Di lantai dasar, Lisa bertemu dengan Andien di kantin kantor. Sudah lama mereka tidak bertemu walau satu kantor. Beda departemen saja sudah membuat jarak di antara Lisa dan Andien semakin jauh. Kebetulan karena Lisa diberikan waktu istirahat lebih oleh Oscar, mereka berdua berbincang sembari menunggu makanan mereka tiba.
"Sejak lo dipindah dari departemen keuangan, rasanya jadi sepi Lis! Damar kan sekarang jadi manajer keuangan gantiin lo. Duh ya, dia itu orangnya nggak teges Lis! Gue heran orang kayak dia bisa gantiin posisi lo." keluh Andien sembari meneguk minumannya.
"Ya elah Ndien, ga teges gitu si Damar itu orangnya teliti banget loh! Lagipula masih sebulan, nanti kan lama – lama dia teges dengan sendirinya!" jawab Lisa yang sedang bertopang dagu menatap spanduk Soto Ayam bu Karso di atas kepala Andien.
"Omong - omong nih Ndien, gue mau cerita lagi nih. Ini soal rumah gue..."
"Cerita aja napa, ada apa lagi sekarang?"
"Jadi Ndien, gue tuh lupa bayar pajak rumah sampe kena denda."
"Wah gila loLis!" Mata Andien terbelalak.
"Lo tahu kan uang tabungan gue raib dibawa Aditya? Ini benernya gue nggak enak sih mau minta tolong lo... Em.. Gue mau..."
"Mau pinjem uang Lis?" tanya Andien singkat. Ia kembali menyeruput minumannya.
Lisa mengangguk, matanya berbinar.
"Soal itu Lis, bukannya gue gamau pinjemin tapi tabungan gue sendiri juga mulai nipis buat bayar sewa bulanan apartemen."
"Ya ampun gue harus pinjem siapa lagi ini Ndien?"
"Eh bentar kenapa lo nggak pinjem Pak Presdir aja? Gue yakin beliau nggak keberatan!"
"Idih sembarangan lo bicara Ndien! Sebisa mungkin tuh gue nggak pinjem ke Pak Oscar! Malu gue Ndien, malu!"
"Ya kan bukannya lo sekretaris pribadinya? Bukannya lebih gampang ya?"
"Hus! Jangan keras – keras lah Lis! Kita masih di area kantor, nanti kalo Karina denger bisa pusing gue!"
Tanpa Lisa sadari, Karina yang sudah dari tadi duduk dan makan di kantin tiba – tiba beranjak dari tempatnya duduk dan menghampiri meja tempat Lisa dan Andien berbincang.
"Gue sudah dengar semuanya! Ternyata hidup lo makin sengsara ya!?"
Lisa menoleh dan berhadapan dengan sosok wanita berbaju pink mencolok dan riasan super menor itu dengan tatapan tajam. Ia bangkit dari kursinya seraya berkata, "Si anjing!"
Suasana kantin yang tadinya ramai kini mendadak hening. Semua karyawan yang sedang makan menghentikan kegiatan mereka, memandang ke arah Karina dan Lisa. Tampaknya pertikaian kedua wanita itu lebih menarik untuk disaksikan daripada menghabiskan makanan yang masih tersisa di piring mereka.
Aura sengit dari kedua wanita itu mulai terpancar dan menyebar. Sangat menegangkan!
"Heh berani – beraninya lo manggil gue anjing!?" Karina membusungkan dada. Nada suaranya meninggi. "Lo itu yang anjing, Anjing gembel! Anjing kampung nggak tahu diri! Ih, jelas aja ayah pergi ninggalin lo! Ayah pasti males punya anak kampungan kayak lo!
"Lo jangan nantang Karina! Lo pikir gue takut menghajar wajah lo yang terlihat tua itu!?" bentak Lisa dengan tangan mengepal siap menghantam Karina.
"Ih, ga level lah ya tengkar dengan anjing kampung kayak lo Lisa! Apalagi punya saudara tiri kayak lo!"
"Bisa nggak sih lo diem nggak usahh gangguin hidup gue Karina!?! Apa untungnya menghina orang yang lo bilang rendah dan menyedihkan kayak gue!?"
"Hmmm nggak ada kecuali rasa puas, menghina lo itu kayak mood booster buat gue!"
Lisa sudah tidak kuasa menahan amarahnya lagi. Lisa mengepalkan tinjunya dan melemparkannya ke wanita beriasan menor itu namun meleset. Beruntung sekali Karina.
"Lisa hentikan! Buang – buang waktu aja lo Lis!" Andien menghalangi tubuh Lisa yang bersiap untuk serangan kedua.
"Lihatlah diri lo Lisa! Lo itu perempuan atau laki – laki sih!? Sukanya main pukul!" ejek Karina sambil menatap Lisa dengan sudut mata licik.
