Download App
100% Teman Apa Demand? / Chapter 1: [Kunjungan]
Teman Apa Demand? Teman Apa Demand? original

Teman Apa Demand?

Author: Lil_Augusta9

© WebNovel

Chapter 1: [Kunjungan]

Lampu-lampu jalan yang menyala membasuh jalanan temaram. Hening sekali di sana. Hanya ada suara beberapa kendaraan yang melintas. Jalanan absen dari suara riuh rendah orang-orang yang sibuk di sana saat jam kerja. Maklum, mungkin, sudah lewat pukul 02.00. Jalanan kota bisa agak sehening itu mungkin?

Sakura mengecek sebuah alamat yang dia terima sebelumnya dari pesan daring salah satu aplikasi pesan masa kini. Mengeja kembali huruf dan angka yang tertera. Ditambah dengan menanyai supir taksi, "Apa kita sebentar lagi akan sampai? Ini sungguh ke alamat Jalan Astoria Utama No. 73, kan, Pak?"

Sang supir taksi melirik dari kaca spion dalam lebih dulu. "Ya, Nona. Sebentar lagi, di tikungan depan kita akan sampai." Lalu anggukan samar membalas pernyataan sang supir taksi. Keadaan hening kembali.

Seperti yang dijanjikan supir taksi itu, setelah tikungan tadi mereka sampai. Kini gadis itu menarik koper-kopernya melewati pagar kayu yang tidak dikunci. Tangannya sibuk mencari kunci rumah yang lupa dia simpan. Di saku celana, atau di saku jaket? Ah, bodoh, kenapa aku baru mencarinya? rutuknya.

Dia menarik rapat jaket yang sengaja tidak dinaikkan resletingnya. Buru-buru menarik kunci rumah itu dari balik jaketnya -gadis itu kembali merutuk udara dini hari. Lalu dengan cekatan dia membuka kunci dan mendorong pintu. Ah, bau lembab rumah tersebut langsung tercium.

Lampu ruangan depan sudah berhasil menyala. Bau lembab yang sebelumnya tercium semakin samar karena kehangatan lampu oranye. Syukurlah pengurus rumah ini sudah mengganti lampunya. Ah, ya meskipun ada pengurus, rumah ini jarang sekali disentuh. Mungkin baru dibersihkan saat dia berkata akan menempati rumah itu mungkin? Dia pun tak yakin.

Kakinya menyusuri setiap sudut rumah. Meskipun telah sangat larut tapi tak menyurutkan rasa penasarannya terhadap rumah itu. Terlihat, rumah ini memiliki dua lantai dengan lampu oranye yang membuat matanya akrab dengan rasa kantuknya. Ada satu kamar di lantai pertama. Satu kamar mandi terpisah dari kamar utama. Di lantai pertama itu terdapat dapur serta meja makan yang menyatu. Sebenarnya semuanya di lantai itu menyatu, kecuali kamar tidur dan kamar mandinya yang berada diagonal dari kamar tidur. Tangga ke lantai dua berada di atas kamar mandi. Perabot seperti kursi rotan dan lemari pendek yang menghiasi beberapa dinding lantai itu menambah kesan hangat untuk rumah'nya'. Tak ketinggalan karpet lebar yang menghampar di ruang keluarga sekaligus ruang tamu. Pikirnya, lantai pertama terlihat luas dan nyaman.

Pada lantai dua, kakinya lebih ringan. Di sana sungguh tersedia lorong lebar. Mungkin tepatnya teras yang luas akibat dua kamar di sana saling berjajar dan tidak lebih luasnya dari kamar utama di bawah. Terdapat bantal duduk yang nyaman untuk membaca atau sekadar berbaring santai. Dan ada dapur mini untuk menyeduh teh sebagainya. Ada balkon juga yang membentuk huruf L. Luasnya balkon tak seberapa namun cukup untuk berdiri di luar dengan menghirup udara seraya menyandar pagarnya. Oh, banyak karpet tebal di mana-mana lantai kosong dari perabot berat seperti kursi atau meja contohnya, jadi dia bisa rebahan di manapun tanpa takut kedinginan.

Ternyata, ada sedikit lahan di belakang juga. Tidak bisa dikatakan sedikit, lebih pada cukup sepertinya. Ah, benar-benar rumah idaman.

Sakura kembali turun. Gadis yang kini menghuni rumah itu menaruh kopernya asal di kamar utama. Kemudian bergegas membersihkan diri dan beristirahat sejenak. Sebelum mengabari pengurus rumah itu pada waktu pagi yang lebih layak dari dini hari ini.

