta celana jenasnya--menyisakan celana dalam yang menutupi area pribadinya. Terlihat sangat jelas gundukan besar pada pangkal selangkangan, yang tertutup celana dalam.
Meski tertutup, namun melihat gundukannya, bisa dibayangkan seberapa besar isi di dalamnya. Tentu saja, karena itu adalah alasan para pengunjung mengidolakan penari pria tersebut.
Sesekali Go-go dance itu mendekat ke sisi panggung, menyapa para penggunjung, membiarkan tangan-tangan nakal, meraba-raba paha kekarnya.
"Bisa dipake nggak?" Ucap seorang pengunjung yang sejak tadi memperhatikan penari pria tersebut.
"Bisa dong, tapi mehong lho chin," jawab serorang mahluk jadi-jadian--laki-laki berpakaian perempuan, dengan gaya centilnya yang khas.
Pria yang mengenakan setelan jass itu memberikan catatan yang bertulisakan nama dan nomor kamar hotel di mana dirinya menginap.
"Tapi dia punya banyak syarat yang nggak masuk akal lho cyint." Pria yang akrab di sapa madam itu, mengambil catatan kecil tersebut.
"Apa?"
Madam mendekatkan kepalanya ke telinga tamu tersebut. Menggunakan kipas berwaran pink, ia menutupi mulutnya yang sedang berbisik. "Dia itu aneh, dia enggak pernah mau main anal. Tamu-tamu yang make dia cuma boleh oral, sama peluk-peluk doi doang." Setelah membisikan itu, Madam menjauhkan wajahnya dari telinga pria tersebut. "Gimana, minat?"
Menarik sebelah ujung bibirnya, pria itu tersenyum miring. "Nggak masalah." Ia menelan ludah, menatap haus kepada calon bookingannya.
***
"Lonte... booking full time," teriak madam sambil berjalan mendekati gogo dance kesayangannya. "Nih nomor kamarnya." Madam melatakan catatan kecil itu di atas meja rias, di hadapan penari pria tersebut. "Jangan khawatir, aku udah kasih tahu syaratnya." Sambil mengipasi kepalanya menggunakan kipas berwarna pink.
Mengambil kertas kecil tersebut, Go-go dance itu beranjak dari duduknya, berlalu meninggalkan madam tanpa kata.
"Arga tunggu!" panggil madam yang membuat Go-go dance itu lantas menghentikan langkah, memutar tubuh menatap tanya ke arah madam. "Tamu kamu itu dutanya beyong, orang kaya, bikin dia ketagihan, jadikan pelanggan tetap."
Arga hanya menghela, sebelum akhirnya ia kembali memutar tubuh.
"Arga!" Panggil madam kembali.
"Apa lagi madam?" Kali ini ia enggan memutar tubuh.
"Kapan kamu mau perkosa aku?" Madam menggigit bibir bawah, menatap gemes punggung kokoh pria itu.
Lagi, Arga membuang napas berat sebelum akhirnya melanjutkan perjalanannya, mengabaikan madam.
Madam mendengkus kesal, lalu menatap beberapa pria yang masih satu profesi dengan Arga. "Eh, pelacur-pelacur! Ngapain kalian di sini? Kerja-kerja."
Tbc