"Hey semuanya dengar ya! Lisa lupa bayar pajak rumahnya sampai kena denda! Sekarang dia dengan tidak malu ingin pinjam uang! Hahahaha!" Karina tertawa dengan sombong dan melanjutkan cercaannya, "Benar - benar anjing kampung tidak tahu malu!"
"Hentikan Karina! Masa lo nggak capek sih gangguin saudaramu ini?" lerai Andien.
"Cih! Gue nggak sudi punya saudara kampungan kayak Lisa!"
"Nona Karina, ayo ikut saya ke ruang Presdir!"
Tiba – tiba, Dani muncul dari ambang pintu kantin, ia berjalan dengan langkah mantap dan menggenggam pergelangan tangan Karina dengan kasar. Menariknya keluar dari kantin.
"Eh apa apaan ini! Apa yang terjadi!? Hey anjing kampung! Urusan kita belum selesai!" wanita beriasan menor itu mengancungkan jari telunjuknya ke wajah Lisa.
Sesampainya di ruang Presdir, Karina diseret untuk menghadap ke Oscar. Aura dingin dan mencekam dari pria itu menyebar ke seluruh penjuru ruangan. Tatapan tajamnya menusuk sangat dalam membuat kedua kaki Karina gemetaran.
"Nona Karina, diangkat menjadi manajer keuangan di usia 23 tahun sama seperti Lisa. Saya membaca rekam jejak anda memang anda berprestasi, sama seperti Lisa. Namun perbedaan mencolok antara dirimu dengan Lisa adalah." Pria itu beranjak dari kursinya. "Hatimu sangat busuk, sangat tidak cocok dengan wajah cantikmu."
Karina hanya menunduk ketakutan. Dibalik paras tampan Pria itu, terdapat tatapan dingin mematikan. Pria itu berdiri tepat di depan Karina, perbedaan tinggi mereka sangat jauh menambah aura dingin Pria itu semakin kuat.
"Jangan dikira saya tidak tahu kalau kamu sering mengganggu Lisa! Saya heran denganmu Karina. Apa yang kamu dapatkan dari mengganggu Lisa setiap hari?"
Wanita itu hanya bergeming. Tubuhnya semakin gemetaran karena takut.
"Ini peringatan terakhir dari saya! Jika saya masih melihatmu mengganggu sekretaris pribadi saya lagi. Maka kau boleh langsung mengambil gaji terakhirmu!"
Pria itu berdiri di depan Karina dan membungkuk, menyamakan tinggi badannya dengan Karina. "Mengerti kau Karina?"
Karina tidak berani menatap wajah pria itu, tidak disangka pria itu bisa sangat menakutkan! Ia hanya mengangguk pasrah.
"Sana kembali ke ruanganmu!" pria itu membuang muka dan berbalik, kembali duduk di kursinya.
Wanita itu meninggalkan ruangan presdir dengan langkah lunglai. Pintu ditutupnya tanpa meninggalkan suara sekecil apapun.
Oscar menarik napas panjang sambil mememjamkan mata. Perlahan ia hembuskan lalu membuka matanya yang biru sebening langit.
Jemarinya yang kurus mengisyaratkan Dani untuk maju ke hadapannya. Si raksasa berjas hitam melangkah dengan langkah mantap. Ia memiringkan tubuhnya dengan sedikit membungkuk, mendekatkan telinganya ke wajah Oscar.
"Tolong beri tahu saya apa yang terjadi di Kantin!"
Raksasa berjas hitam itu berdeham, memulai pembicaraannya. "Jadi Pak, ceritanya nona Lisa sedang bersantap dengan nona Andien dari departemen keuangan. Kemudian nona Karina yang sudah duluan ada di kantin menguping dan memulai keributan. Hampir semua karyawan menyaksikan keributan itu!"
Oscar menggaruk dagunya penasaran. Ia merebahkan tubuhnya ke kursi dan bersandar dengan santai. Rambut emasnya berkilau diterpa cahaya matahari. "Apa yang sedang mereka ributkan sesungguhnya?"
"Kalau saya dengar dari mulut nona Karina sih, katanya Lisa lupa bayar pajak rumahnya sampai kena denda."
"Lalu?" tanya Oscar singkat.
"Sepertinya nona Lisa sedang butuh uang pinjaman Pak!"
Oscar tertegun mendengar kalimat terakhir dari asisten pribadinya. Mengapa sekretaris pribadinya itu tidak bercerita kepadanya soal pajak rumah dan masalah finansial-nya? Pikir Oscar.
Pria itu bangkit dari kursinya. Berbalik, mendekati kaca jendela di belakangnya. Ia menyipitkan mata seraya memandang cakrawala dari balik kaca tebal itu. Sesekali ia melihat ke atas kemudian berbalik menatap Dani.
"Tolong suruh Lisa kembali ke ruangan ini!"