*

Suara berisik dari luar mengganggu tidur Sakura. Pasalnya dia seperti baru memejamkan matanya 5 detik yang lalu. Dengan malas dia bangkit. Berjalan pelan seraya memerhatikan benda-benda asing dari kelopak mata yang belum sempurna dibuka.

Syukurlah pintu kamarnya dan pintu rumah tidak begitu jauh. Kenop pintu berhasil dia buka. Matanya masih belum mendeteksi apapun di hadapannya. "Sakura? Kaukah itu?"

Jengitan dari lawan bicaranya membuat wajah wanita tua itu bertambah bingung. "Ow, ow, tenang nona. Sebelumnya aku boleh masuk dulu?" tanyanya lagi.

Sakura seketika diam dan membuka pintu lebih lebar. "Silakan," katanya. Tersenyum cerah alih-alih terlihat masam. Tuhan! Kenapa aku keluar dengan kesadaran setengah belanga favorit nenekku!

Wanita yang dipersilakan itu menurut. Wajahnya berganti kagum. "Sudah lama sekali sejak aku ke sini. Kupikir Shizune melakukan tugasnya dengan baik." Lalu wanita itu berbalik memandang Sakura, "Pasti kau Sakura kalau kutebak?"

Yah, mau menyanggah pun tebakan telat tersebut benar. Sakura hanya mengangguk. Tangannya sibuk menggosok mata. "Silakan duduk, Nyonya. Saya ke belakang dulu." Terdengarlah air keran wastafel mengalir. Wajah Sakura yang sudah lebih segar mengganti suara air keran yang telah mati lagi tersebut.

"Maaf, sebelumnya saya belum perkenalkan diri. Saya Sakura Haruno," Sakura mengangkat alisnya ragu-ragu, "Mohon maaf, Anda?"

"Oh, iya, saya juga lupa," terdengar suara kekehan. "Mikoto Uchiha. Panggil saja Mikoto." Wanita tua itu tersenyum. "Duduklah di sini," pintanya mengalihkan Sakura yang sejak tadi memang asyik berdiri.

"Saya baru tahu kalau pengurus rumah ini ternyata baru lagi." Sakura berdeham berkali-kali untuk menghilangkan kecanggungan. "Saya kira Kak Shizune yang akan datang pagi ini."

Seperti ada yang terlupakan, wanita tua itu, Mikoto berjentik. "Ah, kau sepertinya salah paham Sakura. Aku ini pemilik asli rumah ini." Senyum keibuannya tak pernah lepas menyertai perkataannya.

"Mohon maaf, mohon maaf. Saya lancang! Maafkan saya sekali lagi, Nyonya Mikoto." Sakura membungkukkan tubuhnya beberapa kali hingga tawa Mikoto yang renyah menghentikan.

"Kaupikir wanita tua ini sanggup membersihkan rumah seluas ini?" tanyanya seraya mengerling pada interior ruangan. "Aku anggap kau masih belum lepas dari tidurmu, Sakura."

"Maafkan saya. Mungkin benar, sepertinya begitu. Baru pukul 3 saya tidur. Ya kira-kira pukul 3," Sakura mengangguk-angguk tampak sibuk mengingat. "Nyonya suka teh hijau atau Camomile?" tanyanya sebelum berdiri.

"Camomile saja."

"Oke. Mohon tunggu ya, Nyonya. Aku akan agak lama. Semoga kau tak kebosanan, hehe." Pergilah Sakura sekonyong-konyong dengan kepala menggeleng mafhum dari Mikoto.

"Maaf menunggu, Nyonya. Ini, semoga bisa sedikit membayar rasa bosan menungguku tadi." Secangkir Camomile dan biskuit terhidang di meja bundar rotan.

"Wah, terima kasih banyak Sakura." Mikoto mulai menyesap aroma teh lebih dulu. "Kau bisa panggil aku Mikoto, tahu," katanya sambil berbisik misterius.

"Ny---Bibi Mikoto bisa saja," balas Sakura. Alih-alih memanggil nama depannya dia menggantinya dengan panggilan yang hampir setingkat demi kesopanan.

*

Di lain tempat, seseorang tengah bersiap terbang menyebrangi samudera. Langit malam tak jadi beda dengan warna surai gelap. Membuat sosok tersebut menjelma seperti bayangan dirinya di lantai bandara.


next chapter
Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C1
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login